Zahra berjalan tanpa arah, Zahra mencari pintu untuk bisa keluar dari rumah itu, tidak mungkin Zahra keluar lewat pintu depan karena banyak orang di sana.
Zahra melihat sekitar, pasti ada pintu lain untuk bisa keluar dari rumah itu, dan Zahra harus menemukannya sebelum Bian menyadari kepergiannya.
"Zahra, ini minumnya."
Zahra menoleh, Bian telah kembali ke tempat tadi dan itu artinya Bian sudah tahu jika Zahra tidak ada lagi di sana.
Zahra mempercepat geraknya untuk bisa segera keluar dari rumah itu, dimana pun dan bagaimana pun Zahra harus bisa lari dari Bian dan mereka semua.
"Zahra," panggil Bian
Zahra memejamkan matanya sesaat, ada jendela di depannya, Zahra bisa keluar dari sana dan lagi sepertinya orang yang di luar tidak akan sadar.
"Zahra, kamu dimana?"
Zahra membuka gordeng dan jendelanya perlahan, pokoknya Zahra harus pergi sekarang tanpa alasan apa pun untuk menahannya.
"Zahra."
Zahra menggeleng dan memanjat jendelanya, Zahra melompat keluar dari sana, sampai di luar, Zahra mengendap menjauh dari rumah itu.
"Zahra," teriak Bian.
Zahra menoleh, untunglah Bian melihatnya setelah keluar dari rumah, dengan segera Zahra berlari sekuat tenaganya.
"Zahra, tunggu," teriak Bian lagi.
Bian turut memanjat jendela itu dan melompat keluar, bisa-bisanya wanita itu melakukan hal seperti itu.
"Zahra."
Bian hendak berlari tapi lebih dulu ditahan Dion, Bian menoleh dan melihat mereka semua datang menghampiri.
"Lepas ah."
"Kenap teriak-teriak, ini sudah malam."
"Lepas, wanita itu kabur, lebih baik kalian bantu kejar dia sekarang, ayo cepat."
Dion mengernyit dan melirik mereka semua, Bian berdecak dan melepaskan tahanan Dion, Bian berlari kemana Zahra berlari tadi.
"Heh," ucap Dion.
"Itu anak kenapa sih, dan siapa wanita itu?"
"Dia wanita yang akan dinikahi Bian."
"Apa?" ucap mereka kompak.
"Sudahlah, ayo kita kejar Bian, kita kejar mereka berdua."
Mereka mengangguk setuju dan langsung menyusul dua orang tadi.
"Zahra," teriak Bian.
Bian bisa melihat Zahra sekarang, wanita itu pasti sudah lelah dan Bian akan segera mendapatkannya kembali.
"Zahra, kamu hanya menyiksa diri kamu sendiri kalau seperti ini, Zahra berhenti."
Zahra tak peduli dengan teriakan itu, Zahra memang sudah lelah sekarang, kakinya sudah mulai tak bertenaga untuk berlari, tapi Zahra tidak boleh lemah.
"Zahra."
Zahra menggeleng, Zahra harus bisa bebas dari lelaki itu, Zahra tidak ingin mengikuti keinginannya yang tak masuk akal.
Meminta untuk menikah dan setelah satu tahun akan kembali berpisah, apa isi dalam otaknya sampai bisa mempermainkan pernikahan seperti itu.
"Zahra."
Bian mengepalkan tangannya, tidak bisa sabar lagi, Bian mengerahkan tenaganya untuk mempercepat larinya.
Memalukan sekali jika Bian tidak bisa mengejar wanita itu, Zahra akan bisa diraihnya sekarang dan mereka akan bisa bicara dengan tenang.
Zahra melihat sekitar, mencari celah untuknya bisa menghindari Bian, tapi kemana karena jalan hanya lurus saja.
"Zahra."
Bian menarik tangan itu dengan kuatnya, membuat tubuh mereka berbenturan.
"Aaw ...." rintih Zahra
Bian tidak akan melepaskan wanita itu lagi, Bian memeluknya saat Zahra berusaha menjauh.
"Lepas."
"Diam, apa yang kamu fikirkan sampai kamu seperti ini, apa kamu fikir aku ini lelaki jahat?"
Zahra tak menjawab, hanya berusaha melepaskan diri dari pelukan Bian, Bian bukan lelaki jahat tapi lelaki gila.
"Diamlah, diam aku bisa jahat sama kamu kalau kamu terus seperti ini, aku hanya mau kamu dengarkan aku."
"Aku sudah dengar semuanya, dan aku juga sudah jawab kalau aku gak mau, apa lagi, jadi sekarang lepas."
"Enggak," ucap Bian seraya mengeratkan pelukannya.
Zahra memejamkan matanya, apa yang harus dilakukannya sekarang untuk terbebas dari Bian.
Zahra tidak mau dengan semua itu, dan sekarang Zahra hanya ingin pergi saja dari lelaki itu.
"Apa aku harus memohon sama kamu, apa kamu mau aku bersujud di kaki kamu sekarang, katakan aku pasti akan lakukan asalkan kamu mau bantu aku."
Zahra tak menjawab, apa yang harus difikirkannya saat ini, permintaan Bian terlalu aneh untuk Zahra.
Kenapa harus pernikahan, jika memang Bian mau mengembalikan rumah itu, Bian hanya harus bicara pada orang tuanya tanpa harus mempermainkan pernikahan.
"Zahra, katakan aku lakukan apa agar kamu mau bantu aku?"
"Lepas."
"Tapi kamu jangan lari lagi."
"Lepas."
Bian melepaskan pelukannya perlahan, kali ini Bian tidak akan lengah apa lagi sampai Zahra kembali lari darinya.
"Aku masih anak-anak, aku masih 19 tahun, aku gak mungkin bisa urus rumah tangga, kenapa kamu gak cari wanita lain saja yang lebih bisa melakukan itu semua."
"Kamu fikir ini pernikahan sebenarnya?"
"Ya memangnya pernikahan harus seperti apa?"
"Makanya sejak tadi aku minta tolong dengarkan aku dulu, kenapa kamu malah seperti ini?"
"Karena aku gak mau harus mempermainkan pernikahan hanya demi mendapatkan rumah itu, dan lagi kamu fikir pernikahan akan begitu saja terjadi."
Bian menggeleng, tidak adakah tempat yang lebih baik untuk mereka bicara sekarang, kenapa harus di pinggir jalan seperti ini.
"Zahra, kita kembali ke rumah teman aku ya, kita bicarakan ini disana, aku janji tidak akan ada hal buruk yang akan terjadi sama kamu."
Zahra tak menjawab, tenaganya memang telah habis untuk kembali lari dari Bian, dan Zahra juga tidak punya tujuan untuk sekarang, karena untuk pergi ke penginapan pun terlalu jauh.
"Zahra, kamu mau kan, dengar kan aku dulu dan fikirkan semuanya setelah kamu tahu seperti apa tujuan sebenarnya."
"Ya sudah."
Bian tersenyum dan membawa Zahra kembali, baru beberapa langkah saja keduanya kembali diam, karena ada teman Bian yang menghampiri.
"Ah apa-apaan sih, nyusahin tahu gak, kaya bocah banget," ucap Diaon.
Zahra mengernyit mendengar kalimat tersebut, seketika itu juga Bian memukul Dion.
"Diam, kenapa keberatan, gak masalah aku bisa cari tempat lain."
Dion berdecak, menjengkelkan sekali memang, Dion sudah lelah berlari demi membantunya.
"Sudah ayo kembali," ucap Dion seraya berlalu lebih dulu.
"Jangan dimasukan ke hati, dia kan memang seperti itu."
Bian mengangguk menjawab perkataan temannya yang lain, Bian kembali melangkah dengan mengajak Zahra juga.
Mereka sama-sama kembali ke rumah Dion, apa pun itu Bian harus bisa bicara dengan Zahra dan harus bisa membujuknya juga.
Zahra tak melakukan apa pun, hanya mengikut saja dengan mereka, meski sebenarnya Zahra sedikit kesal dengan ucapan teman Bian tadi.
"Masih kuat jalan kan?" tanya Bian.
Zahra menoleh sekilas dan mengangguk, kalau memang sudah tak sanggup, mungkin Zahra masih bisa merangkak jadi biarkan saja tidak perlu memikirkan itu.
"Jangan takut, aku dan mereka bukan orang jahat, kamu tidak akan celaka."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 266 Episodes
Comments