"Dari mana saja kamu jam segini baru pulang?" nampak Dewi tengah berdiri di depan pintu rumahnya sambil bertolak pinggang menatap tajam Alana.
Alana membuang nafas secara kasar sudah pasti ini akan terjadi ini sudah menjadi kebiasaannya ketika ia telat dari rumah ketika ia belum pulang juga maka ibunya akan marah-marah.
"Habis bekerja." jawab Alana dingin melenggang pergi melewati ibunya. Tak ada lagi rasa sopan santun yang Alana tunjukkan terhadap wanita yang sudah melahirkannya.
"Bohong Bu, dia itu tidak bekerja melainkan keluyuran bersama seorang pria kaya raya. Mungkin saja dia menjadi wanita pelacur."
Ica menyahuti dari arah belakang Alana yang juga sama-sama baru pulang ditemani Dimas sang kekasih yang juga ikut berjalan beriringan.
"Jangan asal nuduh kau. Aku beneran bekerja tidak seperti yang kau tuduhkan," balas Alana tidak terima jika kakak rasa kakak tiri itu menuduhnya yang tidak tidak.
"Mana ada maling mau ngaku kau pikir dengan alasan bekerja aku tidak akan tahu begitu? Ck, kau salah, justru aku tahu apa yang kau lakukan di luaran sana bersama pria hidung belang."
Ica sudah benar-benar keterlaluan dia sampai sedemikian rupa menyakiti adiknya sendiri.
"Alana, apa benar yang dikatakan Kakak kamu itu kalau kau menjadi simpanan pria dan menjadi seorang wanita pela cur?" yang anehnya entah kenapa Dewi selalu saja termakan provokasi Ica.
"Percuma menjelaskan kepada kalian, pembenci akan tetap membenci meskipun aku menunjukkan bukti jika aku bukan wanita seperti yang Ica tuduhkan."
"Percuma aku membela diriku sendiri kalau pada akhirnya Ibu akan tetap percaya kepada omongan anak kesayanganmu ini," lanjut Alana.
"Aku sudah tidak peduli lagi dengan ocehan kalian. Aku sudah tidak peduli lagi dengan apa yang selalu kalian lakukan. Meskipun aku anak kandungmu tapi di sini ku merasa bagaikan anak tiri. Dan mulai hari ini Alana tidak ingin lagi mengikuti semua perintah ibu ataupun perintah Ica. Lebih baik Alana pergi dari sini daripada harus tinggal di rumah bagaikan neraka ini."
Keputusan Alana sudah bulat, tekadnya tidak ingin diganggu gugat, kesabaran dia sudah habis dan rasa hormat pun tak ada lagi ia tunjukkan kepada dua orang itu. Lebih baik dia keluar dari rumah nya daripada harus terus menerima kekangan, cacian, makian dari orang-orang tersebut.
Alana melirik Dimas sebentar lalu menang ke dalam rumah tanpa memperdulikan panggilan dari ibunya.
"Iya, lebih baik kau pergi dari sini! Kami tidak membutuhkan anak cacat sepertimu. Kami malu, kami tidak ingin lagi kau berada di sini," seru Dewi menatap Alana dengan tatapan sulit di artikan.
"Pergi yang jauh Jangan sampai kau kembali lagi ke hadapan kami!" timpal Ica merasa puas jika Alana pergi dari rumahnya.
"Kalian tenang saja, aku akan pergi sejauh mungkin dan tak akan kembali terkecuali kalian mati." Sahut Alana berteriak dari dalam kamar tidak memperdulikan lagi sikapnya yang sudah keterlaluan.
Mau dibilang anak durhaka, bodo amat. Mau dibilang kurang ajar, terserah. Mau dibilang tidak punya sopan santun, silahkan. Alana sudah tidak tahan lagi bertahan di dalam rumah penuh kebencian.
Dimas hanya diam memperhatikan dan juga mendengarkan perbincangan penuh keributan dari keluarga itu. Dia tidak ingin ikut campur apalagi membela. Bukan ia tidak merasa kasihan dan tidak iba, melainkan Dimas tidak ingin jika ia membelanya maka nyawa Alana yang akan terancam.
"Maafkan aku yang tidak bisa membelamu di hadapan keluargamu. Tapi, aku akan tetap berdoa semoga kamu mendapatkan kebahagiaan di luaran sana. Kamu berhak bahagia Alana," batin Dimas bergetar menahan rasa bersalah dan sesak melihat Alana terus di perlakukan tidak baik.
Mereka hanya memperhatikan Alana tanpa mencegah. Gadis itu dengan terkencang-bincang bersusah payah mengeluarkan kopernya dari dalam kamar hingga keluar rumah.
Tanpa berpamitan, tanpa berkata sepatah kata pun, Alana terus melangkah pergi mencari tujuan hidup yang sebenarnya. Yaitu, sebuah kebahagiaan yang ingin ia rasakan, yang ingin ia dapatkan di luaran sana.
Wajahnya menengadah ke atas langit terpejam seraya menghirup dalam-dalam udara lalu menghembuskannya secara kasar.
"Papa, aku tidak sanggup lagi tinggal bersama Ibu dan Ica. Maafkan Lana meninggalkan rumah ini. Tidak ada yang sayang kepada aku selain Papa seorang."
*******
Kantor AG trade center
Tristan tengah menemui pemilik mall terbesar di kotanya. Dia sedang melakukan pengajuan kerjasama lagi yang akan ia luncurkan di kota B.
Sedangkan putranya sudah pulang duluan. Karena Ariel ada les sekolah jadi Tristan memulangkannya dulu ke rumah Claudia.
Pemilik mall yang tidak lain adalah Andrian geraldo suami dari Kanaya, mantan istri pertamanya. ( Sebelum nya, kisah mereka ada di SANG PELAKOR, kau selingkuh aku mendua. Mampir dulu ke sana agar kamu paham sedari awal jalan ceritanya. )
"Ian, gue mau kerja sama lagi nih sama lo. Gue mau memasarkan produk-produk jualan gue di mall milik lo yang ada di kota B." Tidak ada lagi rasa sungkan, tidak ada lagi rasa canggung, tidak ada lagi rasa dendam, tidak ada lagi rasa benci yang Tristan rasakan untuk pria di hadapannya.
"Gue sih hayu hayu saja asalkan lo mampu menggembangkan usahawan ke berbagai kota. Maka gua akan ada di belakang lo sebagai penyemangat lo dan sebagai orang yang akan membantu lo untuk mengembangkan usahamu ini."
"Mau menjual produkmu di mall ku yang di kota lainnya pun boleh saja, yang penting hasilnya sama-sama menguntungkan. Untung bagimu dan tentunya untung bagiku," lanjut Andrian lalu menyeruput teh hijau kemudian menyimpannya lagi.
"sudah kayak saja masih saja ingin untungnya rata sekali-kali bagilah keuntungannya gue 70 piece persen kalau 30%.
"Mana bisa seperti itu? ini dunia bisnis bro. Kita harus benar-benar seimbang. Tidak ada yang dirugikan, tidak ada yang lebih menguntungkan. Kita harus sama-sama, agar nantinya kalau seimbang tidak akan ada percekcokan di luaran sana. Ini prinsip gue."
Tristan mengangguk-anggukkan kepalanya mengerti dan tentunya menyukai prinsip Andrian. "Benar juga sih, gue setuju dengan lo."
Nampak seseorang masuk ke ruangannya Adrian, dan orang itu ternyata Kanaya istrinya.
"Sayang, kerjanya sudah selesai belum?" tanya Naya menghampiri kedua pria itu.
"Sudah, aku lagi berbicara dulu sama Tristan mengenai pekerjaan." Andrian berdiri membereskan semua dokumen-dokumen yang ada di atas meja.
"Kalian mau check kandungan Naya, ya?"
"Iya, makanya aku sengaja kesini ingin check bareng suamiku." Naya tengah hamil lagi dan usia kandungannya baru memasuki tiga bulan.
"Andrew tidak ikut? bukankah Anak itu paling semangat ingin melihat adik bayinya?"
"Dia lagi tidak mau diajak saking asyiknya bermain dengan kucing kesayangannya di rumah Mama," jawab Andrian.
"Pantesan, biasanya juga bocil itu paling tidak ingin ketinggalan."
Dan mereka bertiga pun meninggalkan kantor berjalan beriringan kemudian berpisah ketika di parkiran mobil.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
玫瑰
Ke mana tujuan Alana?
kasihan dia terbiar di luar sana.
2022-10-04
0