"Mah, Pah, doakan Tristan agar hasil pemeriksaan menunjukan bahwa keadaannya baik-baik saja," ucap Tristan di saat tengah sarapan bersama.
"Tentu Mama akan mendoakan yang terbaik untuk kamu."
"Papa juga mendoakan mu semoga pengobatan yang sudah kamu lakoni membuahkan hasil. Papa berpesan kepada kamu untuk tidak melakukan apa yang kau lakukan dulu."
"Tristan akan berusaha untuk menjaga diri Tristan agar tidak terjerumus lagi dalam lubang lumpur."
*******
"Bagaimana Dok, hasilnya? Apa Difungsi ereksi saya sudah mulai membaik?" Untuk kesekian kalinya Tristan memeriksa kan hasil pengobatan yang selama ini ia lakukan. Hampir selama hampir satu tahun ini dia rutin melakukan berbagai macam cara untuk menyembuhkan penyakit yang ia derita.
Tristan melakukan pengobatan mulai dari terapi Testosteron
Pada beberapa kondisi, disfungsi ereksi juga disertai dengan rendahnya kadar hormon testosteron. Maka dari itu, mengatasi disfungsi ereksi bisa saja dilakukan dengan tindakan terapi penambahan hormon ini. Biasanya, terapi testosteron dilakukan sebagai langkah pertama dalam mengatasi disfungsi ereksi.
Mengkonsumsi Obat khusus untuk mengatasi disfungsi ereksi.
Menggunakan alat bantu, yaitu tabung vakum yang sudah dirancang khusus. Dalam terapi ini, kamu akan diminta untuk memindahkan cincin elastis khusus dari ujung tabung ke dasar pe nis. Tujuannya untuk menjaga darah mengalir kembali ke dalam tubuh. Dibutuhkan beberapa kali latihan untuk dapat menggunakan alat vakum ini.
Hingga pengobatan tradisional pun Tristan lakukan demi bisa membangunkan kembali miliknya.
"Saya juga sudah menghindari kebiasaan merokok dan tidak konsumsi alkohol yang berlebihan." Ya, dulu Tristan memang sering minum minuman beralkohol. Tapi kini setelah mengetahui salah satu mencegah, salah satu cara untuk mengobati impotensi nya yaitu tidak meminum alkohol.
"Saya juga sering olahraga teratur,
makan makanan yang sehat, bahkan sudah melakukan akupuntur dan meminum ramuan herbal untuk memulihkan kembali milikku," ucap Tristan panjang lebar mengenai apa saja yang sudah ia lakukan.
"Menurut pemeriksaan, difungsi ereksi Anda kini berangsur membaik. Tapi tetap Anda harus melakukan program kesehatan untuk kembali mencegah terjadinya Impotensi," jelas Dokter.
"Dan untuk lebih memastikan kembali apakah milik Anda benar-benar sembuh atau tidak, Anda harus mempraktekkannya langsung kepada istri Anda." Sambung sang dokter menyarankan Tristan untuk mempraktekkannya agar bisa mengetahui hasil yang sebenarnya. Namun menurut pemeriksaan keadaan senjata Tristan sudah membaik.
Batin Tristan berkata, "Mau mempraktekkan nya bagaimana, istri saja tidak punya. Baru saja melamar, eh sudah ditolak mentah-mentah."
"Berarti kemungkinan saya sudah sembuh, dok?"
"Menurut pemeriksaan 80% sudah. Dan yang 20% nya lagi tinggal melakukan tes Drive dengan pasangan Anda. Ingat, harus pasangan halal prakteknya." Dokter itu menekankan kata halal sekaligus mengingatkan Tristan.
Tristan mengangguk, rasa senang menyeruak ke dalam relung hati setelah mengetahui jika keadaan senjata yang ia banggakan kini berangsur membaik. Sekarang dia akan kembali normal namun, tetap harus jaga kesehatan dan tidak bisa sembarangan main masuk lubang. Begitu pikir Tristan.
"Tinggal cari istri untuk memastikannya. Nah, ini yang paling sulit. Mencari wanita yang mau menerima segala kekurangan seseorang," batin Tristan.
*******
Kediaman Alana.
Alana dan Ica tengah sarapan bersama. Di tengah lahapnya mau makan makanan itu Ica bersuara, "Hai pincang, ambilkan saya minuman dingin!"
Alana yang tengah memakan roti hanya melirik sekilas tanpa merespon ucapan Ica. Alana sudah muak bila terus diperintahkan ini itu meski Ica adalah kakaknya sendiri.
Ica mengeram tidak biasanya Alana pelet dalam melakukan perintahnya. "Woi pincang, gue bilang ambilkan air minum di kulkas sekarang bukan besok! Lo tuli, ya?" sentak Ica kesal pada adiknya ini.
"Kau punya kaki, kan? kau punya tangan, kan? masih bisa berjalan normal, kan? ambil saja sendiri! Punya kaki kok masih saja memerintahkan orang lain. Kau normal tapi seperti cacat," balas Alana enggan lagi mengikuti perintah kakaknya.
Sudah cukup selama ini Ica semena-semena dan tidak lagi untuk hari ini hingga seterusnya. Alana memiliki batas kesabaran, bagaimana tidak, hampir setiap hari, hampir selama 19 tahun ini dia selalu diperintah ini itu oleh Kakak dan ibunya.
Braakk...
Ica menggebrak meja membuat kegaduhan di dapur. "Sudah berani ya, kau melawan kakakmu ini? seharusnya kau menurut apa kata orang dewasa."
"Kakak, Kakak macam apa dirimu ini? kamu tidak pantas disebut Kakak. Meskipun kita memiliki darah yang sama tapi perlakuan mu kepadaku tidak menunjukkan layaknya seorang Kakak. Mulai hari ini aku tidak mau lagi mengikuti perintahmu terserah kau mau mengadu kepada Ibu, mau mengadu kepada polisi, ataupun mau mengadu kepada presiden sekalipun aku tidak peduli," sergah Alana meninggikan suaranya.
Ica terkesiap untuk pertama kalinya dia lihat dan mendengar awan melawan.
"Iya, akan aku adukkan perbuatanmu kepada Ibu agar ibu menghukum mu."
"Aku tidak peduli, terserah kau saja!" Alana berdiri menggeserkan kursinya secara kasar mengambil satu roti yang ia siapkan tadi.
Ica tidak terima Alana tidak lagi mengikuti perintahnya. "Hei pincang, kau ini anak pembawa sial. Gara-gara kau Papa meninggal, seharusnya kau tahu diri, tinggal di sini setidaknya mau mengikuti semua perintahku dan ibu."
Alana memberhentikan langkahnya, dia mengepal kuat tangannya tidak terima selalu disalahkan seperti ini. Bukan salah dia papanya tiada, bukan salah dia apa yang terjadi kepada keluarganya. Ini sudah takdir, lalu kenapa kedua orang yang seharusnya melindungi dirinya selalu menyalahkannya?
"Kau anak pembawa sial, kau pincang." Sentak Ica membuat Akana marah hingga roti yang ia pegang tadi dilemparkan tepat mengenai wajah Ica.
"Aku bukan pembawa sial! Apa yang kita alami semua takdir dari Tuhan. Bukan aku penyebabnya."
"Pincang sialan." Icha tidak terima selai roti mengenai wajah cantiknya. Dia pun kesal mengambil sendok dan melemparkannya kepada Alana.
Alana segera menghindar hingga layangan sendok tersebut tepat mengenai seseorang.
"Aaawww..." Alana dan Ica melirik ke arah asal suara. "Ibu...!"
Sorot mata Dewi memancarkan ketidaksukaan. "Siapa yang sudah berani melemparkan sendok ini?" Dewi baru saja keluar kamar hendak menuju dapur dan tanpa diduga keningnya kena lemparan sendok.
"Alana, Bu. Dia yang sudah melempar sendok itu. Bahkan dia juga melempar roti, lihat Bu, wajahku saja terkena selai roti," adu Ica.
"Bukan aku yang melemparkan sendok nya tapi Icha." Alana membela diri.
"Alana bohong, Bu. Ibu percaya kan kalau aku tidak mungkin menyakiti Ibu. Alana tidak suka sama Ibu dan aku jadi dia berusaha membuat ke kacawauan dapur ini."
Dewi menggeram percaya akan omongan Ica. "Kau...! Sudah Ibu katakan jangan buat ulah di rumah ini, hah." Dewi mencengkram pipi Alana.
"Dasar anak kurang ajar, tidak tahu diri." Umpat Dewi menghempaskan cengkeramannya dari wajah Alana.
Alana memilih meninggalkan dapur dengan berjalan pincang enggan melawan. Dewi menarik tangan Alana membuat Alana berbalik secara kasar.
"Hei, mau kemana kau? Ibu sedang bicara sama kamu, jangan asal pergi saja. Punya sopan santun tidak, hah?"
"Seharusnya Ibu tanya pada diri Ibu sendiri apa pernah Ibu mengajarkan aku sopan santun tidak?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments