Pria berkemeja putih itu berjalan memasuki lorong rumah sakit. Teman-temannya di rumah sakit itu penasaran mengenai seseorang yang sedang digendongnya.
"Siapa itu, Vin?" tanya seseorang kepada pria berkemeja putih itu. Pria berkemeja putih itu, ternyata seorang dokter anak yang bernama Alvin.
"Nggak tahu, Ta. Tapi, dia hampir dicelakai orang tadi," jawab Alvin.
"Eh, bukannya ini Alisha?" ucap seseorang itu. Seseorang itu ternyata adalah Dikta.
"Iya, kenal. Alisha ini anak apotek disamping rumah sakit kita, Vin," ucap Dikta menjelaskan.
"Oh, begitu. Eh, udah sampai. Aku bawa orang ini ke Sintia dulu ya, nanti aku jelasin masalah tadi." Alvin membawa masuk Alisha ke ruangan dokter Sintia, dia adalah psikiater.
Alvin menjelaskan kepada Sintia mengenai hal yang menimpa Alisha tadi, Sintia pun kini sudah mengerti dengan apa yang harus ia lakukan. Setelah beberapa saat, Alvin pun keluar dari ruangan Sintia.
"Gimana keadaan Alisha, Vin?" tanya Dikta khawatir.
"Kita tunggu penjelasan dari Sintia nanti ya," jawab Alvin.
Alvin menceritakan kejadian saat dirinya menyelamatkan Alisha. Dikta yang mendengar penjelasan dari Alvin, tentu saja naik pitam. Bagaimana bisa, gadis yang ia sukainya dijahati oleh seorang pria yang kurang ajar.
"Dimana pria itu? Aku mau membuat perhitungan padanya!" tanya Dikta penuh emosi.
"Tenang, aku sudah meminta pihak rumah sakit untuk menghubungi pihak kepolisian. Pria kurang ajar itu sudah ditangkap polisi, sekarang dia ada di penjara," ucap Alvin menjelaskan.
"Tunggu, kenapa kau begitu emosi? Alisha itu siapanya kamu, Ta?" tanya Alvin penasaran.
"Aku suka sama Alisha, tapi aku belum mengungkapkan perasaanku," ujar Dikta.
*
*
*
Disisi lain. Alisha sudah mulai sadar, ia membuka matanya perlahan. Ia melihat keadaan sekelilingnya, ia menyadari jika ia sedang berada di sebuah ruang inap.
"Sudah sadar kamu." Sintia berjalan mendekat ke ranjang Alisha.
"Si-siapa kamu?" tanya Alisha terbata.
"Aku seorang psikiater, tadi rekan kerjaku Alvin yang membawamu kemari," jawab Sintia.
"Apakah dia orang yang menolongku?" tanya Alisha.
"Iya, dia orangnya," jawab Sintia.
"Jadi, namanya Alvin," gumam Alisha. Gumaman itu masih terdengar oleh Sintia.
"Iya, namanya Alvin. Dia salah satu dokter anak disini." Sintia menjelaskan kedudukan Alvin di rumah sakit itu.
"Apakah dokter Alvin masih disini? Aku ingin mengucapkan terima kasih kepadanya," tanya Alisha.
"Aku tidak tahu dia masih didepan ruangan ini atau sudah pergi. Nanti aku coba hubungi dia ya, sekarang bagaimana kondisimu? Apa yang kamu rasakan saat ini?" tanya Sintia memastikan.
"Sekarang aku merasa lebih baik. Tapi, aku masih mengingat wajah pria itu, dan itu membuatku takut."
Alisha menjelaskan apa yang ia rasakan saat itu. Alisha dan Sintia saling berbincang tentang banyak hal yang berhubungan dengan ilmu psikologi.
Disisi lain. Dikta sedang berada di kantor polisi ditemani Alvin. Dikta meminta kepada polisi untuk menemui pria yang hampir berbuat kurang ajar kepada Alisha. Beberapa saat kemudian, pria itu telah duduk didepan Dikta dan Alvin dengan pengamanan polisi disekitarnya.
"Jadi kamu orangnya, hah! Berani sekali ingin berbuat yang tidak-tidak dengan Alisha." Dikta menarik baju pria itu.
"Tolong pak, kita bicarakan dengan damai. Tolong Anda duduk dulu." Polisi berusaha menenangkan amarah Dikta.
"Maaf, Pak. Saya ini hanya disuruh oleh teman saya, namanya Amalia. Dan yang saya tahu, Amalia ini adalah sepupu dari perempuan yang Anda maksud." Pria itu menjelaskan tentang Amalia.
"Apa kamu tahu alamat rumahnya?" tegas Dikta.
"Iya, saya tahu," kata pria itu.
"Sebutkan alamatnya!" tegas Dikta.
Pria itu pun memberikan alamat Amalia kepada Dikta. Pria itu tidak mau mendekam di penjara sendirian. Bagaimana pun dalang dari kejadian itu adalah Amalia.
Setelah Dikta mengetahui alamat Amalia, ia langsung meluncur ke alamat rumah Amalia. Dikta membawa beberapa polisi untuk menangkap Amalia. Karena Amalia sudah melakukan kejahatan secara berencana.
Setelah menempuh perjalanan. Dikta dan beberapa polisi telah sampai di rumah Amalia. Alvin tidak ikut menemani karena ada hal mendesak yang harus ia kerjakan di rumah sakit. Sedangkan Dikta, ia sudah meminta izin untuk tidak masuk hari itu.
Tok ... tok ... tok ....
"Permisi! Saya polisi, tolong buka pintunya!" tegas salah satu polisi. Tak lama, pintu pun terbuka.
"Ada apa ya, Pak?" tanya seorang laki-laki paruh baya.
"Apakah benar, disini kediaman Amalia?" tanya polisi itu lagi.
"Iya, benar pak, saya adalah ayahnya. Mari kita masuk dulu pak," ajak ayahnya Amalia kepada beberapa polisi dan Dikta.
Salah satu polisi langsung menjelaskan maksud kedatangan mereka. Polisi menceritakan apa yang telah dilakukan oleh Amalia.
"Astagfirullah, kenapa kamu tega sekali kepada saudara sepupumu, Nak." Ayah Amalia langsung meneteskan air matanya. Ia tak menyangka jika Amalia tega berbuat jahat kepada Alisha.
"Pak, sekarang dimana Amalia? Dia harus mempertanggung jawabkan perbuatannya." Dikta yang tadinya diam, kini ikut bicara.
"Baik, sebentar ya pak, saya akan membawa Amalia kemari." Ayahnya Amalia beranjak dari tempat duduknya, ia berjalan menuju kamar Amalia.
Tok ... tok ... tok ....
"Amalia, buka pintunya, ini ayahmu," ucap ayahnya Amalia pelan. Ayahnya Amalia tidak mau membuat Amalia curiga, dan berusaha melarikan diri. Bukan tak mau melindungi anaknya, tapi ayah Amalia juga tidak ingin mendukung perlakuan jahat Amalia.
"Ada apa, Yah." Amalia membuka pintu kamarnya.
"Ada tamu yang mencarimu, ayo kita ke ruang tamu." Ayahnya Amalia berjaga disamping Amalia agar anaknya itu tidak berusaha melarikan diri nantinya.
Kini Amalia telah berada di ruang tamu, Amalia terkejut melihat beberapa polisi disana. Amalia sama sekali belum memikirkan jika dirinya akan ditangkap oleh polisi-polisi itu.
"Ada apa ya, Pak?" tanya Amalia kebingungan.
"Apakah Anda mengenal orang ini?" Salah satu polisi menunjukkan foto pria yang sudah dipenjara itu. Amalia terdiam, Amalia baru menyadari jika perbuatannya telah diketahui oleh orang lain.
"Karena Anda tak mau bicara, mari ikut kami ke kantor!" Dua orang polisi telah berada disisi kanan dan kiri Amalia. Mereka sudah memegang tangan kanan dan kiri Amalia.
"Ayah, apa ayah tidak akan membantuku? Ini fitnah, ini semua bohong! Aku tak pernah mencelakai Alisha." Amalia berusaha membela diri.
"Nak, bahkan polisi belum membicarakan apapun tentang Alisha. Kenapa kamu membawa namanya?" tanya ayahnya Amalia sedikit tersenyum.
"Tidak ayah, aku tidak bicara apapun tentang Alisha," ucap Amalia panik.
"Pak, saya serahkan putri saya kepada bapak polisi," ucap ayahnya Amalia sedikit bergetar.
"Tenang, Nak. Ayah akan ikut denganmu ke kantor polisi." Ayah Amalia mengelus puncak kepala anaknya.
"Tidak Ayah, aku tidak mau ke kantor polisi." Amalia berusaha memberontak. Ayahnya Amalia tak menjawab perkataan putrinya.
"Mari, Pak," ajak ayahnya Amalia kepada beberapa polisi.
"Baik." Dua polisi disisi kanan dan kiri Amalia mulai berjalan keluar rumah.
Amalia hanya bisa menangis sambil meronta, ia merasa sangat sial saat itu. Amalia tak bisa meminta bantuan ibunya, karena ibunya sedang tidak ada dirumah saat itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments
Dewi
Moga aja Amalia mengakui kejahatannya, dia menuai apa yang dia tanam
2022-11-18
1
Mommy QieS
gift mawar untuk mu, kak Author 🌹
2022-10-20
1
reedha
Kalau suka cepat ungkapkan, emang sih kalau jodoh enggak bakal kemana tapi sainganmu bisa saja ada dimana-mana, secara Alisha tuh cantik dan baik, gercep Dikta...
2022-09-25
3