Menjadi Pusat Perhatian

Naya menatap dirinya di cermin lalu tersenyum. Tak lupa memakai parfum dan menjepit setengah rambutnya agar yang lainnya terurai. Setelah itu dia turun ke bawah. Aneh, terlihat sepi. Biasanya dia sudah disambut oleh sarapan keluarga yang katanya harmonis itu. Iya, keluarga harmonis bagi Hana. Bukan bagi Naya.

Di meja makan sudah tersedia roti dengan selai kacang kesukaan Naya dan segelas susu. Di sampingnya terletak note dari bunda :

Kak, hari ini Bunda mau ada acara arisan. Acaranya di Bandung, bunda akan menginap di sana 3 hari. Tolong jaga Hana ya, kalau butuh uang bilang ke bunda, nanti bunda transfer. Oh iya ayah gak pulang semalam, katanya ada dinas di luar kota. Jaga diri ya selama bunda gak ada.

Naya tersenyum sinis. "Ke luar kota katanya? Pembohong besar. Jelas-jelas kemarin gue liat ayah di Hotel dalam daerah. Kebohongan yang sempurna, tapi gak di hadapan gue."

Naya duduk lalu memakan sarapannya, memikirkan masalah keluarga tidak akan pernah ada ujungnya. Bundanya sibuk mempertahankan hubungan dan ayahnya sibuk untuk membangun hubungan lain dan menghancurkan hubungan keluarganya.

Setelah selesai sarapan, Naya mengambil kunci dan helm berwarna pink kesayangannya. Dara sudah rewel meminta Naya agar segera pergi, karena dia datang terlalu pagi sehingga belum ada siapa-siapa di Sekolah.

Naya membuka pintunya, matanya menangkap sosok pria yang sudah siap di atas motornya. Raga Putra Pratama.

"Lo ngapain pagi-pagi ke sini, Kak?" Tanya Naya menghampiri Raga.

"Jemput lo lah, ayok bareng ke Sekolah," ajaknya.

Naya menggantungkan kunci motor yang ada di tangannya di depan wajah Raga. "Gue bawa motor."

"Kan belum di keluarin, cepet naik aja. Gua udah nunggu loh dari tadi masa iya berangkat masing-masing?"

Kenapa Naya harus menjadi seorang yang tidak enakan, dia sebenarnya tidak mau. Tapi dia tidak mungkin menolak di saat seseorang sudah mengeluarkan effort padanya. Naya menarik napasnya panjang lalu mengangguk.

"Nah gitu, bentar." Raga membuka footstep motornya agar Naya aman saat menaiki motornya. Naya sedikit kagum karena tidak banyak orang yang memperhatikan hal kecil seperti itu. Namun dia berusaha menjaga imagenya untuk biasa saja.

"Ayok naik," ajak Raga sambil mengulurkan tangannya. Naya menerima uluran tangan Raga, lalu dia menginjak footstep-nya dan menaiki motor sport hitam milik Raga.

Naya memastikan agar dirinya nyaman saat duduk, tak lupa memakai helmnya. Perlahan Raga menarik kedua tangan gadis itu lalu menyuruhnya agar berpegangan pada tas Raga.

"Pegangan ke tas, nanti lo jatuh. Udah nyaman duduknya?" Tanya Raga.

Naya mengangguk dan berpegangan pada tas Raga. "Udah, Kak."

Setelah memastikan semuanya Raga mulai melajukan motornya. Dia tidak berani mengebut saat membawa Naya, takut kalau Naya kenapa-kenapa. Naya sedikit kepikiran tentang sikap Raga. Dari perihal footstep sampai Raga yang menyuruhnya berpegangan pada tas. Biasanya cowok yang dia temui akan modus agar bisa dipeluk Naya.

"Nay, tadi udah sarapan?" Tanya Raga yang sedikit memutar kepalanya ke belakang lalu kembali menghadap ke jalanan.

"Udah, gue udah sarapan kok," jawabnya singkat.

Sesekali Raga melirik Naya, seorang Raga pasti akan berhasil membujuk Naya. Meskipun dia tau kalau Naya belum menyukainya, tapi dia akan berjuang sampai Naya merasakan hal yang sama.

Raga langsung memasuki gerbang Sekolah dengan motornya. Sedangkan Naya merutuki dirinya sendiri, kenapa dia tidak minta diturunkan di halte depan Sekolah saja? Alhasil banyak pasang mata yang melirik ke arah mereka saat sampai di Sekolah.

Raga memarkirkan motornya dan membantu Naya untuk turun. Banyak yang berbisik-bisik, bertanya-tanya tentang hubungan Naya dengan Raga.

Eh Raga sama cewek, murid baru kayanya. Mereka pacaran?

Sumpah baru kali ini liat Raga bawa cewek.

Itu ceweknya siapa? Cantik sih tapi gak relaaa.

Itu Naya sama Kak Raga? Gila serasi.

Ahhh kapan ya gue diboncengin Kak Raga?

Dan masih banyak lagi bisik-bisik pelan namun dapat didengar samar-samar oleh Naya. Dia tidak suka dalam posisi seperti ini dan menjadi pusat perhatian. Raga menggantungkan helm mereka di spion.

"Makasih ya kak," ucap Naya sambil melangkah agar segera pergi dari sini. Namun pergelangan tangannya ditahan oleh Raga.

Naya menoleh dan berbisik, "Kak, kita diliatin. Jadi lepasin, lo mau digosipin satu sekolah?"

"Emang kenapa kalau digosipin? Selagi lo tutup telinga dan bodo amat gak akan berimbas apa-apa," ucapnya santai.

"Tapi gak gitu maksudnya ... "

"Udah biarin aja, ayok gua anter lo ke kelas," ajak Raga tanpa melepaskan genggamannya pada pergelangan tangan Naya.

Naya mengikuti Raga namun diperjalanan dia melepaskan genggaman tangan Raga. Raga sedikit tersenyum melihat tingkah Naya yang seperti itu.

"Kak, gak usah dianterin ke kelas. Gue bisa sendiri," ucap Naya pelan tanpa melirik ke arah Raga.

"Loh harus, gua selalu diajarin buat jaga cewek sampai aman dan selamat di tujuan," kata Raga santai.

"Gak usahh!!" Tolak Naya lagi.

Namun Raga tidak mendengarnya. Naya sedikit tidak nyaman berjalan bersama Raga. Bagaimana tidak, dari ujung koridor banyak sekali menatap dan juga menyapa mereka. Tidak, lebih tepatnya menyapa Raga.

"Oh jadi gini rasanya jalan bareng most wanted sekolah? Tolong, gue mau kabur aja," ucap Naya dalam benaknya.

Langkah mereka terhenti saat mereka berpapasan dengan Devan yang sengaja menyetop mereka.

"Wihh udah pergi bareng aja, hai Naya," sapa Devan sambil tersenyum ke arah Naya.

"Hai, Kak," balas Naya singkat dan berusaha membalas senyum dari Devan.

"Manis banget senyumnya, Nay. Pantes Raga suka," ceplosnya.

"Jangan digodain," ucap Raga sambil meninju lengan Devan. Naya hanya tersenyum kecil, lebih baik dia langsung ke kelas saja daripada semakin tidak jelas di sini.

"Kak, gue ke kelas ya?" Naya berpamitan pada Devan lalu melangkahkan kakinya cepat.

"Nanti gua ke kelas, gua anter Naya dulu." Raga menepuk bahu Devan lalu berlari mengejar Naya.

Devan menggelengkan kepalanya, dia senang akhirnya Raga bisa jatuh cinta lagi setelah sekian lama. "Dasar bucin."

Naya mendengar suara Raga dari kejauhan, lagi-lagi dia menarik napasnya panjang, pria itu tidak gampang menyerah. Entah dengan cara apa Naya bisa menghentikannya.

Raga tersenyum saat kembali jalan berdampingan dengan Naya. Naya menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah Raga.

"Keras kepala," gumamnya pelan.

Naya sampai di kelasnya, tidak biasanya satu kelas ramai sampai mengintip di balik kaca. Dasar manusia-manusia kepo. Naya menghadap ke arah Raga yang sedari tadi menatapnya.

"Makasih udah anter gue ke kelas, Kak," ucapnya.

"Sama-sama, nanti istirahat ke ruang broadcast?"

Naya mengangguk pelan, mereka memang sudah merencanakan untuk memulai siaran dari sekarang meskipun ekskulnya belum berjalan.

"Yaudah gua ke kelas ya, belajar yang bener," Ucap Raga sambil mengusak rambut Naya pelan.

Naya memejamkan matanya sambil menggerutu dalam hati, "Jadi bahan gosip deh gue."

Raga benar-benar gemas melihat ekspresi Naya, tidak tau kenapa apapun yang dilakukan Naya terlihat gemas. Raga pun beranjak dari kelas Naya dan menuju kelasnya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!