Saat pagi datang, Kania dan Kemal sudah ada di ruang makan, sarapan pagi sudah tersaji di sana dan mereka siap untuk menikmatinya.
Keduanya masih menunggu Bian turun dan sarapan bareng mereka, semalam Kania tak sempat melihat Bian pulang dan entah jam berapa Bian kembali ke rumah.
"Silahkan Bu, semua sudah siap."
Kania menoleh dan mengangguk, Kania melirik Kemal sesaat, sepertinya suaminya itu sedang buru-buru.
"Bi, Bian gak pulang ya kok sekarang belum turun?" tanya Kania.
"Gak pulang, Bu."
"Gak pulang?"
"Iya Bu, Den Bian gak pulang semalam dan sampai sekarang belum datang."
"Bian mungkin tidur di rumah baru itu."
Kania menoleh setelah mendengar ucapan Kemal, jadi Kemal tahu kemana Bian pergi.
"Semalam Bian datang dan minta kunci rumah itu, katanya dia mau lihat-lihat rumah itu, dan kalau memang gak pulang ya berarti tidur disana."
"Rumah baru yang kemarin malam?"
"Ya iya, terus yang mana lagi?"
Kania mengangguk, baiklah kalau memang seperti itu, jadi Kania tahu harus kemana mencari Bian nantinya.
"Ya sudah Bi, makasih ya."
"Sama-sama Bu, permisi," mbak rumah lantas pergi dari keduanya.
"Ya sudah, Papah makan saja, kan Bian juga gak akan makan bareng."
"Ya sudah, makan sama-sama."
Kania mengangguk, keduanya lantas mengambil makanannya sendiri, menikmati hidangan pagi itu tanpa ada Bian.
Dan sepertinya mereka memang harus membiasakan seperti itu, karena tak lama lagi Bian akan menikah dan akan benar-benar meninggalkan rumahnya.
Bian akan tinggal di rumah baru itu bersama istrinya, dan tentu saja setiap hari mereka akan makan berdu saja.
Kania sedikit tersenyum, sebenarnya Kania memang masih berat untuk menikahkan Bian, Kania melihat jika memang Bian belum siap dengan semua itu.
Tapi mau bagaimana lagi, pernikahan itu tidak bisa ditolak karena memang untuk masa depan Bian sendiri, dan Kania merasa sedikit lebih tenang karena Bian akan menikah dengan Sintia.
Wanita yang memang dewasa, baik dan pintar, Sintia pasti bisa membuat Bian menjadi lebih baik dan siap dengan rumah tangga mereka.
"Mamah, hari ini ada acara?" tanya Kemal.
"Tidak ada, sepertinya Mamah mau kembali ke rumah itu, Mamah mau tahu apa yang dilakukan Bian disana."
Kemal mengangguk, sepertinya itu bagus agar Kania bisa memperhatikan Bian.
"Gak apa-apa kan, Pah?"
"Gak apa-apa, tapi Mamah harus hati-hati."
Kania mengangguk pasti, Kania pergi diantar sopir jadi pasti hati-hati, dan Kania juga akan selalu mengabari Kemal jika memang sedang pergi-pergi.
"Papah, ada lembur hari ini?"
"Kemarin tidak ada pekerjaan sih, sepertinya hari ini tidak ada lembur, karena pekerjaannya pasti sedikit."
"Berarti pulang tepat waktu ya?"
"Bisa, kenapa memangnya?"
"Kan malam ini Sintia mau datang sama orang tuanya, masa Papah gak mau sambut kedatangan mereka."
Kemal mengangguk, benar juga dan sepertinya Kemal telah melupakan janji pertemuan itu.
"Kalau gitu, gimana kalau kita ketemunya di rumah baru saja, jadi Mamah siapkan semuanya disana."
Kania diam mendengar kalimat Kemal, apa bisa seperti itu, dan Kania harus mengurus semuanya sendirian saja.
"Tenang saja, nanti Papah telepon orang yang akan kerja disana, jadi Mamah ada yang bantu buat siapkan semuanya."
Kania tersenyum, ternyata Kemal mengerti apa yang ada dalam fikirannya saat ini, baguslah dengan begitu Kania tidak perlu banyak bicara untuk semuanya.
"Mamah, mau?"
"Mau, lagi pula kan Bian sudah disana, jadi Mamah saja yang kesana, karena mungkin saja Bian memilih tidur disana hanya untuk menghindari pertemuan malam ini."
"Itulah, Papah juga berfikir seperti itu, tapi mau bagaimana pun juga pertemuan itu harus terjadi dan pernikahan itu juga harus terjadi."
"Iya, Mamah akan tahan Bian agar tak pergi kemana-mana, Bian akan ada saat Sintia dan orang tuanya datang."
Kemal mengangguk, itu memang sudah seharusnya, karena Kemal tidak mau kalau sampai semuanya berantakan hanya karena ulah Bian.
Keduanya lantas makan dengan tenang tanpa ada lagi perbincangan, sepertinya semua sudah cukup jelas dan mereka hanya tinggal melakukannya saja.
Bian menuruni tangga, Bian baru saja bangun dan sudah merasa lapar, Bian tak mandi tapi langsung turun untuk mencari makanan.
Seharusnya makanan itu sudah siap untuk Bian, karena setiap pagi juga seperti itu, Bian berjalan ke ruang makan dan melihat meja yang kosong tanpa ada apa pun juga.
Bian mengucek matanya untuk memastikan apa yang dilihatnya itu, tapi tidak ada yang berubah karena meja itu tetap saja kosong.
"Apa-apaan ini, kenapa meja kosong seperti ini, mana makanan."
Bian melihat sekitar, kemana orang-orang kenapa bisa-bisanya meja kosong di waktu sarapan.
"Bibi," panggil Bian yang kemudian duduk.
"Mamah, Pah," tambahnya.
Hoaamm .... Bian menguap dan kembali mengucek matanya, kedua matanya masih saja lengket sampai sekarang.
"Bibi, Mamah, Papah, mana ini sarapan, kenapa meja kosong," teriak Bian.
Tak lama dari itu, Bian harus meringis sakit saat ada yang memukul kepalanya.
Bian menoleh dan melihat Zahra di sana, seketika itu Bian bangkit dari duduknya dan terdiam menatap Zahra.
"Apa, pagi-pagi sudah berisik saja."
Bian melihat sekitar, kenapa ada wanita itu di sana, dan kemana orang-orang itu.
"Cari apa kamu?"
"Mamah mana, Papah, sama Bibi mana?"
Zahra berdecak dan kembali memukul Bian di dadanya, Bian mengernyit dan mundur, berani sekali wanita itu melakukan hal seperti itu.
"Kamu dimana ini?"
"Di rumah."
"Ya tapi bukan rumah kamu, ini rumah aku jadi gak akan ada siapa pun selain aku."
Bian menggaruk kepalanya yang tak gatal, apa benar yang dikatakan wanita itu, kenapa Bian harus melupakan hal itu.
"Apa, sudah ingat sekarang?"
Bian tak menjawab dan memilih untuk kembali duduk, ya Bian memang sudah mengingatnya dan apa itu berarti Bian akan kelaparan sekarang.
"Aneh," ucap Zahra yang kemudian pergi.
Bian melihat kepergiannya, pagi-pagi sudah segar saja wanita itu, sedangkan Bian masih kusam dan bau.
Bian menggeleng, perutnya sangat lapar tapi tidak ada masakan, kenapa malas sekali wanita itu tidak menyiapkan sarapan pagi.
"Zahra," panggil Bian tak sabar.
"Zahra, mana sih, Zahra."
"Berisik."
Bian melihat Zahra yang berdiri jauh di sana, tidak sopan sekali kenapa tidak mendekat saja pada Bian.
"Apa, berisik."
"Mana makanan?"
Zahra mengernyit, kenapa tanyakan makanan padanya, memangnya Zahra penjual makanan, enak saja.
"Mana?"
"Mana tahu, beli saja di warung depan sana."
Bian mengangkat sebelah alisnya, jadi benar tidak ada makanan yang disiapkan pagi ini, benar-benar pemalas wanita itu.
"Zahra."
"Apa, aku masih disini."
"Kemari kamu."
"Enggak, kamu kesini, kenapa harus aku yang kesana, kamu yang butuh."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 266 Episodes
Comments