Setelah pulang sekolah Naya dan Kanya langsung ke ruang broadcast. Mereka sudah sepakat untuk membersihkan ruangan itu agar nyaman dipakai. Naya memakai maskernya, dia tidak mau ambil resiko bersin berpuluh-puluh kali karena alergi debunya. Setelah siap, Naya dan Kanya pun berbagi tugas. Kanya yang membersihkan debu-debu, Naya yang akan mengepel ruangan nanti.
"Lo bersihin dulu debunya, gue mau ke toilet ambil lap pel sama airnya. Oke?" Ucap Naya pada Kanya.
"Oke, jangan lama-lama ya." Kanya pun dengan sigap mengikuti arahan Naya. Langkah pertama yang dia ambil adalah membersihkan meja dan barang-barang dengan kemoceng.
Di sisi lain, Naya berjalan menuju toilet dan mengambil ember berisi air serta lap pel. Untungnya Naya sudah terbiasa mengangkat beban yang berat-berat jadi dia tak begitu kesusahan.
Setelah ember terisi penuh, Naya pun keluar dan membawa Ember dan juga lap pel. Terlihat ada beberapa ekskul yang sedang latihan. Naya jadi membayangkan jika ekskulnya berjalan lancar pasti tak kalah seru dengan theater atau ekskul Vokal.
Seseorang mengambil alih ember dari tangan Naya. Naya yang kaget pun langsung melihat ke objek yang ada di sampingnya.
"Kak Raga? Kenapa diambil?" Tanya Naya.
"Kasian berat, udah buruan jalan biar gua yang angkatin ini ember."
"Gakk, biar gue aja. Gue juga bisa kok, gue kuat. Jangan anggap gue cewek lemah deh ah, Kak. Siniin," pinta Naya.
"Keras kepala, buruan." Raga pun berjalan mendahului Naya, pria itu sudah sangat hafal kalau gadis itu sangat keras kepala. Semuanya pasti akan dia perdebatkan. Memang Naya pride-nya tinggi.
Raga pun memasuki ruang broadcast dan menaruh embernya di lantai. Diliriknya Naya yang sudah memasang wajah kesalnya, lalu dia tertawa.
"Dih Kak Raga, dateng-dateng ketawa. Kesambet?" Tanya Kanya polos.
"Iya kesambet, kesambet temen lo yang mukanya udah gemes kaya gitu," ucap Raga menggoda Naya.
"Itu dia muka kesel, Kak. Kok gemes?" Tanya Kanya tak paham.
"Lemot." Raga mengalihkan pandangannya pada Naya yang sibuk mengepel lantai. Rambutnya yang dia cepol asal namun terlihat cantik, membuat Raga tersenyum melihatnya.
"Kak Raga, Kakak suka ya sama Naya?" tanya Kanya menyelidik sambil berbicara sangat pelan agar Naya tidak mendengar.
"Kepo. Kalau suka kenapa dan kalau gak suka juga kenapa?" Raga bertanya balik pada Kanya.
"Ihh, kalau suka tuh harus hati-hati. Soalnya yang suka Naya banyak." Kanya meledek lalu pindah membersihkan komputer dan alat-alat lainnya.
Raga penasaran, banyak katanya? Wah tentu dia harus jadi garda terdepan untuk memperjuangkan Naya. Raga kembali menghampiri Kanya. Mencolek-colek lengan gadis itu sambil setengah berbisik.
"Yang suka Naya banyak? Siapa aja? Bagi info dong, Nya," ucap Raga.
Kanya menatap Raga dengan tajam, memperhatikan raut wajah Raga, apakah dia berniat jahat pada Naya atau tidak. Raga terheran-heran dengan sikap teman Naya ini. Untung dia butuh informasi, kalau tidak dia tobat deh berurusan dengan Kanya. Setelah dirasa aman, barulah Kanya percaya.
"Banyak, cowok-cowok di SMP Naya aja masih suka chatt-in Naya. Terus kak Juna, yang ganteng itu loh," kata Kanya.
Raga pun hanya menganggukkan kepalanya sambil tersenyum tipis.
'Lawan bocil sama Juna mah gua bisa, kecil,' batinnya.
"Dih, beneran kesambet ini mah Kak Raga." Kanya bergidik ngeri dan lanjut membersihkan debu-debu di meja.
"Hufftt akhirnya beres," ucap Naya yang bangga melihat hasil kerjanya.
Raga melihat lantai yang baru selesai di lap oleh Naya. Ternyata memang bersih, tidak seperti para wanita di kelasnya yang jika disuruh bersih-bersih kelas akan banyak mengeluh dan hasilnya asal-asalan.
"Nay, sini biar Kanya aja yang balikin embernya ke toilet." Kanya pun mengangkat ember dan membawa lap pel-nya.
"Ih gue aja, gapapa," ucap Naya yang mencoba mengambil alih ember yang Kanya bawa.
"Udah gue aja, Nayaa. Naya mau beresin ruangan dalem kan katanya biar bisa dipake kumpul? Jadi biar gue aja." Kanya pun keluar dari ruangan itu.
Naya pun masuk ke dalam, namun saat Raga ingin menyusulnya dia langsung menahan Raga agar tidak bergerak. "Stoppp!!"
"Kenapa?" Tanya Raga bingung.
"Lepas dulu dong, Kak sepatunya. Udah di pell!"
"Oh iya." Raga pun melepas sepatu dan kaos kakinya, lalu dia berjalan mengikuti Naya ke ruang belakang.
Ruang broadcast ini memiliki ruangan lain. Di depan berbentuk persegi panjang, lalu di sampingnya ada jalan menuju ke ruangan lain. Sekolahnya memang menyiapkan sarana prasarana dengan baik untuk para muridnya. Jadi Naya memutuskan ruangan itu adalah tempat berkumpulnya anak-anak ekskul broadcasting.
Naya duduk di lantai sembari membersihkan isi lemari yang ada di ruangan itu. Terlihat banyak lembaran kertas dan ringkasan tentang proker kerja ekskul ini dari angkatan lama. Cukup bagus namun tidak terealisasikan. Naya pun menyimpannya, siapa tau dia bisa wujudkan nanti dengan proker-nya yang lain.
"Kenapa lo milih buat bangun ekskul yang udah lama gak di jalani? Padahal banyak ekskul yang udah berjalan baik dan lo bisa dapet relasi lebih banyak?" Tanya Raga yang tengah duduk sambil memperhatikan Naya.
"Karena gue suka sastra dan di sini ada wadah pendukungnya tapi gak ada yang jalanin. Jadi mending gue jalanin kan, Kak?"
"Ya maksud gua alasan spesifiknya apa?"
Naya menghentikan aktivitasnya, dia mengambil tas dan mengeluarkan buku planning-nya. Naya menggeser meja lantai agar mendekat ke arah Naya dan Raga yang kini berhadapan. Naya membuka bukunya, lalu memperlihatkan pada Raga.
"Coba lo liat. Pertama kita punya ruang broadcasting yang sebesar ini, kalau gak kepake sayang. Kalau dulu gak ada yang jalanin, sekarang kita yang bisa jalanin harus memulai itu semua."
"Terus?" Naya kini mengalihkan pandangannya dari buku milik Naya ke objek yang lebih menarik, ya Naya.
"Banyak banget yang antusias sama ekskul ini, baik mereka yang emang punya skill dan berminat sama ekskul ini ataupun engga. Terbukti dari akun instagram yang baru dibuat udah banyak followersnya. Jadi gue menyediakan wadah buat mereka yang ingin mengekspresikan diri mereka."
Raga mengangguk, dia suka dengan cara pikir Naya. Wanita yang mind blowing itu menarik menurutnya.
"Terus, sekolah kita ini bagus ya. Dengan adanya ekskul ini kita bisa mengabadikan moment sekolah loh. Dari mulai informasi di mading, vidio liputannya yang tadinya selalu ketinggalan informasi bisa jadi tau karena ada proker ini dan gak menutup kemungkinan bisa diperluas ke luar sekolah. Jadi menurut gue ya kenapa engga?"
"Bener, keren. Lo bisa kepikiran kaya gitu."
"Gue lebih ke pingin nyalurin hobi aja sebenernya. Karena gue juga ngerasa gak cocok sama ekskul yang lain. Gue bisa tapi gue bakalan lebih semangat kalau ngelakuin hal yang gue suka." Naya kembali membereskan lemari sambil menata beberapa barang di sana.
Raga tersenyum naya benar-benar berbeda, matanya tertuju pada rambut Naya. Raga menarik pelan ikatan rambut Naya dan rambutnya jatuh seketika. Naya menoleh dan berusaha mengambil ikat rambutnya. "Kak ... Balikinn!!"
"Bagusan diurai gitu, cantik." Raga tersenyum manis menatap Naya. Entah perasaan apa yang Naya rasakan, dengan cepat dia mengalihkan fokusnya dengan kembali membereskan lemari.
"Gemess," goda Raga yang terus melihat wajah Naya.
"Diem, jangan liatin gue kaya gitu!" Ucap Naya jutek.
"Emang kenapa kalau diliatin? Salting ya?" Goda Raga sambil terkekeh.
"Gak suka diliatin. Apalagi kalau gak penting-penting amat."
"Penting dong buat kesehatan batin. Soalnya kalau liat lo gua jadi ngerasa tenang."
Naya hanya berdecak, gombalan dari buaya macam apa lagi yang sekarang dia dapatkan. Basi. Baginya semua cowok sama saja, sama-sama suka omong kosong.
"Nay, jangan jutek-jutek. Nanti gua makin suka."
Naya melihat ke arah Raga. Apa katanya? Suka? Pria ini benar-benar ngaco. Bisa-bisanya dia dengan mudah bicara seperti itu.
"Apa? Iya, gua cuma mau laporan. Kalau gua udah suka sama lo," ucap Raga lembut sambil tersenyum.
"Jangan mulai ngaco."
"Ngaco gimana? Gua beneran, udah gua bilang lo tinggal terima beres. Jangan mikirin apapun, biar gua yang dateng ke lo sampai lo bisa percaya dan terima gua."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments