"Pak, sebaiknya saya tinggal di kontrakan saja. Saya tidak ingin merepotkan keluarga kalian."
Setelah insiden kotoran di mata, Alana malunya bukan main. Dia menyadari kalau pada saat itu dirinya baru saja bangun tidur dan belum melakukan cuci muka ataupun gosok gigi. pada akhirnya Alana ke kamar mandi terlebih dulu membersihkan wajahnya dan juga menggosok gigi kemudian dia kembali bergabung di tengah keluarga Tristan yang penuh kehangatan.
Dia pun dikagetkan oleh keputusan wanita dewasa yang menawarkan agar dirinya tinggal bareng bersama keluarga Tristan di rumah megah tersebut.
Tentu saja Alana menolak tegas ajakan tersebut. Dia sadar jika dirinya bukanlah sanak saudara dan tidak memiliki hubungan apapun dengan keluarga tersebut.
Tetapi atas paksaan Mama Jihan dan Marko, membuat Alana tidak bisa menolak namun dia masih berusaha bernegoisasi dengan Tristan agar tidak tinggal di keluarga Tristan.
"Saya tidak bisa menolak keinginan Mama saya. Kalau kamu ingin menolak, menolak saja langsung kepadanya. Jangan bicara pada saya."
"Isshhh Bapak kan anaknya, seharusnya Bapak bantuin saya. Saya itu tidak pantas tinggal bersama dengan kalian, apa kata orang-orang nanti? Saya hanya seorang wanita cacat, miskin dan memiliki kekurangan tidak pantas tinggal bersama keluarga kaya, terhormat seperti keluarga Anda ini, Pak. Bagaimana kalau orang-orang menghina kalian hanya gara-gara ada saya di rumah kalian?"
Alana merasakan minder, minder karena pertama dia bukanlah siapa-siapa, kedua derajat mereka jauh berbeda, ketiga status mereka bagaikan langit dan bumi dan ke empat takut jika orang-orang mempermalukan keluarga Tristan. Kalaupun keluarga Tristan bukan keluarga kaya anak pun masih tidak mau menerima tawaran tersebut.
"Jangan dengarkan kata orang, toh, keluargaku tidak keberatan. Tidak perlu banyak protes! Saya tidak bisa melawan keinginan mama dan papa. Kalaupun berusaha keras saya melawan mereka, mereka akan tetap pada pendiriannya. Mending sekarang kamu nikmati saja tawaran orang tuaku, mumpung gratis tidak dipungut biaya sepeserpun."
"Tetap saja saya tidak enak hati," jawab Alana murung takut akan hal-hal yang akan terjadi kedepannya.
"Sudah turun! Mending sekarang kau kerja yang benar, cari duit yang banyak, kumpulkan uang sebanyak mungkin. Dan tunjukkan kepada mereka-mereka yang menghinamu kalau kau mampu berdiri sendiri di atas keterbatasanmu dan mampu merubah nasib mu."
Bahkan bekerja pun Alana sampai diantarkan oleh Tristan atas perintah mamanya.
Alana membuang nafasnya secara kasar, dia pun turun dari mobil. Dan di saat turun seseorang memicingkan mata untuk memastikan kembali penglihatannya.
"Dim, Dim, berhenti sebentar!" Ica menepuk-nepuk budak Dimas meminta motornya diberhentikan.
"Ada apa, Ca?" Saat motor berhenti, Ica langsung turun untuk mendekati dan memastikan kembali apakah benar jika wanita yang turun dari mobil Pajero hitam adalah Alana?
"Eh, pincang." pekik Ica membuat Alana menoleh.
Gadis itu memutar matanya jengah bisa bertemu dengan kakaknya di sini. "Nenek lampir lagi, males dah gue bertemu dengan dia. Meskipun Ica kakakku tapi enggan sekali ketemu dengannya," batin Alana.
"Rupanya ini kau, keluar dari rumah jadi simpanan om-om ya? Murahan sekali. Dibayar berapa satu mala kau sama om-om hingga mau jalan bareng dengannya?" Ica belum melihat siapa pria yang ada di dalam mobil tersebut.
Dimas mendekati keduanya, sedangkan Tristan memperhatikan dari dalam. Kalau situasi memanas barulah dia keluar.
"Ca, mending kita pergi dari sini, jangan buat keributan. Biarkan dia hidup dengan caranya, ini bukan urusanmu."
"Aku tidak buat keributan, aku hanya ingin tahu pria seperti apa yang sudah wanita cacat layani. Bisa-bisanya dia turun dari mobil mewah sedangkan keadaan dia begitu menyedihkan seperti ini. Aku curiga dia sudah menjadi simpanan om-om botak, perut buncit."
Dimas memandangi lekat ala anak dalam hati bertanya-tanya, "Apa benar Alana menjadi simpanan om-om? Tidak mungkin kan dia bisa kenal dengan orang kaya di saat keadaannya seperti ini? Yang ada mereka pasti enggan berteman dengan wanita seperti Alana," batin Dimas.
"Mau kau itu apa sih, Ca? Mau saya jalan bareng dengan siapapun itu bukan urusanmu, mau saya keluar dari mobil atau pun turun dari motor pun bukan urusanmu. Urus saja dirimu sendiri! Toh, bagimu saya ini bukan siapa-siapa jadi jangan pernah ngurusin hidup saya!"
"Atau mungkin kau iri padaku karena wanita cacat sepertiku, wanita jelek sepertiku, wanita burik dekil banyak jerawat sepertiku mampu menggaet pria kaya? Sedangkan dirimu, hanya mampu menggaet pria biasa saja." Alana tersenyum mengejek membuat Ica naik pitam.
"Kau... Kau benar-benar kurang ajar. Mana mungkin saya iri pada wanita sepertimu. Dan saya yakin tidak akan ada pria yang mau kepada wanita sepertimu, bahkan Dimas pun berpaling dari."
"Siapa bilang tidak ada pria yang mau sama Alana?" sahut Tristan membuka kaca mobilnya menampakan wajah yang sedari tadi bersembunyi di balik kaca memperhatikan perdebatan kedua wanita itu.
Ica seketika terpaku mengagumi ketampanan Tristan. Dia pikir orang yang ada di dalam mobil ini om om botak memiliki perut buncit, sudah tua, tapi ternyata di luar dugaannya.
Tristan turun, kemudian berdiri tepat di samping Alana dan merangkul pinggangnya. tindakan itu membuat anak kaget begitupun dengan Dimas dan juga Ica.
"Orang yang sedari tadi kau hina ini adalah kekasih saya. Orang yang sedari tadi kau bilang pria tua, botak, serta memiliki perut buncit, itu adalah saya."
"Tidak mungkin pria tampan sepertimu kekasih wanita cacat seperti dia?"
"Kenapa tidak mungkin? lalu bagaimana dengan dirimu yang juga tidak mungkin menjadi kekasih pria tampan di sampingmu ini," balas Tristan melirik Dimas yang sedari tadi diam mematung menatap dalam Alana dengan sorot mata yang berbeda.
Tristan bisa menebak sorot mata tersebut.
"Hahahaha hari gini masih saja halu, sadar woyy...!"
"Hahahaha iri, bilang Bos..." jawab Alana membuat tawa ejek Ica terhenti menjadi delik tajam permusuhan. Dalam hati nya dia merasa iri Alana mendapatkan pria yang jauh tampan dan kaya dari Dimas.
"Saya yakin, di sini yang sudah berusaha menggaet pria itu adalah kau, Nona. Saya juga yakin kalau Anda berbuat hal di luar dugaan hingga pria di sampingmu ini bisa berpaling kepadamu."
Ica kembali diam, Dimas pun tidak membela karena memang itulah kenyataannya.
"Ah sudahlah, percuma bicara dengan wanita sepertimu. Ayo sayang, kita masuk dan belanja sepuas mu," ajak Tristan membawa Alana masuk ke dalam masih dengan posisi merangkul pinggang Alana.
Alana memanfaatkan situasi seperti ini. "Enggak apa-apa dah gue manfaatin buat manas-manas sin tuh Caca mari ca hei hei," batin Alana merangkul lengan kiri Tristan.
"Dengan senang hati sayang. Kamu emang kekasih terbaikku mau membelanjakan kekasihmu ini," balas Alana melirik Ica membalasnya penuh ejekan.
Dan itu membuat Ica panas dan geram. Diapun pergi menarik Dimas penuh kekesalan. "Buruan jalan!"
"Kurang ajar sekali si pincang itu, awas kau. Akan ku rebut pria itu seperti ku merebut Dimas darimu," batin Alana tidak suka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
玫瑰
ada yang tercium bau terbakar?..hahaha
2022-10-07
0