Royal Garden

Asap berbau nikotin mengepul dari balik bibir tipis yang menggoda. Seakan cita rasa teramat nikmat, ia mengisap batang rokok lebih kuat lagi.

Jarum jam sudah menunjukkan pukul 01.00 dini hari, tetapi ia belum sedetik pun memejam. Sejak menginjakkan kaki di rumah mewah miliknya, lelaki dengan sejuta pesona itu hanya duduk di balkon kamar, menikmati dinginnya malam sambil merenungi sisa-sisa kenangan yang berserakan.

Di sekitar kakinya, puluhan puntung rokok berceceran. Entah sekuat apa jantungnya, hingga berani mengonsumsi nikotin melebihi batas wajar.

"Aku selalu nyaman setiap kali bersamamu, Rey. Aku sangat menantikan hari di mana kamu melamarku dan menikahiku."

Lagi-lagi ucapan Elle yang bernada manja terngiang dalam pikiran Reyvan. Kala itu, Elle menyandarkan kepala di bahunya, sedangkan dirinya mengusap mesra lengan mulus nan memikat.

Indah, satu kata yang paling tepat untuk mendeskripsikan suana saat itu. Namun, siapa sangka dari keindahan itu tercipta luka yang sangat menyakitkan.

"Kenapa hatimu berubah secepat ini? Padahal aku tidak main-main dengan perasaanku," ucap Reyvan yang hanya mendapat jawaban dari angin malam.

Setelah puas menyiksa diri dalam kenangan kelam, Reyvan bangkit dan masuk ke kamar. Dia berjalan menuju ranjang dan menghempaskan tubuhnya di sana. Tanpa melepas tuksedo dan sepatu pantofel, Reyvan memejam dan berusaha tidur.

Keesokan harinya, Reyvan terbangun selagi fajar baru menyingsing. Dia merendam tubuhnya dalam air hangat sebelum bersiap ke kantor.

"Baguslah, perasaanku jauh lebih baik dibanding semalam," ucap Reyvan ketika menatap bayangannya di dalam cermin.

Tak lama kemudian, pintu kamarnya diketuk dari luar. Disusul ucapan sopan dari ART yang bekerja di rumahnya.

"Tuan Rey, Tuan Izal sudah menunggu Anda di meja makan."

"Iya. Sebentar lagi aku akan turun," sahut Reyvan.

"Baik, Tuan."

"Aku terlalu lama berendam, sampai-sampai melupakan hal sepenting ini." Reyvan membatin sambil menyemprotkan parfum floral woody ke tubuhnya.

Usai memasukkan ponsel dan dompet ke dalam saku, Reyvan menyambar tas kerja dan membawanya ke luar kamar. Lantas, dia menuju meja makan dan menemui sekretarisnya—Faizal Magani.

"Selamat pagi, Tuan," sapa Izal.

"Pagi." Reyvan duduk di hadapan Izal. "Silakan makan!" sambungnya.

"Iya, Tuan."

Tak ada perbincangan lagi di antara mereka, hanya denting sendok dan kecapan lidah yang terdengar samar-samar.

Di rumah besar dan megah ini, Reyvan hanya tinggal bersama enam ART dan satu sopir pribadi. Orang tua dan adiknya tinggal di tanah kelahiran—Kota Malang, sedangkan kakaknya tinggal di Pulau Dewata. (Untuk yang ingin tahu kisah orang tua dan kakaknya Reyvan, ada di novel Noda season 1 dan 2)

"Kata Pak Tommy, kita tidak perlu buru-buru, Tuan. Beliau punya banyak waktu untuk menunggu," ujar Izal usai menghabiskan sarapannya.

Reyvan mengernyit, lalu menatap sekretarisnya sekilas.

"Menurutmu, apakah sikapnya itu wajar?"

"Maksudnya, Tuan?" Izal balik bertanya.

"Proyek Royal Garden, semua orang tahu aku mengincar itu. Tapi, dalam pelelangan aku kalah jauh dengan Linzy. Sekarang, dengan tiba-tiba dia menyerahkan proyek itu tanpa mengambil keuntungan. Bukankah dia terlalu mulia untuk hidup di zaman sekarang?" terang Reyvan.

Izal berpikir sejenak.

"Latar belakang Linzy sangat buruk. Bertahun-tahun berdiri, perusahaan itu tidak pernah berkembang, hanya jalan di tempat. Bahkan, banyak karyawan yang resign karena gaji yang rendah. Malam itu, dengan tiba-tiba Tommy menawarkan harga yang fantastis untuk Royal Garden. Aku curiga, jangan-jangan ada seseorang yang berdiri di belakangnya. Hanya saja, aku belum bisa menebak apa motif orang itu," sambung Reyvan.

"Dari hasil pemeriksaan saya, tidak ada hal yang mencurigakan, Tuan. Pak Tommy menggunakan uang pinjaman untuk mendapatkan proyek itu. Tapi, karena kemampuan yang rendah, beliau tidak berhasil mengembangkan. Daripada rugi, maka proyek itu dilempar kembali." Izal memberikan penjelasan terkait proyek Royal Garden.

"Cukup logis, tapi tidak ada salahnya kita waspada. Bisnis sangat keras, Izal, jangan sampai kita salah langkah."

"Iya, Tuan, saya mengerti." Izal mengangguk patuh.

Tuannya memang orang yang sangat berhati-hati meski sebenarnya juga ambisius. Dalam hal bisnis, dia selalu mengincar posisi tertinggi, tak peduli sesulit apa pun tantangannya. Tak heran bisnis yang ditanganinya berkembang pesat, bahkan sekarang jauh lebih besar daripada perusahaan milik ayahnya.

Setelah menghabiskan sarapan, Reyvan dan Izal berangkat menuju lokasi proyek.

"Tom Linzy, entah kamu punya maksud tertentu atau tidak, yang jelas aku tidak bisa memercayaimu. Tapi, Royal Garden adalah proyek yang sangat menguntungkan, aku tidak bisa melepasnya begitu saja," batin Reyvan.

Sejauh ini, Reyvan tidak pernah gagal dalam mengambil pilihan. Namun, entah untuk sekarang. Meski berhati-hati, tetapi ambisi yang lebih mendominasi. Akankah dia bisa selamat andai Royal Garden menyimpan jebakan keramat?

Royal Garden adalah proyek besar di sekitaran Pulau Seribu. Menawarkan hunian mewah di tempat yang strategis, sungguh bisnis yang menguntungkan.

Awalnya, proyek ini berada dalam naungan Golden Group—perusahaan properti yang cukup berpengaruh di Ibu Kota. Namun, karena ada kesalahan internal, keuangan perusahaan tersebut lumpuh dan tak bisa meneruskan proyek.

Demi menutupi kerugian yang sangat besar, Golden Group melelang proyek tersebut. Sempat terjadi persaingan sengit antar pebisnis, termasuk Reyvan. Mereka saling mengungguli demi mendapatkan Royal Garden. Namun, siapa sangka pemenang lelang tersebut malah perusahaan kecil—Linzy Group.

Reyvan sempat kecewa. Baginya, proyek tersebut cukup mumpuni untuk dijadikan batu loncatan. Namun karena gagal, dia harus mencari pijakan lain untuk melompat lebih tinggi.

"Jangan terlalu dipikirkan, masih ada jalan lain yang lebih baik. Kamu pasti bisa." Kalimat semangat yang diucapkan Elle saat itu.

"Ah, kenapa ingat lagi." Reyvan membatin sembari memijit kepala yang tiba-tiba pening.

"Anda baik-baik saja, Tuan?" tanya Izal yang tak sengaja memergoki aksi tuannya.

"Ya, aku tidak apa-apa." Reyvan menjawab sambil membuang pandangan. Dia menatap gedung-gedung tinggi demi mengalihkan ingatan yang lagi-lagi tertuju pada Elle.

Namun, tindakan itu sia-sia. Bayang-bayang Elle tetap menghantui, memaksanya mengenang kisah manis yang sebenarnya tak layak untuk dilupakan.

"Sebentar lagi kita sampai, Tuan," ucap Izal.

"Iya." Reyvan menjawab singkat.

Tak lama kemudian, mobil memasuki area pembangunan. Izal menghentikannya di dekat tumpukan material. Lantas, dia keluar dan membukakan pintu untuk tuannya.

Dengan gagah, Reyvan turun dari mobil. Pandangannya menyapu ke segala arah, menilik satu demi satu kerangka bangunan yang dipenuhi anyaman besi. Untuk kedua kalinya, dia mengagumi desain tersebut.

"Selamat datang, Tuan Rey. Bagaimana kabar Anda?"

Reyvan menoleh dan mendapati sosok pria dewasa yang belum lama mengalahkannya—Tommy. Entah di mana posisinya tadi, mengapa begitu cepat menghampiri.

"Saya baik." Reyvan menjawab sambil menyambut uluran tangan Tommy.

Dalam beberapa saat, mereka saling berbasa-basi dan melemparkan senyuman yang entah tulus entah tidak. Lantas, Tommy mengajak Izal dan Reyvan menuju mess yang biasa digunakan untuk istirahat para pekerja.

"Ini surat-suratnya, silakan diperiksa!" Tommy menyerahkan beberapa berkas kepada Reyvan dan Izal.

"Anda sama sekali tidak mengambil keuntungan. Boleh saya tahu apa alasannya?" selidik Reyvan.

Tommy tersenyum, "Tempo hari saya terlalu berambisi, sampai-sampai tidak memikirkan konsekuensi. Perusahaan saya terlalu lemah untuk menyelesaikan proyek ini. Lihatlah, sudah satu bulan penuh, tapi tidak ada satu pun yang bisa saya kerjakan. Jika bersikeras mempertahankan ini, maka saya akan hancur. Untuk itu, saya melemparnya kepada Anda. Saya tidak mengambil keuntungan karena saya belum melakukan apa pun. Saya hanya ingin uang itu cepat kembali, jadi bisa digunakan untuk menangani proyek lain yang saya mampu."

Reyvan hanya menanggapinya dengan anggukan. Lantas, dia kembali fokus dengan berkas-berkas yang ada di tangannya. Setelah diteliti dan dipahami, dia menyimpulkan bahwa semuanya aman. Lalu tanpa ragu, Reyvan menandatangani kontrak tersebut.

"Tidak ada yang salah dengan poin-poinnya, pasti ini bukan jebakan," batin Reyvan penuh keyakinan.

Di hadapan Reyvan, Tommy tersenyum sambil menatap penuh arti. Sementara di seberang mereka—di balik lemari penyekat, dua orang sedang mengawasi gerak-gerik Reyvan.

"Kau puas dengan pemandangan itu?" tanya pria dewasa kepada seseorang yang berdiri di sampingnya.

Namun, orang itu tidak menyahut, hanya menunduk sambil mengepal erat.

"Menentukan nasib orang selemah dia bagiku sangat mudah, bahkan tidak lebih sulit dari menjentikkan jari. Kau ... pandai-pandailah menjaga sikap!" sambung sang pria dengan tegas.

Bersambung...

Terpopuler

Comments

ria

ria

màsih nyimak..

2022-09-16

2

🍀⃟🐝𝐑𝐢𝐞𝐍𝐚⁶⁹

🍀⃟🐝𝐑𝐢𝐞𝐍𝐚⁶⁹

msh jd teka teki knp elle memutuskan hubungan dng reyy

2022-09-12

2

🌸 𝑥𝑢𝑎𝑛 🌸

🌸 𝑥𝑢𝑎𝑛 🌸

Next Thor

2022-09-10

2

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!