Meskipun kaya, Kiara tetap memilih bekerja sebagai guru TK. Alasannya? Karena ia menyukai anak-anak. Namun, ia bekerja bukan di sekolah TK biasa. Sekolah itu berbasis internasional, di mana hanya anak-anak orang kaya yang bisa bersekolah di sana.
Ia pulang sebelum jam makan siang. Setelah memeriksa tugas-tugas anak didiknya, Kiara langsung beranjak meraih tasnya, lalu keluar dari ruang guru.
Sekolah itu juga bergabung dengan sekolah SD. Oleh sebab itu, ia sering berpapasan dan kadang berinteraksi dengan beberapa guru SD lainnya, termasuk pria tampan berkacamata ini.
Dia mendekat, lalu kata sapaan terucap dari bibirnya. "Siang, Bu Kiara."
Kiara menoleh dan membalasnya dengan sapaan dan senyuman ramah. "Siang, Pak Rama."
"Mau pulang, ya?" tanyanya lagi kikuk.
"Iya. Bapak mau makan siang, ya?"
Pertanyaan yang memancing topik pembicaraan yang bagus. "Iya. Kalo berkenan ... kamu mau nggak makan siang bareng sama saya?"
Pria lajang yang merupakan pria idaman hampir semua wanita. Kiara cukup tersanjung dengan tawaran ini—bukan pertama kalinya pria itu melayangkan tawaran yang sama. Namun, sayangnya....
"Maaf, Pak Rama. Saya udah janji mau makan siang sama papa," jawab Kiara, dengan senyuman tipis karena merasa tak enak hati pada pria itu.
Again, with same reason. Entah apa yang salah dan kurang darinya sehingga Kiara terus menolak ajakan sederhana itu. Apa Kiara tak menyadari perasaan pria itu pada dirinya?
Senyum kecutnya terkembang, yang kemudian dilanjutkan oleh ucapan. "Ya, tidak apa-apa. Next time?"
Kiara tersenyum ragu. "Em ... aku nggak bisa janji."
"Oke, nggak apa-apa. Tapi, boleh, ya, aku antar kamu pulang?" Rama mencoba lagi.
"Sori, Pak. Saya bawa mobil sendiri," tolak Kiara sambil memperlihatkan kunci mobilnya.
Rama menghela napas. Apa sudah waktunya ia menyerah? Selama sebulan berkenalan, tidak ada perkembangan berarti. Sulit sekali untuk bisa lebih dekat dengannya. Apa ini cara Kiara untuk menolaknya?
"Oke, nggak apa-apa. Hati-hati di jalan, ya."
Sapaan terakhir Rama hanya dijawab oleh senyuman manis Kiara. Kemudian, Kiara meninggalkannya menuju tempat mobilnya terparkir, dan buru-buru masuk ke dalamnya.
Napas panjang ia hela begitu ia duduk di dalam. Wajahnya berubah muram, memperhatikan Rama yang tengah memasuki mobilnya.
"Dia baik sih. Ramah pula. Tapi, bukannya mau sok jual mahal, cuma aku lebih mementingkan makan bersama keluargaku," gumamnya memelas.
Rasa tak enak hati merayap di dalam dirinya. Entah apa yang dipikirkan pria itu tentang sikapnya. Yah, semoga saja dia tidak berprasagka buruk padanya.
Setelah menghela sedikit keresahannya, Kiara menghidupkan mesin mobil lalu melajukannya. Jalanan Jakarta yang cukup padat membuatnya agak sedikit terlambat. Ia cemas jika ayah dan ibu tirinya sudah menunggu di meja makan dalam keadaan lapar yang tak tertahankan.
Ketika sampai di rumah, ia bergegas melompat turun dari mobil, lalu berlari kecil memasuki rumah. Namun, betapa tercengangnya ia, melihat meja makan belum tertata, dan tak ada seorang pun yang duduk di sana.
Ke mana papa dan mama?
Lantas, ia tergesa-gesa keluar dari ruang makan menuju ruang tamu. Iapun berpapasan dengan Kelvin, yang saat itu baru pulang sekolah.
Ia tertegun heran menatapnya, lalu melirik arlojinya. "Jam berapa sekarang? Kok udah pulang?" tanyanya pada remaja lelaki itu.
"Oh, itu. Tadi gurunya rapat. Oh, iya. Kakak kenapa keringatan gitu? Papa dan mama mana?" tanya Kelvin seraya melirik ke sekeliling ruangan.
Kiara menaikkan kedua bahunya. "Nggak tau. Mungkin masih di kamar."
"Oh. Kalau gitu, aku masuk kamar dulu, ya, Kak."
Setelah Kiara mengangguk mengijinkannya, Kelvin naik ke lantai atas menuju kamarnya. Sementara itu, ia memutuskan untuk menunggu di sini sambil duduk di sofa.
Baru akan mencapai sofa, derit pintu ruang kerja papanya terbuka. Spontan Kiara menoleh. Dua pria asing keluar dari ruangan itu. Namun, pria tampan yang berjalan di depan menarik perhatiannya.
Siapa mereka?
Kiara mematung memperhatikan kedua pria asing itu. Tak ada sapaan di antara mereka, tapi ia menunduk sebagai tanda penghormatan kepada tamu ayahnya itu.
Rasa penasaran terus menghampiri, sampai pandangannya tak lepas meski mereka telah keluar dari rumah ini. Kemudian, ia memalingkan wajah pada ibu tirinya yang baru saja keluar dari ruang kerja ayahnya.
Tunggu, ada yang janggal. Kenapa wajah ibunya muram, dan menghela napas berat?
Ia sengaja tak memanggilnya, tetapi menghampiri dengan dahi mengernyit. Sang ibu tiri baru menyadari kehadirannya begitu mendengar derap langkahnya yang semakin mendekat. Lalu, ia tersenyum dengan berusaha seceria mungkin.
"Kiara, kamu udah pulang, Nak?" sapanya.
Alih-alih tersenyum, Kiara semakin mengernyit. "I ... iya, Ma," jawabnya seadanya. "Oh iya, Ma. Tadi itu siapa?"
Air muka ibu tirinya berubah lagi, dan bahkan tak berani menatapnya ketika menjawab, "Mereka ... tamu papamu."
Meski senyuman wanita itu begitu lebar, semakin aneh bagi Kiara, seolah-olah sedang ada yang disembunyikan olehnya.
"Oh, gitu." Tak mau berdebat, Kiara hanya merespons seadanya.
"Oh, iya! Makan siang udah siap. Yuk, kita makan. Mama ajak papa dulu, ya. Kamu duluan aja ke ruang makannya." Cepat sekali wanita itu mengalihkan pikiran Kiara, dan itu berhasil.
Kiara mengangguk setuju sambil tersenyum. "Kebetulan Kelvin udah pulang. Aku ajak dia sekalian, ya?"
"Kelvin udah pulang? Bagus kalau gitu," seru ibu tirinya riang. "Ya udah, panggil dia. Kita makan siang bersama."
Kiara terlalu polos, sehingga dengan mudah mengenyahkan kecurigaannya tadi, lalu berlari kecil menaikki tangga menuju kamar adiknya.
Makan siang bersama, itu adalah hal langka. Selama ini, hanya mereka bertiga yang makan siang bersama di rumah, Kelvin belum pulang sekolah. Tentu, Kiara sangat senang jika mereka berkumpul siang ini di meja makan. Ia sangat menyayangi Kelvin, meskipun mereka hanya saudara tiri.
Ibu kandung Kiara sudah meninggal ketika dirinya berumur 10 tahun. Dua tahun kemudian, papa menikah lagi dengan wanita baik hati yang sangat menyayanginya, yang saat itu memiliki seorang anak lelaki berusia 2 tahun.
Kehidupannya tak murung lagi setelah kehadiran mereka. Beruntung hidupnya, karena ibu dan adik tirinya juga menyayanginya.
Sementara ia memanggil Kelvin untuk turun, ibu tirinya mendatangi sang suami di ruang kerjanya. Ia berdiri di ambang pintu, menghela napas lagi. Suaminya itu tengah membelakanginya sembari memijat keningnya. Ia tahu, betapa gelisahnya pria itu saat ini.
"Sayang, anak-anak udah pulang. Tolong, usahakan tersenyum, jangan sampai mereka tahu tentang keadaan kita," katanya, begitu ia sampai di dekat pria paruh baya itu.
Pria itu memutar kursi rodanya, dan menatap sang istri dengan kemuraman yang tergambar jelas di wajahnya. "Entahlah, apa aku sanggup menipu mereka dengan senyum palsuku. Bagaimana aku bisa tersenyum ketika perusahaan yang aku bangun diambang runtuh?"
Ia bukan wanita pintar, dan ia tak tahu cara mencari solusi atas masalah yang menimpa suaminya. Ia hanya bisa menghiburnya dengan pelukan, memasrahkan diri sebagai tempat untuk berbagi penderitaan yang dirasakan suaminya.
"Sabar, sayang. Pasti ada jalan keluar atas masalah ini," ucapnya seraya mengelus pundak suaminya.
***
Sejak meninggalkan keluarga Rahardi, pria tampan itu termenung di dalam mobil selama perjalanan. Ada hal menarik yang menganggunya, dan itu membuatnya semakin penasaran.
"Siapa gadis muda tadi?" tanyanya tanpa mengalihkan pandangan dari pemandangan jalanan Jakarta yang padat.
Sekretarisnya itu mengernyit, agak heran dengan maksud bosnya itu. "Maksud Bapak, wanita yang ada di rumah keluarga Rahardi?"
Pria itu langsung melempar tatapan gusarnya. "Memang siapa lagi? Hari ini, hanya dia gadis muda yang kita temui," sahutnya, menahan geram.
Menyadari kekesalannya, sekretarisnya sontak menjawab, "Oh, itu ... dia anak pertama pak Freddy."
"Dia sudah menikah?" tanyanya, semakin tertarik.
"Belum, Pak. Umurnya 26 tahun, dan dia sedang menggeluti kariernya sebagai guru TK."
Putri kaya yang memilih menjadi guru TK. Sungguh tak biasa. Menarik, pikirnya.
Tak ada pertanyaan lagi darinya, dirasa sudah cukup baginya untuk mengetahui tentang gadis itu. Ia kembali mengalihkan pandangannya pada jendela mobil. Lalu, sebuah senyuman misterius terkembang di bibirnya.[]
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments
teti kurniawati
semangaatt
2022-10-12
0
Eka Marliyani
next
2022-09-17
0