Ratu tengah di obati oleh perawat. Sebenernya lukanya tidaklah serius, tapi karena Justin begitu mengkhawatirkannya Ratu menurutinya saja.
Justin mengawasi perawat yang tengah mengobati luka Ratu. Justin akan mengomel bila lukanya tidak merata di obati dan Justin tidak mau kalau lukanya Ratu nanti infeksi.
"Besok-besok nggak usah bawa motor lagi," ucap Justin, melarang Ratu.
"Aku juga terpaksa bawa motor. Lagian kamu juga, kenapa nggak ngebangunin aku. "
"Aku sengaja nggak ngebangunin kamu. Aku nggak tega bangunin kamu, mengingat semalam kamu mengigau dan menangis."
"Tapi kan tetap saja harus bangunin aku."
"Iya...." Lalu Justin menggendong tubuh Ratu dan akan membawanya keluar dari rumah sakit.
"Turunin. Aku bisa jalan sendiri," protes Ratu.
"Diam! Kamu lupa kalau kamu lagi terluka."
"Tapikan...." Justin langsung melototi nya dan akhirnya Ratu memilih bungkam.
Justin membawa Ratu pulang ke rumah dan tidak ingin Ratu bekerja dulu. Ratu harus banyak istirahat, biar lukanya cepat sembuh.
Tiba di rumah, Justin langsung membopong tubuh Ratu dan membawanya masuk ke dalam rumah.
"Aku mau jalan saja," pinta Ratu, dengan tatapan memohon.
"Nggak!" Tolak Justin.
Ratu mencebikan bibirnya dan terpaksa membiarkan Justin membopongnya sampai kemar.
"Loh! Ratu kenapa, Jas?" Tanya Mama Risti.
"Ratu jatuh dari motor, Ma," jawab Justin, sambil melangkah menuju kamarnya.
"Kok bisa?"
"Buktinya sekarang Ratu terluka," sahut Justin.
Sampai di kamar, Justin langsung menurunkan Ratu di atas ranjang. Menurut Ratu, sikap Justin berlebihan. Padahal dirinya hanya terluka biasa dan masih mampu untuk berjalan, tapi Justin memperlakukannya seperti orang yang terluka parah. Tapi di balik itu semua, hatinya Ratu senang dengan sikap perhatiannya Justin.
"Istirahatlah dan jangan banyak gerak dan juga jangan turun dari kasur," ucap Justin, seraya merebahkan tubuh Ratu.
"Terus kalau aku mau ke kamar mandi, bagaimana?"
"Ya... Kalau bisa jangan ke kamar mandi, kalau perlu kamu tahan saja."
"Memangnya apaan ditahan-tahan," sungut Ratu dan manamungkin dirinya harus menahan pup dan kencing. Justin memang aneh.
"Tutup mata kamu dan cepat tidur," suruh Justin sembari menyelimuti Ratu.
"Iya...!" Ratu lebih baik mengiyakan saja, daripada membantahnya. Nanti yang ada Justin bakal mengomel panjang kayak kereta api.
Meski tidak mengantuk, Ratu tetap memejamkan matanya dan berusaha untuk tidur. Sedangkan Justin, memilih duduk di meja rias sembari bekerja dan menjaga Ratu.
Semenit, dua menit dan... Entah sampai berapa menit, Ratu tetap tidak bisa tidur. Pada akhirnya Ratu membuka matanya dan melirik Justin yang sangat fokus ke layar laptopnya.
Ratu memandangi wajah Justin dan menyusuri pahatan wajah tegas Justin. Justin memiliki bola mata coklat, hidung mancung, dan kulit sawo matang. Di sekitar rahangnya di tumbuhi bulu-bulu halus yang semakin menambah tegas wajah Justin. Soal tampan? Jangan ditanya. Justin itu lelaki yang ganteng, Maco dan cool.
Tapi di balik ketampanan yang di milikinya, tersimpan sifat yang menyebalkan. Sudah galak, nyebelin dan lelaki yang susah di taklukkan.
"Jangan terlalu lama memandangiku. Aku nggak punya obat buat orang yang bucin sama aku," cetus Justin, tanpa melihat Ratu. Tatapan Justin masih terpaku ke layar laptop.
"Ck... Siapa juga yang suka sama kamu. Pede banget sih!" Balas Ratu seraya membelakangi Justin.
Justin menghentikan pekerjaannya dan mendekati Ratu.
"Bilang saja kalau kamu itu naksir sama aku."
"Naksir? Percuma naksir juga, kalau ternyata kamu itu belok."
Justin menjitak kepala Ratu. "Berapa kali aku katakan, kalau aku itu lelaki normal."
"Aku nggak percaya. Soalnya nggak ada buktinya."
"Ngapain aku harus membuktikannya. Apalagi sama kamu!"
"Berarti kamu memang belok."
"Terserah kamu mau berpikir apa. Cepat tidur."
"Aku nggak bisa tidur," jawab Ratu, yang kini mendudukkan diri.
Justin naik ke atas ranjang dan menarik tangan Ratu untuk berbaring di sampingnya, lalu Justin membawa kepala Ratu ke dalam dekapannya.
"Tidur," suruh Justin dengan nada memaksa.
Ratu memanyunkan bibirnya, lalu Ratu melingkarkan tangannya di pinggang Justin dan kakinya yang terluka menindih kaki Justin.
Justin menepuk-nepuk punggung Ratu pelan. Justin ngelonin Ratu sampai Ratu benar-benar tidur. Niatnya Justin hanya ngelonin Ratu, tapi ternyata dirinya juga ikut tidur.
***
Justin terbangun karena mendengar suara dering handphonenya. Pelan-pelan Justin menyingkirkan tangan dan kaki Ratu, setelah itu Justin segera mengangkat telponnya.
"Halo...." Jawab Justin seraya melangkah ke balkon.
"Aku mau lapor. Semua bukti kejahatan Pak Toni sudah lengkap. Apa kamu mau melaporkan kejahatan Pak Toni dan anaknya?" Ucap Hadi di ujung telepon.
"Nanti dulu. Sebelum kita laporkan Pak Toni ke polisi, kita jatuhkan dulu perusahaannya, setelah itu baru kita laporkan Pak Toni dan Armi."
"Oke...."
Justin mematikan sambungan teleponnya dan Justin kembali masuk, tapi saat akan masuk Ratu berdiri di ambang pintu dengan tatapan bertanya.
"Ratu...."
"Kenapa kamu ingin melaporkan Om Toni ke polisi?"
"Emm...." Justin bingung menjawab pertanyaan Ratu.
"Sebenernya aku su--"
Drrtt Drrtt
Handphone Justin berdering lagi dan langsung mengangkatnya.
"Halo... Pak Raska."
Ratu memilih kembali ke kasur dan menunggu Justin selesai menerima telpon.
"Ra, aku harus balik ke kantor."
"Iya...."
"Ingat, jangan terlalu banyak bergerak dan luka kamu jangan kena air dulu, agar lukanya cepat sembuh." Justin kembali mengingatkan Ratu dan Ratu pun mengangguk.
Justin segera berangkat ke kantor. Sedangkan Ratu memikirkan ucapan Justin tentang Pak Toni.
"Kenapa Justin ingin melaporkan Om Toni ke polisi dan kenapa Justin ingin menjatuhkan perusahaan Om Toni? Kira-kira masalah apa?"
Ratu terus menduga-duga, masalah apa yang terjadi dan kesalahan apa Pak Toni kepada Justin.
"Apa aku harus cari tahu, masalahnya apa?" Gumam Ratu lagi.
Tok tok tok
"Masuk," suruh Ratu.
Mba Tuti pun masuk sembari membawa makan siang untuk Ratu.
"Kenapa mba Tuti bawa makanannya kesini?"
"Karena Tuan Ajas yang menyuruhnya," ucap Mba Tuti, lalu Mba Tuti meletakkan makanannya di atas nakas.
"Non Ratu harus segera makan, kalau tidak Tuan Ajas akan memarahi saya. Jangan lupa susunya di minum."
"Iya, Mba. Nanti aku makan," sahut Ratu.
"Jangan nanti, Non. Harus sekarang juga."
"Iya-iya."
Ratu mengambil makanannya dan segera di makan. Mba Tuti tetap menunggui Ratu menghabisi makanannya, karena ini adalah perintah Justin.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments
sryharty
awas nanti ratu malah salah faham lagi sama si jas jas jastiiiin
2022-09-30
0