Tiid .... Bian menekan klakson mobilnya saat melihat sosok wanita itu, lumayan cepat juga langkahnya karena sekarang mereka telah berada jauh dari rumah.
Tiid .... Bian menekan klaksonnya lagi, Zahra menoleh sesaat tanpa menghentikan langkahnya, Zahra sudah berjalan di pinggir dan tidak akan menghalangi jalan untuk mobil itu melaju.
Tiid .... Bian membuka kaca saat sejajar dengan Zahra di sana, Zahra mengernyit dan melambatkan langkahnya, tentu saja Zahra ingat jika lelaki itu adalah anaknya Kemal.
"Bisa kita bicara?" tanya Bian.
Zahra mengangkat sebelah alis, untuk urusan apa mereka bicara, bukankah semua telah selesai karena Zahra juga sudah meninggalkan rumah itu.
Zahra mengeleng dan menormalkan kembali langkahnya, tentu saja itu membuat Bian sedikit kesal, Bian menginjak pedal gasnya dan menghentikan mobilnya dengan menghalangi jalan Zahra.
Bian keluar dan menghampiri Zahra yang terdiam menatapnya, tidak mungkin jika lelaki itu datang untuk mengatakan Zahra bisa kembali ke rumah itu lagi.
"Kita perlu bicara," ucap Bian.
Zahra tak merespon, Zahra hanya diam saja menunggu apa yang ingin dibicarakannya.
"Bisa ikut aku sebentar?" tanya Bian.
Zahra masih saja diam, entah apa yang harus difikirkan Zahra sekarang, karena otaknya seakan belum kembali berfungsi dengan benar.
"Tidak akan ada apa-apa, aku hanya minta waktu mu sebentar saja."
"Untuk apa, katakan saja sekarang."
"Tidak bisa, ini penting dan aku tidak mau orang tua ku sampai melihat kita bersama."
Zahra mengernyit, kenapa seperti itu, dan apa lelaki itu tidak sadar jika kalimatnya justru membuat Zahra takut.
"Sebentar saja," ucap Bian seraya meraih tangan Zahra.
Tapi sedetik kemudian, Zahra menepisnya, apa yang dilakukannya kenapa harus sampai seperti itu.
"Aku tidak akan mengganggu kalian lagi, silahkan saja rumah itu memang jadi milik kalian, jadi tidak perlu mengikuti ku, aku akan pergi kemana kalian tidak bisa melihat ku."
"Tapi aku, mau kamu tetap di sini."
Zahra mengangkat kedua alisnya, apa maskudnya bukankah dia tahu jika orang tuanya telah mengusir Zahra tadi, bahkan sejak kemarin.
"Tolong, beri waktu aku bicara sekarang, tidak akan terjadi apa-apa karena aku bukan orang jahat."
Zahra melihat sekitar, tidak ada siapa pun di sana dan apa Zahra bisa percaya dengan lelaki itu, lagi pula apa yang ingin dibicarakannya bukankah mereka tidak saling mengenal.
"Percayalah, tidak akan ada apa-apa, tapi aku benar-benar tidak mau mereka melihat kita bersama."
"Ya sudah kamu pergi saja, kita tidak memiliki urusan apa pun, kita tidak saling mengenal."
Bian memejamkan matanya seraya berpaling beberapa saat, malas sekali Bian banyak bicara jika bukan karena Bian membutuhkannya.
"Oke, kita kenalan dulu, aku Bian dan siapa nama mau," tanya Bian seraya mengulurkan tangannya.
Zahra melirik tangan itu sekilas dan kembali menatap Bian, Zahra sudah tahu namanya adalah Bian.
"Ayo jawab," ucap Bian.
"Aku Zahra."
Bian mengernyit, wanita itu mengabaikan uluran tangannya, sombong sekali dia.
Bian menggeleng cepat, sudahlah bukan waktunya untuk mengikuti kekesalan saat ini, karena Bian tetap harus bicara dengannya bagaimana pun caranya.
"Baiklah, Zahra, aku minta waktu kamu sebentar saja paling 20 menit atau 30 menit."
"Ya sudah katakan."
"Ya ayo masuk mobil, aku sudah bilang kalau aku tidak mau mereka melihat kita bersama."
"10 menit," ucap Zahra.
Bian mengangguk asal, yang penting sekarang Zahra masuk dulu ke mobilnya.
"Ayo silahkan."
Bian berbalik dan membuka pintu mobilnya, Zahra juga masuk tanpa buang waktu, Bian tersenyum karena pada akhirnya wanita itu mengalah juga.
Bian turut masuk dan melajukan mobilnya, sekarang lebih baik Bian mencari tempat aman untuk bicara dengan wanita di sampingnya.
"Kamu mau bawa aku kemana ?"
"Rumah teman ku."
"Dimana rumah teman mu, waktunya hanya 10 menit saja."
Bian menoleh sesaat, benar juga, dari pada wanita itu berubah fikiran lebih baik Bian katakan sekarang saja.
"Baiklah, aku katakan saja sekarang."
"Ya sudah katakan."
"Aku mau kita menikah."
Mata Zahra seketika membulat ditambah dengan mulut yang menganga, apa lelaki itu sudah gila kenapa bisa-bisanya minta menikah dengan orang asing.
"Aku mau kita nikah, untuk satu tahun saja."
"Berhenti," ucap Zahra.
"Berhenti?"
"Berhenti, ayo berhenti."
"Ya tapi jawab dulu."
"Aku gak mau, sudah berhenti."
"Tunggu dulu, tunggu biar aku jelaskan dulu."
"Jelaskan apa, kamu gila ya, kita gak kenal ya gimana bisa tiba-tiba nikah, berhenti."
"Gak, kamu harus dengarkan aku dulu, aku punya alasan untuk itu."
"Aku gak peduli, apa pun alasannya aku gak peduli, berhenti, berhenti aku bilang."
"Aku akan kembalikan rumah kamu."
Zahra diam, kalimat lelaki itu sangat membuatnya pusing, gak jelas sekali lelaki ini, tadi ngajak menikah dan sekarang malah bahas rumah.
"Dengarkan dulu, ini perjanjian."
"Perjanjian apa?"
Bian menoleh sekilas dan menghentikan laju mobilnya, Bian melihat belakang, rasanya Bian sudah sangat menjauh dari rumah tadi dan orang tuanya pasti tidak akan melihatnya.
"Cari apa kamu?" tanya Zahra.
Bian menoleh dan menggeleng, Bian melepaskan safety beltnya dan menghadap Zahra.
"Aku tidak cari apa-apa, sekarang dengarkan aku baik-baik, aku minta kita menikah untuk satu tahun saja, setelah itu kita bisa pisah."
Zahra tak merespon apa pun juga, tidak ada yang bisa dimengerti dari semua itu sekarang, Zahra enggan memikirkan hal yang tidak penting.
"Satu tahun, pernikahan kita hanya pernikahan kontrak."
"Apa sih ah, sudahlah gak jelas."
Zahra membuka pintunya, tapi Bian menahannya saat akan keluar.
"Kamu harus setuju."
"Lepas ih apaan sih, lepas gak, kalau enggak lepas aku teriak nih."
"Ini jaminanya rumah kamu kembali."
Zahra berdecak dan menarik tangannya sekaligus.
"Aaaww ...." rintih Zahra.
Tarikan itu membuatnya terjatuh sendiri, Bian menahan tawa melihat hal itu, dasar bodoh kenapa harus melakukan itu sudah tahu pintu mobil terbuka.
Zahra menoleh, menjengkelkan sekali, pasti lelaki itu memang gila karena semua tidak jelas dan terdengar omong kosong.
Zahra bangkit dan berlalu begitu saja, semoga saja Zahra tidak bertemu lagi dengan lelaki itu, tidak ada gunanya juga berurusan dengan lelaki gila.
"Hey tunggu, ah siapa sih tadi namanya."
Bian menggaruk kepalanya dan langsung keluar.
"Tunggu, tunggu dulu, ini harus kamu setujui heh sss siapa sih, aduh."
Bian mengejarnya sambil terus mengingat namanya, kenapa gelap dan tidak sedikit pun Bian mengingat namanya.
"Hey, tunggu dulu, kita masih harus bicara agar kamu bisa mengerti maksud aku."
Zahra menoleh dan berlari, untuk apa mengerjarnya, bukankah sudah jelas Zahra katakan jika tidak mau dengan pernikahan itu.
"Hey, emmm Zahra," panggil Bian.
Tak ada respon, Zahra terus saja berlari.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 266 Episodes
Comments