"Ayahhh," teriak Hana sambil memeluk Adi—Ayahnya. Hana memang dekat dengan Ayahnya. Bahkan Hana selalu memanggilnya dengan sebutan superhero.
"Iya kenapa sayang? Mau apa anak ayah?" tanya Adi dengan penuh perhatian.
"Yah, nilai matematika Hana hari ini naik loh. " Hana memperlihatkan hasil ujiannya dengan percaya diri, Hana sudah pasti yakin kalau Ayahnya tidak akan memarahinya. Karena Hana pasti akan berbalik marah jika dia dimarahi.
"Wah hebat anak ayah, berapa nilainya, Nak?" Adi menatap putrinya dengan senyum.
"Eemm 7, hehe. Lebih baik dari yang kemarin kan?" Hana mengeluarkan cengiran khasnya dan membuat Ayahnya sedikit gemas padanya.
"Iyaa, pinternya anak ayah. Lebih giat lagi ya belajarnya."
Naya yang melihat itu dari atas tangga langsung memasuki kamarnya, Naya sedikit membanting kan pintu karena amarahnya. Perlahan Naya membenamkan diri di kasurnya, merasakan emosi yang datang.
"Kenapa sih? Kenapa cuma gue yang dituntut selalu unggul? Kenapa gue gak pernah dapet kata-kata kaya yang Hana dapetin. Ayah bangga, anak ayah pinter atau apresiasi dari apa yang udah gue lakuin. Kenapa?" kesal Naya sambil meremas spreynya.
Naya tidak bisa menahan rasa kecewanya, dulu saat dirinya mendapat nilai 8 saja ayah dan bundanya langsung memasukan dia ke tempat les. Naya selalu dituntut menjadi unggul, tapi Naya merasa tidak pernah mendapat apresiasi. Kenapa dia dan Hana selalu dibedakan?
Contohnya saja begini. Hana bisa bebas memilih apa minat dan bakatnya, Hana bisa menikmati hari-harinya tanpa tekanan harus mendapat nilai besar, Hana selalu bebas bermain ke manapun tapi tidak dengan Naya. Padahal Naya juga ingin menikmati hari-harinya, memilih keputusannya sendiri dan melakukan apa yang dia sukai.
"Kenapa gue selalu gak bisa ambil langkah yang gue mau?" Naya terhanyut dalam tangisannya. Hal seperti ini sering membuatnya kecewa dan larut dalam kesedihannya.
Naya bukan tipe anak yang akan menceritakan keluh kesah kepada orang tuanya, termasuk bundanya. Dia berusaha untuk terlihat baik-baik saja padahal dia memendam banyak emosi dan rasa kecewa sejak dia kecil. Mungkin kamar ini adalah saksi di mana Naya menangisi kehidupannya.
Perlahan, Naya berjalan menghampiri kaca. Menatap dirinya di cermin sambil mencoba tersenyum.
"Gak, lo gak boleh cengeng. Naya, lo dilahirkan untuk menyelesaikan masalah lo sendiri. Kenapa lo harus sedih? Bukannya sejak lahir lo udah biasa di nomor sekiankan? Saat lo lahir aja ayah gak ada kan? Kenapa ngerasa di anak tiriin sih, cengeng banget. Ayokk semangatt, lo harus buktiin kalau lo itu bisa berdiri sendiri."
Setelah cukup tenang, Naya mengambil tas dan beberapa baju. Naya terlalu emosi sampai lupa untuk mengemas barang keperluan untuk camping besok. Ya besok akan diadakan penutupan ospek dengan camping selama 3 hari dua malam.
Naya bukan orang yang ribet, dia hanya membawa makanan secukupnya, obat-obatan, jaket, topi, buku catatan, kacamata dan juga kamera. Camping dan hiking sudah menjadi rutinitas Naya. Jadi dia tidak perlu ribet seperti wanita kebanyakan.
"Nah beres, daripada gue sedih gak jelas mending gue tidur. Biar besok fresh."
Setelah selesai Naya pun berbaring dan masuk ke dalam selimutnya, lalu setelah itu mematikan lampu kamarnya dan tertidur.
.
.
.
Semua siswa telah berkumpul dan berbaris di depan gerbang sesuai regunya, kali ini mereka menggunakan angkutan umum, karena menuju ke Bukit Senyum yang berada di kaki gunung Burangrang tidak bisa menggunakan bis. Naya sibuk dengan kameranya dan memotret moment yang bisa dia abadikan. Naya suka dunia photography, tidak heran jika instagram Naya dibuat se-estetik mungkin.
Setelah diberi arahan, mereka langsung ke mobil masing-masing. Naya memilih untuk duduk di depan, karena Naya ingin memotret di sepanjang perjalanan. Senyum tak pernah lepas dari wajah Naya. Dia selalu bisa tersenyum tanpa beban saat di luar rumah, dia merasa tidak ada beban yang harus dia pikirkan saat ini.
Perjalanan ditempuh selama 3 jam, perjalanan yang cukup panjang. Ditambah jalan yang menajak dan berkelok. Membuat banyak siswa yang lelah karena itu. Hingga akhirnya mereka sampai di Bukit Senyum.
📍Bukit Senyum, Burangrang
11.30
Setelah sampai, mereka pun menurunin mobil, kebanyakan dari mereka langsung mengecek ponsel lalu mengeluh berbarengan karena tidak ada sinyal, sementara Naya sibuk memotret sekitar yang menurutnya sangat bagus.
"Ahhh gak ada sinyal, gak bisa ngelive," gerutu Bila.
"Ih sama anjir, gue juga gak adaa," sahut Kanya sambil berkeliling mencari sinyal.
"Kenapa harus disini sih? Kenapa gak yang deket aja. CIC kek." Giliran Dara kini yang mengomel.
"Mau di mana-mana juga gak ada sinyal kali. Udah kita nikmatin aja, kan kalau gak ada hp bisa nikmatin acara." Naya mencoba menenangkan teman-temannya sambil tersenyum.
Setelah itu mereka mencari tempat untuk membangun tenda, Naya mencoba mencari tempat yang trategis agar memudahkan mereka kemana-mana.
"Nah di sini aja," ucap Naya sambil menaruh tenda di tanah.
"Oke-oke, bentar." Bila menggelar matras dan menaruh tasnya di atas matras.
"Taro sini dulu tasnya, baru kita bangun," lanjut Bila.
Mereka pun menuruti bila, mereka memang cukup kompak dalam hal kerja sama.
"Gue gak bisa pasang tenda ihh," kata Kanya.
"Gampang,gini-gini." Naya pun mengeluarkan penyangga, tenda dan patoknya. Lalu naya menggelar tendanya dan menyuruh teman-temannya berdiri di setiap ujung tenda.
"Nah sambungin besi-besinya terus masukin ke lubang yang kecil ini," intruksi Naya.
Mereka pun mengikuti arahan Naya, mereka terlihat fokus saat membangun tenda, Raga yang melihat itu sedikit tersenyum. Naya bisa merangkul teman-temannya untuk kompak, tidak seperti yang lain, kebanyakan mengeluh dan tidak berbuat apa apa.
"Nayy terus ini gimana? Udah abis besi gue," teriak Dara.
"Tekuk, sini-sini biar gue sambungin sama yang punya gue," ucap Naya sambil menyatukan tenda mereka.
Setelah beberapa menit, tenda mereka pun berdiri tegak.
"Yayyyyy," teriak mereka sambil berpelukan.
"Gila cape ya buat ginian doang," ucap Bila.
"Iya anjir, tapi gapapa. Bagusss." Kanya pun mengacungkan jempol.
Setelah itu mereka menata tas di dalam tenda, sementara Naya menata peralatan masak mereka di depan tenda sambil memasak air untuk menyeduh mie cup dan susu, karena sudah diintruksikan untuk membuat makan siang sendiri.
Tiba-tiba seorang kakak OSIS datang ke tenda Naya dan teman-temannya.
"Gimana, ada kesulitan gak?" tanya Caca.
"Gak ada kok kak, aman. Tinggal bikin makanan," jawab Naya.
"Oh oke-oke, kalau butuh bantuan bisa panggil aja salah satu kakak OSIS, terus nanti kalau denger peluit berarti langsung kumpul di lapangan buat apel pembukaan ya," ujar Caca.
"Iya kak, siap," ucap Naya sambil tersenyum. Setelah itu dia menuangkan air panas ke mie Cup-nya dan teman-temannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments
Harniah Harny
semangat author..
2022-11-14
0