Tentang Bola basket

Istirahat terlalu cepat dan sekarang pulang yang terlalu lama, banyak sekali norma-norma yang dijelaskan dipelajaran PKN. Naya sangat tidak menyukai pelajaran itu, rasanya dia ingin tidur saja. Bayangkan saja : Pelajaran PKN, Jam terakhir, dan lebih lama 30 menit.

Dengan wajah suntuk Naya, Dara, Bila dan Kanya melangkah keluar gerbang. Namun, Naya teringat sesuatu dan menghentikan langkahnya.

"Kenapa, Nay?" Tanya Dara yang terheran-heran dengan sikap Naya.

"Ada yang ketinggalan, kalian duluan aja ya. Hati-hati di jalan." Naya langsung kembali masuk ke dalam dan berlari kecil.

"Ketinggalan apa?" Tanya Kanya.

"Gak tau, yaudah yuk kita balik," ajak Bila yang dihadiahi anggukan keduanya.

Naya berjalan ke arah parkiran, berharap kalau Raga belum pulang. Seharusnya tadi dia bawa saja helmnya ke kelas, jadi tidak perlu repot seperti ini. Tak selang berapa lama Naya sampai di parkiran. Motornya masih ada namun helmnya tidak ada di sana. Aneh, perasaan tadi pagi Raga menyimpannya di motor

Naya kembali melihat ponselnya, pesannya belum dibalas oleh Raga. Naya berpikir, mungkin Raga sedang ada ekskul atau masih ada di kelas. Daripada berlama-lama dia pun berjalan ke arah kelas XI IPA 2. Untung saja sudah banyak yang pulang, apa jadinya kalau orang-orang tau Naya menemui Raga.

Namun satu panggilan membuat Naya berbalik, "Nay!"

Devan, berarti benar kalau kelas Raga memang ada pelajaran tambahan, buktinya Devan masih belum pulang. Naya dan Devan saling menghampiri.

"Iya, Kak kenapa?" Tanya Naya.

"Cari Raga ya?" Tebaknya asal namun tepat.

Naya menganggukkan kepalanya. "Iya, aku mau ambil helm soalnya lupa belum aku ambil."

"Jangan formal banget elah, lo boleh interaksi sama gua kaya ke Raga. Santai aja."

"Iyaa maksudnya takut disangka gak sopan aja sih, Kak. Kak Raga di mana jadinya?"

"Dia kumpul OSIS, lo samperin aja ke sana. Lama kayanya, tapi lo samperin aja. Kalau emang penting banget rasanya lo bakalan nunggu lama kalau gak di samperin sekarang," saran Devan.

"Yaudah ak- gue maksudnya. Gue ke kak Raga dulu. Makasih ya, Kak," ucap Naya lalu berlari kecil meninggalkan Devan. Devan tersenyum, tidak heran Raga bisa menyukai Naya yang terlihat dingin. Ternyata Naya juga menggemaskan.

Naya mencari ruangan OSIS, Raga ini merepotkan saja. Lagi pula kenapa dia hanya membawa helm Naya padahal helm miliknya digantung begitu saja di motor. Sepersekian detik berikutnya, Naya sampai di depan ruang OSIS. Pintunya sedikit terbuka, lalu Naya mengintip sedikit dari balik pintu.

"Hufft, banyak orang. Males banget kalau udah kaya gini," batin Naya.

Dengan memberanikan diri, Naya pun mengetuk pintu ruangan itu. Jantungnya berdebar karena terlihat semua yang ada di sana melihat ke arah pintu, meskipun belum melihat Naya tapi tetap saja canggung.

Tak selang beberapa lama, Dava – Sang Ketua OSIS keluar dan menatap Naya. "Iya, ada apa?"

"Emm, itu. Mau cari kak Raga," cicit Naya.

Dava yang sudah tau mengenai rumor Raga dan Naya mengangguk paham. "Oh, Raga. Bentar ya gua panggilin."

"Raga, dicariin cewek lo tuh," teriak Dava. Naya membulatkan matanya. Ceweknya? Ah sial, gosip itu sudah merembet kemana-mana dan bukan hanya itu saja, mereka juga mencie-ciekan Naya dan Raga. Memalukan.

"Bukan ceweknya, kenapa jadi belibet gini sih?!!" Batin Naya.

Raga keluar dari ruangan OSIS dan Dava kembali masuk ke ruangan karena masih ada agenda kumpul.

"Kenapa?" Tanyanya polos saat menemui Naya.

"Helm gue," kata Naya sembari membuka telapak tangannya.

"Ohh, ada di loker. Emm tapi kuncinya lupa di mana. Gini deh, lo tungguin gua kumpul OSIS gimana?"

"Hah? Ngapain? Ya biar kita cari kuncinya, terus balikin helm lo. Biar lo bisa balik."

"Yaudah besok aja balikin, gue pulang sekarang aja."

"Kan gak bawa motor, supir lo juga lagi pulang kampung, kan? Tadi kan lo bareng gua."

Naya mengulum bibirnya, benar juga. Naya bisa saja naik bus, tapi dia trauma karena buta arah jadi dia salah naik bus. Raga ini menyusahkan saja, ingin rasanya dia memaki pria itu sekarang juga.

"Gimana?" Tawarnya lagi.

"Hufft yaudah, tapi jangan lama-lama."

"Siapp, bentar ya. Lo tunggu aja di sini. Nanti gua suruh Dava cepet-cepet." Raga mengusap rambut Naya pelan, setelah itu dia kembali masuk ke ruangan. Naya hanya berdecak karena setelah itu dia jadi bahan perbincangan di dalam sana.

Naya menganggukkan kepalanya pelan. Mau tidak mau dia memang harus menunggu Raga. Bodohnya dia baru kepikiran menggunakan ojek online setelah mengiyakan ajakan Raga. Bodoh sekali pikirnya.

Ruangan OSIS berada di depan lapangan basket, mata Naya tertuju pada bola basket yang tergeletak di lapangan sana. Sudah lama sekali dia tidak bermain basket. Mungkin sekitar 2 tahunan setelah kejadian ayah-nya melarang dia mengikuti ekskul basket karena harus fokus pada pelajarannya.

Naya melangkahkan kakinya ke lapangan, dia menaruh tas nya di pinggir dan mengambil bola basket. Naya men-dribble bolanya, ada sedikit kesenangan saat Naya memegang bola itu lagi.

"Ternyata gue masih bisa ya mainnya. Gue pikir bakalan kaku." Naya terkekeh beberapa saat, namun etelanya dia kembali memainkan bola itu sambil melirik ke sekitar untuk memastikan tidak ada yang melihatnya.

Pelan-pelan Naya berlari kecil sambil mematulkan bolanya, dan shot! Naya mencoba memasukkannya ke dalam ring, namun meleset. Naya kembali berlari dan mengambil kembali bolanya. Sepersekian detik Naya mencoba mengarahkan bolanya ke ring lagi dan kali ini masuk.

"Yess!!" Naya bersorak untuk dirinya sendiri. Ternyata dia masih bisa bermain bola basket.

Andai saja dia tidak mengikuti ayahnya, mungkin dia sudah menjadi tim basket putri yang dulu diidam-idamkannya. Tapi lagi-lagi orang tuanya selalu memaksakan kehendak, hingga akhirnya Naya tidak pernah bisa memilih apa yang menjadi pilihannya.

Tapi kali ini Naya tidak akan lagi mengikuti kemauan orang tuanya, Naya akan menjalankan ekskul broadcasting dengan atau tanpa persetujuan mereka. Ya, dia sekarang mulai paham kalau selama ini dia terlalu menuruti orang tuanya sampai terkadang dia ragu dan tak bisa membuat keputusannya sendiri.

Raga melihat Naya dari dalam ruangan. Dia tersenyum saat melihat Naya terlihat bahagia memainkan bola itu. Dia meliht Naya seperti menemukan kebahagian lamanya yang hilang, itulah ekspresi yang terpacar dari wajahnya sekarang, meski samar-samar tapi Raga tau.

Tidak hanya Raga, namun Juna juga memperhatikan Naya dari tadi. Sampai-sampai dia tidak fokus pada pembahasan dan ditegur Dava. Juna tau kalau Raga sepertinya sedang mendekati Naya. Namun dia tidak boleh kalah, dia juga harus ekstra usaha agar Naya lebih menyukainya daripada Raga.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!