Kania dan Sintia telah kembali ke rumah, Kania membawa Sintia datang ke rumah yang baru itu, meski sempat heran tapi Sintia ikut saja tanpa banyak pertanyaan.
"Sintia, kamu duduk dulu ya, Tante, mau telepon Om sebentar."
"Iya, Tante."
Kania lantas berlalu meninggalkan Sintia di sana, seperginya Kania, Siantia duduk dan melihat sekitar.
Kemana Bian kenapa tidak terlihat di sana, dan lagi kenapa Kania justru membawanya ke sana bukankah rumah mereka bukan di tempat tersebut.
Sintia membuka ponselnya dan menghubungi Bian yang entah dimana, untuk apa Sintia ada di sana jika Bian justru ada di tempat lain, Sintia datang karena ingin bersama Bian.
"Hallo, Bian kamu dimana?"
Sintia diam mendengarkan jawaban dari Bian di seberang sana, kalimatnya tidak diinginkan oleh Sintia karena ternyata Bian tidak peduli dengan kedatangan Sintia.
"Aku ada di rumah baru, ini rumah siapa?"
Sintia kembali diam, bukannya menjawab pertanyaan Sintia, Bian justru menutup sambungannya.
Sintia menggeleng dan menyimpan ponselnya, baiklah Sintia masih bisa sabar sampai sekarang dan mungkin akan tetap sabar sampai nanti Bian berbalik padanya.
"Sintia, kamu mau minum apa, biar Tante buatkan ya?"
"Tidak, aku tidak haus, Tante, duduk saja."
Kania tersenyum dan duduk, baiklah kalau memang Sintia tidak mau minum sekarang, biar mereka menunggu orang yang akan bekerja di rumah itu saja.
"Tante, maaf, ini rumah siapa?"
Kania tersenyum dan mengangguk, mungkin memang Kania harus mengatakan saja semuanya sekarang, lagi pula tidak ada salahnya jika Sintia tahu tentang rumah tersebut.
"Ini rumah Bian, dan nanti kalau kalian sudah menikah, kalian akan tinggal di rumah ini."
Sintia mengangguk dan kembali melihat sekitar, bukankah itu rumah yang begitu besar dan mewah.
"Kamu mau kan?"
"Mau, Tante, tentu saja aku mau."
Kania tersenyum, baguslah karena dengan begitu Bian tidak perlu mencari rumah lagi untuk mereka tinggal.
"Tante, apa Bian mau terima pernikahan ini?"
"Tentu saja, Bian pasti mau, dan kalau Bian sudah mau menikahi kamu, sudah seharusnya kamu membuat dia mencintai kamu."
Sintia tersenyum dan mengangguk, Sintia akan terus berusaha tentang itu, bukankah selama ini Sintia juga selalu berusaha untuk mendekati Bian.
Meski sampai sekarang Sintia tidak juga mendapatkan balasan baik untuk semuanya, Sintia tidak peduli dan akan terus berjuang untuk semua itu.
Perasaannya terhadap Bian bukan main-main, Sintia memang menyukai Bian dan menyayangi Bian juga, dan sampai kapan pun Sintia akan berusaha untuk membuat Bian balik menyayanginya.
Apa lagi setelah pernikahan mereka benar terjadi, mungkin akan lebih mudah untuk Sintia bisa mendapatkan hati Bian.
Setelah menikah, mereka akan bersama setiap waktu, dan kebersamaan itu pasti perlahan akan mampu membuat hati dan perasaan Bian terbuka untuk Sintia.
"Sintia," panggil Kania.
"Iya, Tante."
"Apa yang kamu fikirkan?"
"Aku berfikir, kalau mungkin setelah aku dan Bian menikah nanti, aku bisa lebih mudah membuat Bian menyayangi aku."
"Tentu saja, Sintia, kamu harus tahu kalau cinta akan datang karena terbiasa, terbiasa bersama dan melakukan semuanya bersama, saat itu terjadi perlahan cinta pasti akan tumbuh."
"Iya, Tante, aku yakin kalau pada akhirnya Bian akan bisa sayang juga sama aku."
Kania tersenyum dan mengangguk, sekeras apa pun Bian dia tetaplah memiliki perasaan, dan lambat laun pasti akan luluh juga apa lagi jika Sintia terus berusaha.
"Tante, kalau misal Bian menceraikan aku setelah satu tahun itu bagaimana?"
"Jangan memikirkan itu, yang harus kamu fikirkan sekarang adalah bagaimana caranya membuat Bian jatuh cinta sama kamu, kalau Bian sudah jatuh cinta sama kamu maka tidak akan ada perceraian yang terjadi."
Sintia diam, benar juga apa yang dikatakan Kania, Sintia hanya harus berjuang untuk membuat Bian mencintainya.
"Sintia, Tante, tahu seperti apa Bian, dan Bian memang keras sekali jika dia mau harus terwujud dan jika dia tidak mau, maka harus dibatalkan."
"Berarti, pernikahan itu pun akan dibatalkan, Bian tidak mau dengan pernikahan itu."
Kania tersenyum dan menggeleng, Kania meraih kedua tangan Sintia dan menatapnya.
"Pernikahan kalian akan tetap terjadi meski Bian menolaknya, karena pernikahan kalian sudah ditetapkan dua bulan lagi."
Sintia tak menjawab, Sintia tahu tentang waktu itu tapi sampai detik ini pun Bian masih menolaknya juga.
"Tante sama Om, selalu berusaha membujuk dan meyakinkan Bian, kami selalu mengatakan jika kamu adalah calon istri terbaik untuk, Bian."
"Terimakasih, Tante."
Kania mengangguk, tentu saja Kania selalu mengatakan itu karena Kania tidak mau semuanya sampai batal.
"Kamu harus tetap berusaha menunjukan kalau kamu memang terbaik untuk, Bian."
"Iya, Tante, aku selalu berusaha membuktikan semuanya, tapi mungkin Bian saja yang belum bisa menyadari semua itu."
"Sabar, ya."
Sintia mengangguk, sampai saat ini tidak ada yang membuat Sintia menyerah dengan semuanya, Sintia masih semangat dan yakin akan bisa meluluhkan Bian.
Sintia berharap jika Tuhan akan membuka hati Bian agar mau menerimanya, Sintia yakin jika Tuhan akan selalu memberikan jalan dan hasil terbaik untuk usaha yang serius.
"Tante, tapi sekarang Bian kemana ya, dia kan sudah pulang duluan tadi, tapi kok gak ada?"
Kania melepaskan genggamannya, benar juga kemana lelaki itu bukankah Kania sudah bilang jika Bian harus tetap ada di rumah tersebut.
"Sebentar, Tante, coba telepon dia ya."
Sintia mengangguk, baguslah karena saat Sintia menghubungi Bian, tidak ada jawaban yang jelas tentang keberadaanya.
"Untuk apa mencari ku, aku bukan anak kecil sekarang."
Kalimat Bian membuat keduanya menoleh bersamaan, Sintia tersenyum dan bangkit dari duduknya saat Bian berjalan kearahnya.
"Kenapa kamu disini?"
"Aku diajak, Tante."
"Ngapain, Mamah, ajak dia, bukannya pertemuan itu baru nanti malam?"
"Bian, jangan seperti itu," ucap Kania seraya bangkit.
"Ya kenapa memangnya, ada yang salah sama kalimat aku?"
"Kamu lupa kalau kamu tinggalkan Mamah di tempat belanja tadi, dan kamu sendiri yang bilang kalau Mamah harus pulang bareng Sintia, jelas saja Sintia disini sekarang karena mengantarkan, Mamah."
"Ya kan bisa langsung pulang, tujuannya kan hanya mengantarkan, Mamah."
"Bian, cukup ya, Sintia disini untuk menemui kamu, hargai waktunya juga."
Bian berpaling dan berlalu begitu saja meninggalkan keduanya, masa bodoh dengan wanita itu yang jelas Bian sudah siapkan semuanya untuk Zahra.
Mereka tidak akan memaksa Bian untuk menikah lagi dengan Sintia, karena Bian akan membawa Zahra ke hadapan mereka semua, dan akan memperkenalkan Zahra sebagai kekasih dan calon istrinya juga.
Bian yakin kali ini mereka akan menyerah, dan akan membiarkan Bian terbebas dari Sintia, karena Bian telah memiliki pilihan sendiri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 266 Episodes
Comments