Pria dewasa yang kadar ketampanannya melebihi anak muda, kini sedang berdiri di depan cermin. Mata hitamnya menatap setiap inci penampilan, mulai dari ujung rambut hingga ujung kaki.
"Sepertinya sudah cukup," gumamnya pelan.
Ia merasa puas dengan penampilannya saat ini. Meski tidak formal, tetapi terlihat elegan dan berkharisma. Tubuh bidang nan tegap yang sering diimpikan kaum hawa, dibalut kaus putih panjang dan juga celana panjang. Sedangkan rambutnya yang bergaya pompadour disisir rapi dan tak dibiarkan menyentuh wajah.
Pria yang tak lain adalah Maverick, tiba-tiba tersenyum getir saat menatap wajahnya yang tergolong tampan. Mendadak dia mengingat sisi kelamnya, sebuah hal yang terus mengurungnya dalam luka.
"Ahh, andai saja___" Maverick bergumam pelan sambil meraih botol parfume beraroma mint yang menjadi ciri khasnya.
Belum sempat Maverick menyemprotkan parfume itu, tiba-tiba ponselnya berdering. Maverick menjeda aktivitasnya dan beralih menuju ranjang—ke tempat ponselnya tergeletak.
"Hallo," sapa Maverick.
Seseorang di seberang sana memberitahukan hal penting terkait tugas yang Maverick berikan. Lalu, dia tersenyum setelah mendengar penuturan yang panjang lebar.
"Lakukan!" perintah Maverick pada lawan bicaranya.
Tak lama kemudian, Maverick menutup sambungan telepon dan menyimpan ponselnya ke saku celana. Untuk beberapa detik, Maverick tersenyum miring sambil menaikkan kedua alisnya. Entah apa yang dia pikirkan.
Setelah itu, Maverick bergegas keluar ruangan dan menuju kamar Elle. Dia akan mengajak istrinya ke rumah sakit—mengambil antiretroviral untuk Aurora.
"Elle! Elle!" panggil Maverick sembari mengetuk pintu.
Tidak ada sahutan dari dalam. Kemudian, Maverick kembali memanggil.
"Elle! Elle!"
Tetap tidak ada jawaban.
"Apa dia sudah turun?" batin Maverick.
Detik berikutnya, Maverick kembali memanggil dengan suara yang lebih keras. Namun, lagi-lagi hanya keheningan yang menyahut.
Karena kesal, Maverick memutuskan untuk membuka kamar tersebut, hendak memastikan keberadaan Elle—di dalam kamar atau sudah turun ke lantai bawah.
"Elle!"
Maverick terpaku usai membuka pintu ruangan. Dia melihat Elle yang baru saja keluar dari kamar mandi. Tubuh putih nan mulusnya hanya dibalut handuk, sehingga belahan dada dan paha jenjangnya terlihat jelas.
"Kenapa kamu masuk sini!" teriak Elle. Dia panik dan menyilangkan lengan di dadanya. Namun, belahan itu masih menyembul indah di antara tangan lentiknya.
"Maaf." Maverick menjawab singkat seraya menutup pintu dengan rapat. Kemudian, dia kembali ke kamarnya dengan langkah cepat.
Setibanya di kamar, Maverick duduk di tepi ranjang sambil menunduk. Lantas dia sadar, kenyataan masih sama pahit seperti dulu.
Terlalu lama Maverick merenungi hidupnya, sampai tak sadar waktu sudah berlalu hampir setengah jam. Dia melupakan agendanya yang akan menemui Dokter Mayang, padahal saat ini jarum sudah menunjukkan angka tiga.
Sampai akhirnya, Maverick tersadar ketika pintu kamar diketuk dari luar. Spontan dia beranjak dan menghempas jauh pikiran-pikiran sesal seputar hidupnya.
Ketika membuka pintu, mata Maverick langsung disuguhi objek yang indah, yaitu paras cantik Elle yang tampak menawan dalam balutan dress selutut warna kuning. Rambutnya digerai dan sebagian meriap menutupi bahu yang setengah terbuka.
"Apa ... sudah siap?" tanya Elle dengan gugup.
Elle merasa canggung karena kejadian barusan. Meski bukan hal salah Maverick melihat tubuhnya, tetapi dia belum rela, apalagi jika pria itu menuntut hal lebih.
"Iya."
Usai menjawab singkat, Maverick langsung turun ke lantai bawah, mengabaikan Elle yang masih bergeming di depan kamarnya. Jujur, Maverick sedikit tersinggung dengan sikap Elle yang selalu waspada.
"Ish, malah ditinggal," gerutu Elle. Beruntung, dia sudah terbiasa mengenakan high hells. Jadi, tidak kesulitan meski melangkah cepat.
Tak lama kemudian, mereka sudah duduk berdampingan di dalam Lambhorgini merah milik Maverick. Tanpa ada kata yang terucap, Maverick melajukan mobilnya dan berpacu dengan kendaraan lain yang memadati jalanan.
"Kenapa diam saja?" tanya Maverick setelah menempuh separuh perjalanan dan Elle masih tetap diam.
"Tidak ... tidak apa-apa. Hanya ... memikirkan Aurora. Dia sendirian di rumah," jawab Elle.
"Sendirian? Ada Kinan loh, ada Rani, ada pelayan lain juga." Maverick menatap sekilas.
"Maksudku ... tidak ada kita." Elle berusaha tersenyum meski perasaannya bergejolak hebat. Berdua dengan Maverick membuatnya tidak nyaman dan kerap berprasangka buruk.
"Aku tidak akan menyentuhmu dengan paksa! Jika itu yang kau takutkan," kata Maverick dengan tegas, seolah dia paham dengan apa yang Elle pikirkan.
"Aku ... aku___"
"Aku bukan pengecut yang akan memperk*sa seorang wanita, sekalipun itu istriku," pungkas Maverick tanpa menoleh.
Elle tidak menjawab. Dia sekadar menunduk sambil menata hati yang terus berkecamuk. Entahlah, dia masih waswas dan tak seratus persen yakin dengan ucapan Maverick.
"Apa kata-katamu masih bisa dipegang, andai dalam beberapa bulan ke depan aku belum siap memberikan hakmu?" batin Elle dengan kepala yang makin menunduk, sampai tak sadar Maverick berulang kali menatapnya.
"Maaf kalau aku menjeratmu dengan cara yang berbeda, semua karena mantanmu yang keras kepala. Elle, aku tidak akan melepaskan kamu. Aku masih membutuhkan peranmu sebagai ibu Aurora," ucap Maverick dalam hatinya.
______________
Sang surya makin condong ke arah barat, sinar jingganya menyemburat indah di kaki langit yang cerah. Di antara dekapan angin yang berembus pelan, Elle dan Maverick berjalan di halaman rumah sakit. Perasaan Elle makin kacau setelah mendengar penjelasan Dokter Mayang, yang mengatakan bahwa penyakit Aurora sudah stadium akhir.
"Semoga ada keajaiban untuknya. Meski tidak ada hubungan darah, tapi aku tidak rela jika dia pergi di usia dini. Aku berharap, dia tumbuh sehat hingga dewasa. Tapi___" Elle membatin sambil menggigit bibir. Ingatannya kembali pada beberapa menit lalu, ketika Dokter Mayang menjelaskan kondisi Aurora yang kemungkinan besar tidak bertahan lama.
"Langsung pulang atau kau masih ingin membeli sesuatu?" tanya Maverick ketika mereka tiba parkiran.
"Pulang," jawab Elle dengan suara parau.
Maverick meliriknya sekilas. Lantas, membuka pintu mobil dan duduk di depan kemudi. Dia tak bertanya macam-macam karena sedikit-banyak sudah tahu apa yang dipikirkan Elle.
Ketika sang istri sudah duduk di sampingnya, Maverick menoleh sambil menghela napas panjang. Kemudian, tangannya terulur dan menggenggam jemari Elle.
"Itulah alasanku menikahi kamu. Aku ingin membuat Aurora bahagia di saat-saat terakhirnya. Selama ini, satu hal yang sangat dia harapkan, yaitu ibu," ujar Maverick.
Elle belum menjawab, hanya mata birunya yang menatap Maverick dengan lekat.
"Kau benar, aku memilihmu karena wajahmu mirip dengan Devara, yang otomatis mirip juga dengan Aurora. Elle, aku memang memaksamu, tapi aku tidak akan menghancurkan masa depanmu. Jika Aurora sudah ... tidak membutuhkan kamu, aku bersedia mengakhiri pernikahan ini. Aku sadar di antara kita tidak ada cinta dan tidak seharusnya bersama. Tapi, saat ini aku benar-benar membutuhkan peranmu untuk Aurora. Jadi kumohon, Elle, untuk sekarang tetaplah menjadi istriku," sambung Maverick diiringi tatapan sendu.
Elle kesulitan menelan ludah. Dia tahu kata 'tidak membutuhkan' yang diucapkan Maverick adalah kiasan halus dari kata 'kematian'. Sebesar apa pun rasa cintanya untuk Reyvan, sekarang harus mengalah sebentar demi Aurora. Gadis kecil itu sangat mengharap kehadirannya.
"Iya." Elle mengangguk. "Bukannya aku mengkhianati cintamu, Rey, tapi aku terjebak dalam poisi yang sulit. Aku tidak tega melihat gadis sekecil Aurora menderita, apalagi ... ah," sambungnya dalam hati.
"Terima kasih, Elle. Aku janji tidak akan menyulitkanmu selama kita menjalani pernikahan ini. Aku juga ... akan mengembalikan bisnis orang tuamu," ucap Maverick.
Elle menanggapinya dengan anggukan dan senyuman.
"Mas, apa itu juga berlaku untuk kesembuhan Aurora? Andai ada keajaiban dan Aurora sembuh total, apa kamu juga akan melepaskan aku?" tanya Elle dengan sedikit ragu.
Maverick tersenyum, "Tentu saja."
Elle bernapas lega. Meski HIV AIDS adalah penyakit yang mematikan dan tidak ada obat yang bisa menyembuhkan, tetapi Elle percaya dengan keajaiban Tuhan.
"Aku akan berdoa setiap saat untuk kesembuhan Aurora. Semoga saja dikabulkan," batin Elle.
"Dia adalah wanita berhati lembut. Pemaksaan tidak akan membuatnya bersimpati. Jadi, aku akan mengambil simpati itu dengan cara yang halus," batin Maverick.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments
Kiki Sulandari
Akhirnya Maverick mengerti tentang kepribadian Elle yg baik
Maverick akan melakukan pendekatan yg lebih halus & perlahan....
2022-09-20
1
ria
aq ngikut alurx othor..
aq pendukung rey elle
2022-09-20
1
🌸 𝑥𝑢𝑎𝑛 🌸
,
2022-09-20
2