Jarum jam menunjukkan angka dua belas tepat dan terik matahari benar-benar menyengat. Namun, tak menyurutkan aktivitas warga Ibu Kota. Jalanan tetap padat, bahkan beberapa kendaraan saling berpacu di antara polusi dan debu. Tak terkecuali Elle, wanita muda itu juga turut hadir di tengah bising kota.
Di dalam mobil Yaris kuning miliknya, Elle terus fokus dengan kemudi, tujuannya adalah Kafe Miyumi. Dia akan bertemu Reyvan di sana.
Elle berani datang karena Maverick sudah memberikan izin. Selain itu, Elle juga ada hal penting yang akan dibahas bersama Reyvan. Itu sebabnya, di sinilah dia saat ini.
Setelah cukup lama berkendara, Elle tiba di halaman Kafe Miyumi. Elle mengulum senyum sebelum turun dari mobil. Dia mengingat saat-saat lalu, sangat sering berkunjung ke tempat itu bersama Reyvan.
"Semoga suatu saat kita bisa kembali bersama. Aku sangat mencintaimu, Rey," gumam Elle.
Tak lama kemudian, Elle turun dan melangkah masuk ke kafe. Lenggak-lenggoknya mencuri perhatian beberapa pasang mata yang ada di sana. Maklum, parasnya selalu cantik dan menawan meski tidak menggunakan mekap tebal.
Selangkah setelah melewati pintu, mata Elle tertuju pada sosok lelaki yang duduk di sudut ruangan. Dalam balutan celana dan kemeja panjang yang digulung asal, wajah tampan Reyvan tampak lebih menawan. Ditambah sebatang rokok yang terselip di antara jemarinya, keperkasaan Reyvan makin ketara.
"Rey!" panggil Elle ketika tiba di hadapan Reyvan.
Reyvan menoleh dan memicing. Dalam tatapannya, bukan paras Elle yang menjadi topik utama, melainkan kebohongan yang telah dia lakukan.
"Duduklah!" kata Reyvan dengan nada datar.
Elle mengangguk dan kemudian duduk di depan Reyvan. Lantas, dia memanggil pelayan dan memesan makanan serta minuman. Sembari menunggu pesanan, Elle berbasa-basi menanyakan kabar Reyvan. Sayangnya, lelaki itu hanya menanggapi alakadarnya.
"Aku juga ada hal yang ingin aku bicarakan. Ini ... berkaitan dengan hubungan kita," ujar Elle.
"Sebelum kamu bicara hal lain, coba jelaskan dulu tentang Alroy. Aku ingin tahu dia di mana dan kondisinya bagaimana," sahut Reyvan.
Elle tersentak dan menutup mulut seketika. Dia tak menyangka Reyvan akan menanyakan hal itu. Sebuah hal yang entah bagaimana menjelaskannya.
Reyvan membuang napas kasar sambil meletakkan puntung rokok ke dalam asbak. Matanya terus menatap Elle yang masih gugup dan salah tingkah.
"Kamu tidak ingin menjelaskan apa pun, Elle?" tanya Reyvan memecah keheningan di antara mereka.
Elle menarik napas panjang sebelum menjawab pertanyaan Reyvan.
"Dia sakit," ucapnya singkat.
"Sejak kapan?"
Elle kembali diam.
"Sejak aku belum mengenalmu?" selidik Reyvan.
"Maaf." Elle menunduk. "Kak Al malu mengakui keadaannya," sambungnya.
Reyvan berdecak kesal, "Bukannya dia tahu hubungan kita seperti apa?"
"Justru itu, Rey, Kak Al takut kamu ilfill. Dia tidak mau kondisinya menjadi penghalang dalam hubungan kita," ucap Elle.
"Penghalang? Memangnya kamu pikir aku lelaki pengecut, yang hanya mau dengan kamu dan menolak keluargamu. Begitu?" Reyvan mulai emosi.
"Bukan begitu, Rey. Aku ... aku sudah sering bujuk dia. Tapi, Kak Al tetap pada pendiriannya. Dia tidak mau kamu mengetahui kondisinya," jawab Elle.
"Jangan hanya melimpahkan kesalahan padanya. Aku tahu kamu juga berpikir demikian." Reyvan menyahut sambil bangkit dari duduknya.
"Rey___"
"Jika kamu tidak sependapat dengan kakakmu, maka sejak lama kamu sudah jujur tentang keadaannya. Dua tahun kita bersama, apa kamu masih tidak percaya kalau aku bisa menjaga rahasia?" potong Reyvan.
"Rey, maksudku tidak begitu." Suara Elle gemetaran. Dia tahu emosi Reyvan kali ini tidak main-main.
"Lalu seperti apa?"
"Maaf." Hanya kata maaf yang sanggup Elle ucapkan. Dia sadar merahasiakan keadaan Alroy bukan hal yang benar, tetapi mau bagaimana lagi, semua sudah telanjur.
"Dua tahun bukan waktu yang sebentar, tapi ... ternyata masih tidak sanggup meyakinkan kamu kalau aku ini lelaki yang layak kamu cintai. Keadaan kakakmu, kesulitan keluargamu, semua kamu rahasiakan. Bahkan, kamu berani mengambil keputusan besar seorang diri. Tidak sedikit pun meminta pendapatku. Aku tahu, Maverick orang hebat, tapi aku juga bukan orang lemah, Elle. Aku masih cukup mampu melindungi wanitaku ... andai dia bisa menghargaiku dan melibatkan aku," ujar Reyvan dengan panjang lebar.
Elle menggigit bibir. Di satu sisi dia menyesali keputusannya, tetapi di sisi lain juga membenarkan keputusan itu.
"Aku melakukan ini demi kamu. Aku tidak rela melihatmu hancur," ucap Elle dengan suara lirih.
"Iya, aku memang lelaki lemah dan bodoh. Sekali kedip saja, Maverick sudah bisa menghancurkan aku. Begitu, kan?" sindir Reyvan.
"Rey, bukan begitu." Elle berusaha meraih lengan Reyvan. Namun, dengan cepat lelaki itu mengelak.
"Malam itu ... kamu datang ke tempatku membawa pistol. Dari mana kamu dapatkan senjata itu kalau bukan dari Maverick? Hubunganmu dengannya jauh lebih dekat dari yang aku bayangkan, Elle." Reyvan bicara sambil membuang muka, menghindari tatapan Elle yang penuh sendu.
Elle tersudut, tak bisa lagi menjawab ucapan Reyvan. Membenarkan ataupun menyanggah sama-sama salah. Pistol itu adalah milik ayahnya, tetapi untuk jujur juga tidak mungkin. Sedari dulu, dia belum menceritakan latar belakang keluarganya, yang pernah menjadi konglomerat di Spanyol.
"Terim kasih untuk semuanya, Elle. Kamu adalah wanita pertama yang megenalkanku pada arti cinta, luka, dan juga kecewa." Reyvan memicing dan kemudian melangkah meninggalkan Elle.
Akan tetapi, wanita itu menahan tangannya dan memaksanya berhenti.
"Ada hal yang ingin aku bicarakan," bisik Elle.
Reyvan tidak menjawab dan sekadar menatap Elle sekilas.
"Anaknya sedang sakit dan membutuhkan sosok ibu, itu sebabnya dia menikahiku. Jika anaknya sudah sembuh, kami akan cerai. Aku harap ... kisah kita bisa dimulai lagi, Rey. Aku tahu aku banyak salah, tapi ... semua itu kulakukan karena rasa cintaku padamu yang sudah melewati batas. Aku sangat takut kamu terluka atau menderita. Yang kuharapkan hanya kebahagiaan kamu, sekalipun itu luka untukku," ucap Elle. Kali ini, diiringi deraian air mata.
"Kata-katamu sangat manis, tapi bertolak belakang dengan sikapmu. Jika cintamu memang sebesar itu, sudah pasti kamu melibatkan aku dalam segala hal." Reyvan memejam sesaat. Dia berusaha meredam emosi yang hampir meledak.
"Aku memang bodoh. Karena terlalu cinta, sampai tidak bisa menggunakan logika dengan baik." Elle mengusap air matanya. "Aku sudah tidak punya penjelasan lagi. Aku tahu kamu kecewa dan apa pun yang kukatakan kamu tidak akan percaya," sambungnya.
Dalam beberapa detik, keduanya sama-sama diam. Bahkan, pelayan yang datang pun diabaikan begitu saja. Ketika makanan dan minuman sudah tersaji di meja, Reyvan dan Elle masih bergeming di tempatnya. Akhirnya, hidangan itu hanya menjadi saksi bisu dalam perselisihan mereka.
"Kapan anak itu akan sembuh?" tanya Reyvan setelah cukup lama terdiam.
Elle menanggapinya dengan embusan napas kasar. Ingatannya kembali pada kondisi Aurora, yang tidak bisa ia pastikan kapan akan sembuh atau mungkin malah mati.
"Jika kamu tidak tahu kapan dia akan sembuh, lalu bagaimana dengan harapanmu barusan? Kamu ingin kisah kita kembali, padahal kamu tidak tahu kapan waktunya itu. Banyak kemungkinan yang bisa terjadi, Elle, kamu jatuh cinta dengan Maverick misalnya. Jika benar begitu, lalu bagaimana denganku? Aku menunggumu sampai karatan dan kamu bahagia dengan dia. Apa menurutmu itu tidak egois, Elle?" Reyvan kembali bicara karena Elle masih diam.
"Aku janji tidak akan membuatmu menunggu lama," jawab Elle.
"Yang kubutuhkan bukan janji, tapi bukti." Usai berkata demikian, Reyvan langsung pergi dan tidak peduli dengan tatapan Elle yang penuh harap.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
Partini Minok Nur Maesa
walah gmn ini knp aku mlh berharap ele sama erick ya
2024-08-12
0
ria
oala..aq ikut bingung..
semangat lanjut up thor..
2022-09-22
2
ria
aamiin..semoga elle
2022-09-22
1