Terjebak Bersama Raga

Di sisi lain Raga mencoba mengumpulkan kayu dan dedaunan kering untuk membuat api unggun. Semakin gelap udaranya semakin dingin. Dia tidak tega melihat Naya yang terlihat kedinginan. Meskipun Naya tidak mengatakannya. Raga sudah sangat hafal gadis yang bersamanya ini penuh dengan gengsi. Jadi dia tidak akan mengatakan apapun apalagi minta tolong duluan kepadanya.

"Udah cukup banyak lah ya," gumam Raga.

Raga pun mengeluarkan korek api dari celana PDL-nya, lalu dia membakar dedaunan yang menyelimuti kayu agar lebih mudah terbakar. Naya pun mendekati Raga dan membantunya untuk menyalakan api. Agak sedikit susah, karena tadi gerimis, membuat daun dan kayunya sedikit basah dan susah menyala.

Perlahan dedaunan mulai membakar kayu, apinya sudah cukup untuk menghangatkan mereka berdua. Mereka berdua hanya berdiam dengan hening, sambil menghangatkan badan.

"Lo laper gak?" tanya Raga pada Naya.

"Engga, Kak," jawab Naya singkat.

Tapi kondisi perut Naya tidak bisa diajak kompromi, perutnya sudah berteriak minta diisi dan terdengar oleh Raga.

"Gengsi banget bilangnya, gua ada sesuatu," ucap Raga sambil menahan tawanya.

Raga mengeluarkan coklat bar yang ada pada saku celananya lalu memberikannya pada Naya.

"Nih, buat ganjal perut."

Merasa tidak mendapat jawaban dari Naya, Raga pun menaruh coklat bar pada tangan Naya.

"Makasih, Kak," ucap Naya perlahan.

"Hmm."

Naya memakan coklat yang dia pegang, hutan ini benar-benar sunyi. Membuatnya sedikit tegang, jadi dia bersenandung kecil untuk menghilangkan rasa takutnya.

"Lo anak alam ya?" tanya Raga.

Tatapan Naya kini tertuju pada Raga.

"Emm, engga juga sih. Cuma gue suka aja kalau diajak ke tempat baru, hal baru dan temen-temen gue ajaknya main ke alam," jelas Naya.

"Berarti sering dong kemah kaya gini?" Tanya Raga yang mulai tertarik dengan topik pembicaraan mereka.

"Kayanya udah hampir semua tempat di lembang pernah gue kunjungin deh, Kak. Apalagi tempat kemah, jadi jawabannya iya."

"Pantes gak kaku, baru nemu cewek yang suka main di alam di sekolah."

"Oh jelas, panggil gue sagitarius girl," ucap Naya bangga.

"Lah sama dong, gua juga sagi."

"Kok bisa sama sih, lo ngarang ya kak?" kata Naya sambil menyipitkan matanya.

"Dih, enak aja. Nih baca." Raga mengeluarkan kartu pelajar dari dompetnya, lalu memperlihatkannya pa Naya.

Raga Putra Pratama, lahir di Bandung, 11 Desember 2003. Naya menatap kaget pada Raga. Kenapa bisa kebetulan seperti ini terjadi?

"Apa? Bener kan?" kata Raga merasa menang.

"Kak, gue lahir 12 Desember 2004," ucap Naya perlahan. Kini giliran Naya yang menunjukkan birthday alarmnya kepada Raga.

Raga menatap Naya dengan sama kagetnya, lalu mereka saling tertawa.

"Hahahaha, pantes sih. Cowok sagi kan suka tebar pesona. Mirip sama lo kak."

"Duh gua tebar pesona atau gua yang mempesona?" goda Raga.

"Gak, lo emang suka tebar pesona sama banyak cewek," ledek Naya.

"Dasar cewek sagi, kebanyakan gengsinya, ovt-an juga."

"Mana ada gitu."

"Ada, lo adalah bukti konkrit kalau cewek sagi itu banyak gengsinya dan suka overthinking."

"Biarin yang penting gue cewek mandiri."

"Iya deh si paling mandiri."

Naya kembali mengulurkan tangannya pada api, semakin malam dinginnya semakin terasa. Untung saja dia memakai jaket.

"Kak, gue mau nanya deh sama lo," ucap Naya. Sebenarnya itu terlontar begitu saja, karena dia merasa mati topik.

"Tanya apa?"

"Lo baik sama gue, gak karena lo tertarik sama gue aja kan?" Naya melirik Raga sekilas.

"Gua tertarik sama lo dan gua baik sama lo itu dua hal yang beda konteks. Jadi kalau lo tanya itu, jelas gua jawab engga. Kenapa kayanya lo trust issue banget sama gua? Gua ada tampang kriminal?"

"Ya gapapa, cowok kan biasanya gitu."

"Lo pernah disakitin cowok?"

"Kepo."

"Bukan kepo, cuma setiap ngeliat lo. Kayanya lo sensi terus apalagi sama cowok."

"Gimana ya. Lo kan juga cowok kak, masa iya gue cerita sama lo."

"Gua tempat cerita yang paling aman." Raga tersenyum lebar sambil membanggakan dirinya.

"Gimana yaa, hmm. Lo tau gak sih kak rasanya hidup di tengah-tengah orang yang dikhianati sama cowok. Kaya semacam trauma gitu?"

"Gakk, tapi gue tau itu pasti hal buruk. Kenapa? Your parents? Temen-temen lo?"

"Hmm, bahkan gue aja dikhianati sama cowok."

"Diselingkuhin?"

"Iya, jadi semenjak saat itu. Gue ngerasa semua cowok sama aja. Berengsek."

"Gak semua, lo hanya belum menemukan orang yang tepat."

"Gimana cara nemu orang yang tepat ketika lo aja udah gak punya kepercayaan lagi sama lawan jenis?"

"Berati lo harus merubah mindset lo. Gini, gimana kalau gua bilang semua cewek sama aja? Sama-sama ganjen, sama-sama matre, karena gua punya pengalaman itu?" giliran Raga yang bertanya.

"Gak terima lah, kan gue gak kaya gitu," kata Naya tak terima.

"Ya sama, dari sini lo tau kalau setiap orang itu beda-beda. Lo gak bisa membandingkan atau menyamaratakan semua orang. Mereka baik dengan caranya sendiri, mereka juga jahat dengan caranya sendiri."

"Iya sih, ah udahlah. Masa lalu lagian," kata Naya mencoba mengalihkan.

"Lagian lo, anak SMP udah pacaran."

"Dulu gue tuh pacaran buat nyemangati sekolah tau."

"Nyemangatin gimana?"

"Ya gitu, gue yang males bangun jadinya gue lebih rajin bangun lebih awal. Dateng ke sekolah lebih awal, terus nungguin dia di depan pintu. Apalagi pas waktu pacaran, belajar bareng, pulang pergi bareng."

"Cinta monyet namanya."

"Iya sih dia monyetnya, tapi gue sama dia awet loh setahun."

"Tetep aja cinta monyet. Yaudah intinya, sekarang lo harus mencoba ubah mindset lo. Jangan sampai bikin lo jadi kebanyakan beban yang dipikirin."

"Tapi kayanya udah nempel aja di otak. Gue gak bisa cerita lebih detail, cuma semua hal yang terjadi itu bikin gue bener-bener trust issue." Naya mengungkapkan itu sedikit merasa lega.

"Gua paham, gak usah dipaksain. Yang perlu lo tau adalah, gua beneran tertarik sama lo, kalau nantinya gua suka sama lo. Lo gak perlu memaksakan apapun, biar gua aja yang datang ke lo dan biar gua juga yang perlahan buat narik kepercayaan lo." Raga menatap mata Naya dengan hangat.

Sekejap Naya merasakan tatapan hangat Raga, namun dia memutuskan kontak mata itu.

"Apasih buaya banget kak Raga, ini kita jadinya harus tidur di sini?" tanya Naya.

"Mau gimana lagi. Gak ada pilihan, kalau kita paksain malah makin nyasar." Raga pun melepas jaketnya, lalu dia melipatnya menjadi bantal. Raga menaruh bantal di sampingnya.

"Udah lo tidur aja, biar gua jagain," ucap Raga pada Naya.

"Gak, gue gak akan tidur. Lo aja yang tidur, lagian jaketnya pake aja. Gue tau di sini dingin kak."

"Besok kalau kita samperin di perkemahan bakalan ada acara lagi lo pasti bakalan kecapean kalau gak tidur."

"Terus lo gimana?"

"Nurut aja sama kakak kelas, gua juga gak akan ngapa-ngapain lo."

Naya berpikir sejenak, dia masih belum bisa mempercayai pria yang ada di depannya saat ini. Apapun bisa terjadi dalam situasi seperti ini.

"Cepetan, janji gua gak ngapa-ngapain." Raga mencoba untuk meyakinkan Naya.

Naya pun pasrah, lagi pula Raga benar. Dia juga mengantuk, kalau dipaksakan besok dia tidak akan bisa mengikuti kegiatan.

"Yaudah gue tidur, awas lo kak jangan ngapa ngapain," ancam Naya.

"Iya bawel."

Naya pun membaringkan tubuhnya, menaruh kepalanya di jaket raga. Naya merasakan wangi khas Raga dari jaketnya dan membuatnya merasa rileks, tak perlu waktu lama Naya pun sudah tertidur.

Sekilas Raga melihat wajah tenang Naya, gadis ini terlihat lebih lucu ketika tidur, karena jika dia terjaga galak seperti macan dan dingin seperti es.

"Kalau gua bilang sekarang gua udah suka sama lo gimana?" ucap Raga bermonolog, karena dia tau kalau Naya sudah tertidur lelap sekarang ini.

Raga mengusap rambut Naya perlahan, berharap kalau Naya tidak kedinginan dan bisa tertidur dengan pulas.

"Good night, Macan."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!