Harap kebijakan dalam membaca..!!
🌹🌹🌹
Kamar itu tidak memiliki lampu karena letaknya jauh di atas pegunungan. Hanya ruang kecil berukuran dua setengah kali tiga meter dengan inventaris seadanya, satu ranjang berukuran seratus dua puluh kali dua ratus centimeter panjangnya, satu lemari, satu kamar mandi dalam dan seluruh ruangan itu hanya berfungsi dengan tenaga surya.
"Dingin sekali Bang" Fia menggigil.
"Bersihkan badanmu dulu di kamar mandi, Abang tunggu disini..!!" Kata Bang Zeni.
Fia segera berjalan masuk kamar mandi yang cahayanya tidak seberapa terang. Sesekali suara petir masih terdengar menyambar.
"Abang jangan jauh ya?" Pinta Fia.
"Nggak"
~
Bang Zeni melucuti pakaiannya yang basah lalu menggantungnya. Kepalanya terasa berat dan sakit, debaran jantungnya begitu kencang, denyut nadinya berdesir menggelitik. Ia duduk menyisakan celana pendek yang masih melekat di badan. Itu pun setengah basah.
"Aku kenapa?? Melihat Fia rasanya benar-benar nggak kuat" Bang Zeni memahami jiwa lelakinya yang menggeliat ingin penyelesaian tapi dirinya tidak paham mengapa bisa terjadi hal seperti itu.
"Bang..!!" Sapa Fia terdengar lembut manja di telinga bang Zeni.
"Kenapa dek?"
"Fia lupa nggak bawa handuk.. tolong Bang..!!"
Ya ampun, cobaan apalagi ini???
"Dimana handuknya?" Tanya Bang Zeni setenang mungkin.
"Di tas yang Fia bawa Bang" jawab Fia malu-malu.
Bang Zeni terdiam sejenak, berarti dengan kata lain dirinya harus membongkar tas milik Fia tapi mau tidak mau, ia juga harus membongkarnya.
Di lihatnya satu persatu itu tas itu dan jelas dengan pasti ada barang keperluan wanita di dalam sana.
"Manis sekali, hitam berenda" gumamnya pelan dan akhirnya membuat respon tubuhnya semakin gelisah. Pikirannya pun holiday melanglang buana. "Astagaa.. handuk mana yang di maksud?? Ini sih bukan handuk.. tapi sapu tangan untuk muka. Lalu apa yang mau di tutup dengan kain sekecil ini. " Gerutu Bang Zeni melihat kain berukuran tiga puluh kali tiga puluh centimeter di tangannya. Ia pun mengambil sarung di tasnya karena dirinya memang suka memakai sarung.
tok..tok..tok..
"Nggak ada handuknya. Pakai sarung Abang saja..!!"
Fia mengulurkan tangan yang masih basah untuk mengambil sarung tersebut, saking terpesona nya Bang zeni sampai dirinya tidak berpindah tempat dari depan pintu kamar mandi.
"Abaang?" Fia terkejut karena Bang Zeni masih berdiri disana. "Awas Bang, Fia mau ambil pakaian..!!" Fia ingin menerobos Bang Zeni tapi suaminya itu tak bergeming.
Bang Zeni melangkah maju hingga Fia mundur dan terkunci di sudut samping pintu luar kamar mandi.
"Abang mau apa?" Tanya Fia.
Bang Zeni hanya mengecup kening Fia lalu turun di kelopak mata kanan Fia hingga akhirnya mengecup bibir istrinya itu. Tangan itu memegang kedua pinggang Fia lalu mendekapnya hingga tubuh keduanya sangat erat berhimpitan dan hanya berbatas kain saja. Perlahan tangan itu merangkak naik hingga menyentuh sesuatu yang tidak tersimpan dalam wadahnya dan disana Fia takut tapi ia malah bersandar di dada bidang Bang Zeni, telunjuknya mengangkat dagu Fia.
"Kita sudah menikah, Abang ingin sekali punya anak dari kamu" ucap Bang Zeni.
Fia mengangguk cepat dan paham.
Bang Zeni pun melepas lilitan sarung yang melingkar di dada Fia. "Abang janji akan lembut dan tidak akan menyakitimu..!!" Janji Bang Zeni. "Hidup harus berproses dan kamu harus menikmati dan merasakan setiap prosesnya." Wajah itu semakin mendekati wajah Fia.
~
Untuk beberapa saat Bang Zeni membuat Fia terbuai, ia pun mengalihkan Fia di ranjang. Ia tidak ingin Fia kaget dengan keadaan hari ini. Bang Zeni meminta Fia untuk menyentuh dirinya. Sebenarnya dirinya sangat tidak sabar karena sudah sangat tersiksa, tapi ia pun ingin Fia mengenal dengan adaptasi hubungan mereka.
Fia menarik tangannya tapi Bang Zeni menatap mata Fia lalu menuntunnya sekali lagi. "Nggak usah malu..!! Kenali tubuh suamimu..!!" Ucap Bang Zeni padanya. Fia pun pasrah. Untuk pertama kalinya dia lumayan kaget dan canggung tapi ada desir rasa yang tidak ia pahami.
Bang Zeni perlahan beralih posisi. Perlahan tapi pasti, ia menekankan tubuhnya.
"Aaaaaaahh Abaaaanngg" pekik Fia kaget. Bang Zeni pun tak kalah kaget dan langsung membungkam bibir Fia dengan bibirnya.
Fia berontak sekuatnya karena merasa takut tapi tenaganya tidak cukup untuk melawan tenaga Bang Zeni. Hanya kakinya masih sanggup meronta dan menendang tak karuan.
Disisi lain akal warasnya, Bang Zeni tak peduli dengan apapun lagi.. ibarat sudah basah, ia akan mandi sekalian untuk menyelesaikannya. Ia tau Fia menangis dalam diamnya, mungkin Fia pun sudah lelah hingga terpaksa harus kembali pasrah. Ada rasa tidak tega dalam hatinya. Perlahan ia melepas pagutannya. Kristal bening ikut menetes. "Pernikahan kita bukan sebuah kepalsuan. Abang menikahi mu karena Abang percaya, Tuhan tidak akan pernah salah mengirim bidadari. Insya Allah menjadi berkah dunia akhirat kita." Bang Zeni pun memulainya.
:
Tangan Bang Zeni mengepal, ia memejamkan mata dan menggigit kecil bibirnya. Erangan panjang dan akhirnya selesai sudah tugasnya memberikan nafkah batin untuk Fia.
"Alhamdulillah.." ucapnya lirih kemudian mengecup kening Fia. Ia pun bergeser dari atas perut sang istri.
"Eegghh.." Fia meremas lengan Bang Zeni.
Mata Bang Zeni melirik ke bawah dan senyum haru kembali tak bisa ia tahan. "Alhamdulillah.. Terima kasih sayang, kamu sudah menjaganya baik-baik" sekali lagi Bang Zeni mengecup kening Fia.
"Abang panggil Fia sayang?" Tanya Fia dengan segala kepolosannya.
"Allahu Akbar.. istri ku..!!"
***
"Saya datang terlambat ya Mar.. Fia sakit" Bang Zeni membuang sembarangan sisa rokok di tangannya.
"Sakit apa??" Tanya Bang Cemar.
"Biasa, masuk angin" jawab Bang Zeni singkat.
Bang Cemar tersenyum nakal sebab ia mengerti apa yang terjadi. "Waaoo.. nakal sekali anginnya, perlu di sentil nggak.?"
Bang Zeni lebih kalem dan tersipu mendengarnya, jelas sekali seperti bukan Bang Zeni. Suami Fia itu hanya sesekali menggeliat melemaskan ototnya.
"Ijin Dan, perwiranya harus lari ikut lintas medan" kata Om Wahyu.
"Waduh, saya nggak enak badan Yu. Biar Felix saja. Lutut saya sakit" jawab Bang Zeni.
"Siap.. Ijin.. Danki kenapa? Cidera?"
Baru bibir Bang Zeni akan menjawabnya, tapi Bang Cemar sudah menyambarnya. "Iya, tabrakan semalam"
"Ijin Dan..sama siapa?"
"Sama istri saya" Bang Zeni terdengar santai.
Om Wahyu mengangguk tak berani bereaksi.
.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 131 Episodes
Comments
Iis Cah Solo
akhirnta pertahanan jeboooollll...duuuuuhhhh legaaaaa...ploooonggg rasanya..😊😊😊😊
2023-09-03
0
hoomano1D
18+
18+
harap bijaksana dalam membaca
2023-02-07
1
Diana Novita Sari
jebol sudah pertahanan nya 😄
2022-10-15
1