"Sudah aman kok, Pah," ucap Kania.
Kemal mengangguk, baguslah kalau memang seperti itu, karena kalau masih ada barang milik penghuni sebelumnya pasti akan dibuang.
"Ya sudah, kita pulang sekarang?"
"Ayo, besok saja kita bicara dulu sama Bian, kapan rumah ini akan ditempati."
Kania mengangguk setuju, keduanya berjalan keluar rumah karena semua telah selesai.
Rumah itu memang sudah kosong dari barang milik penghuni sebelumnya, itu berarti mereka bisa segera menempati rumah itu setelah siap.
"Bian kemana ya?" tanya Kemal.
"Gak tahulah, biarkan saja pada akhirnya juga dia pasti pulang juga."
"Ya sudahlah."
Keduanya memasuki mobil dan pergi meninggalkan rumah tersebut, mereka akan kembali ke rumah saja karena semua juga sudah jelas sekarang.
Rumah itu telah benar-benar menjadi miliki mereka, tidak ada lagi yang menghalangi mereka untuk menempatinya, dan lagi memang semua itu sudah keharusannya.
"Bian pasti mau kan tempati rumah itu?"
"Mamah gak tahu, semoga saja mau, lagi pula Bian kan selalu bilang kalau ingin memiliki rumah sendiri."
"Ya itu makanya Papah ambil rumah ini karena ingat dengan keinginan Bian, tapi Papah lihat sepertinya Bian tidak begitu senang dengan rumah itu."
"Mungkin karena Bian belum mencoba menempati rumah itu, kita lihat saja nanti kalau memang sudah ditempati, Bian pasti senang."
Kemal mengangguk, baiklah kalau memang seperti itu, lagi pula itu memang sudah seharusnya karena Kemal menyiapkan itu juga untuk Bian sendiri.
Kemal ingin memberikan kenyamanan hidup untuk putranya itu, dan salah satunya adalah rumah tersebut.
"Pokoknya kalau nanti Bian ada, kamu harus bilang sama Bian untuk langsung saja menempati rumah itu, sayang juga kalau gak ada yang tempati."
"Iya, tapi Papah harus siapkan semuanya, ARTnya, penjaga rumahnya, dan apalah lagi yang jelas Bian gak sendirian di rumah itu."
"Iya, tentu saja Papah sudah fikirkan itu dari jauh hari, dan semua sudah siap, nanti kalau Bian sudah tinggal di rumah itu pasti Papah akan datangkan mereka."
Kania tersenyum dan mengangguk, baguslah kalau memang seperti itu, Bian tidak akan merasa kesepian dan kerepotan tinggal di rumah sebesar itu.
"Berhenti!" bentak Bian.
Zahra seketika mengentikan langkah kakinya, Zahra terdiam menunduk tanpa berani melihat Bian.
"Masuk mobil," ucap Bian.
Zahra tak bergeming, ia tetap diam saja dengan posisinya.
"Masuk mobil, kenapa hanya diam saja."
Bian menarik Zahra memasuki mobil, Bian sudah berusaha baik-baik tapi Zahra terus saja menolaknya.
Bian turut memasuki mobil dan melajukannya mobilnya, biarkan saja mereka hanya diam sekarang, lagi pula suasana sudah tidak baik.
Bian melirik Zahra sekilas, wanita itu juga hanya diam sekarang, entah apa yang sedang difikirkan Zahra tentang Bian sekarang.
Tapi biarkan saja, Bian terpaksa membentaknya tadi karena Zahra sendiri yang tidak mau peduli dengan penjelasan Bian.
Apa yang akan dikatakannya tentu akan menguntungkan mereka berdua, tapi Zahra tidak mau berusaha untuk mengerti itu terlebih dahulu.
Bian memilih fokus menyetir saat ini, Bian akan meneruskan niatnya untuk membawa Zahra ke tempat temannya saja.
Mereka bisa bicara lebih tenang disana, dan semoga saja Zahra mau memikirkan ulang sebelum memutuskan untuk menolak.
Bian melihat jam ditangannya, waktu terus berjalan dan malam akan semakin larut, jadi lebih baik Zahra bersama Bian saja sekarang.
Lama di perjalanan, Bian memasuki salah satu halaman rumah, baguslah karena temannya itu ada di luar sedang kumpul.
"Ayo turun," ucap Bian setelah menghentikan mobilnya.
Zahra masih saja diam, tidak ada yang ingin dilakukan dan dikatakannya sekarang.
Bian menghembuskan nafasnya sekaligus dan meraih tangan Zahra, Bian mengernyit saat merasakan tangan itu begitu dingin dalam genggamannya.
"Zahra, kamu kenapa?" tanya Bian.
Buka mendapat jawaban, Bian justru mendengar tangisan, Zahra menangis dan itu membuat Bian bingung.
"Zahra."
Bian mengusap wajahnya seraya berpaling, harus apa sekarang kenapa Zahra harus menangis seperti ini sekarang.
"Zahra dengar, aku tidak berniat jahat sama kamu, aku memang memaksa kamu tapi bukan untuk niat jahat, jadi tolong jangan seperti ini karena aku cuma minta kamu untuk dengarkan penjelasan aku saja."
Zahra masih tak merespon, ia hanya fokus dengan tangisnya saja saat ini, berusaha tak peduli dengan apa yang dikatakan Bian.
"Zahra, percaya sama aku, sedikit pun aku tidak berniat untuk jahat sama kamu, aku hanya minta bantuan kamu dan imbalannya juga bagus kan, kamu akan mendapatkan rumah kamu lagi."
Bian mengacak rambutnya prustasi, Zahra tetap saja diam setelah Bian bicara panjang lebar, apa bentakan Bian tadi telah membuat telinga Zahra bermasalah.
"Bian, buka."
Bian menoleh saat kaca mobilnya diketuk dari luar, Bian lantas membuka pintu dan keluar.
"Ngapain, ayo turun malah diam saja."
"Aku mau pinjam ruang di rumah untuk bicara sama dia."
"Dia?"
Bian mengangguk dan membuka lebar pintu mobilnya, lelaki itu membungkuk dan melihat Zahra di sana.
"Apa-apaan," ucapnya yang kembali menatap Bian.
"Kenapa tuh nangis, jangan macam-macam di rumah ini."
Bian berdecak dan menggeleng, apa yang ada di dalam fikirannya sekarang, kenapa malah berkata seperti itu.
"Enggak, gak bisa, mending bawa pergi saja cari ruang di rumah lain, jangan disini."
"Mikir apa kamu?"
"Ya dia nangis, apa maksudnya?"
"Dia wanita yang aku ceritakan kemarin malam, jadi jangan banyak tanya karena aku harus jelaskan semuanya terlebih dahulu."
Bian berjalan ke pintu samping dan membukanya, Bian membantu Zahra untuk keluar.
"Dion," panggil Bian.
Lelaki itu menoleh dan mengangguk membiarkan mereka memasuki rumahnya.
"Ayo Zahra."
Bian membawa Zahra memasuki rumah itu, tak ada penolakan sama sekali, Zahra ikut saja dengan ajakan Bian.
"Kenapa tuh, siapa yang dibawanya?"
"Tanyakan saja nanti, biar gak salah ngomong juga."
Mereka mengangguk dan mengabaikan apa yang baru saja dilihatnya, lagi pula itu bukan urusan mereka.
"Sudahlah, ayo duduk kita main lagi."
Mereka kembali tenang setelah sempat sedikit heran dengan kedatangan Bian dan wanita itu, Dion melirik pintu rumah sekilas, Bian memang orang baik jadi tidak mungkin jika dia akan melakukan hal-hal yang salah.
"Duduk," ucap Bian mendudukan Zahra.
"Tunggu, aku bawa minum dulu ya."
Bian berlalu meninggalkan Zahra, Zahra tidak akan bisa lari karena di luar ada teman Bian, dan mereka pasti akan menghalangi kepergian Zahra.
Zahra mengusap air matanya dan melihat sekitar, dimana dirinya sekarang, kenapa Bian membawanya kesana.
Zahra bangkit dan berjalan ke pintu, Zahra mendengar suara mereka di luar sana, apa yang akan dilakukan Bian dan mereka semua.
Zahra harus pergi secepatnya dari tempat itu, Zahra harus kabur.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 266 Episodes
Comments