"Nay," panggil Raga perlahan.
"Kenapa, Kak?" Sahut Naya.
"Gua freak?"
"Iya." Naya memfokuskan kembali untuk melihat kedepan.
"Baru kali ini ada yang bilang gua freak," gumamnya.
"Berarti gue satu-satunya orang normal, Kak," ucap Naya asal.
"Kayanya justru lo yang paling gak normal," ucap Raga pede.
"Jadi menurut kak Raga, gue harus bilang gini? Kak Raga ganteng, cowok idaman, pinter, pacarable, gitu?Nyenyenye," kata Naya dengan nada meledek.
"Berarti secara gak sadar lo mengakui itu semua dari gua?"
"Udahlah gak bener. Lo bisa gak sih kak gangguin yang lain aja? Dari kemarin perasaan gue terus yang digangguin orang-orang kaya lo," kesal Naya.
"Gak, karena lo doang yang bisa digangguin."
"Biarin gue anteng, kalem, kenapa sih?!"
"Gak bisa," ucap Raga sambil balas meledek Naya.
"Nyebelin!"
Tanpa sadar mereka menjadi cukup akrab akibat perbincangan ini. Ntahlah, Naya sendiri mengikuti arus yang Raga buat. Sehingga sensinya pada Raga sedikit berkurang.
Karena rutenya ini melewati perkampungan kecil, mereka harus melewati jembatan bambu tanpa pegangan di atas sungai. Sehingga mungkin para pengospek pria harus membantu murid yang takut melewatinya.
Naya yang berada di depan, jadi dialah yang pertama harus melewatinya. Banyak murid perempuan yang sudah heboh karena takut dan ada juga yang sibuk caper dan modus kepada para pengospek pria.
"Mau gua pegangin?" tawar Raga sambil mengulurkan tangannya.
"Apasih kak, kaya anak kecil. Gue bisa sendiri," ucap Naya dengan dibuat se-pelan mungkin karena takut dianggap tidak sopan kepada kakak seniornya.
Naya pun berjalan melewati jembatan tanpa rasa ragu. Prinsip Naya setiap melewati kesusahan atau ketakutan adalah : Hadapi, daripada banyak bicara dan diam saja.
Raga tersenyum melihat Naya yang sudah sampai di seberang sana, lalu dia melanjutkan tugasnya untuk membantu adik kelas yang lain menyebrangi jembatan. Banyak dari mereka yang menjerit ketakutan bahkan sampai ada yang memeluk Raga. Naya hanya bisa menghela napas melihat kejadian itu, karena menurut Naya itu sangat berlebihan.
Setelah selesai, mereka kembali melanjutkan perjalanan. Raga terus menatap Naya yang sedang meminum susu kotaknya dengan tatapan yang tidak bisa diartikan. Raga dan Naya berjalan berdua dan berjarak cukup jauh dengan rombongan di belakang. Entah mereka tidak sadar terlalu cepat atau memang jalan orang di belakang terlalu lama.
"Kenapa sih kak?" tanya Naya dengan nada sewot.
"Kalau gua tertarik sama lo gimana?" Raga menatap langsung ke mata Naya.
"Ngaco." Naya pun memutuskan kontak mata mereka.
"Serius."
"Gak lucu sih."
"Serius gua tertarik sama lo, bukan suka tapi baru tertarik."
"Guenya gak tertarik," jawab Naya tak acuh.
"Gapapa, lo duduk manis aja. Biar gua yang datang ke lo." Raga pun mengacak rambut Naya perlahan.
Tanpa sadar mereka sudah berada di gerbang sekolah. Raga berlari memasuki sekolah, sementara Naya menghentikan langkahnya. Dia masih mencerna kata-kata Raga.
"Gue gak salah denger kan? Dia kobam apa gimana?" gumamnya perlahan.
"Gak, semua cowok sama aja. Inget! Ngapain sih gue mikirin kata-kata dia?" lanjutnya sambil menghentak hentakan kakinya memasuki pekarangan sekolah.
Setelah sampai murid yang lain dibebaskan untuk kemana saja, karena setelah ini adalah mereka akan difokuskan di lapangan untuk melihat demo ekskul. Sambil menggendong tasnya, Naya duduk di pinggir lapangan sambil memakan coklat dan membaca novel di tangannya. Kelas sudah ditutup dan teman-temannya entah kemana. Naya sibuk bermain ponsel sambil terus memakan coklatnya.
Tanpa sadar Raga melihatnya dari seberang lapangan, dia tersenyum melihat Naya yang sedang sibuk dengan rutinitasnya. Sementara sekarang sudah siap dengan seragam taekwondo dan sabuk hitamnya.
"Liatin apa sih lu?" Tiba-tiba Devan mengagetkan Raga.
Devan ini adalah sahabat Raga, mereka satu kelas dan memasuki ekstrakulikuler yang sama. Tak heran jika mereka sangat dekat.
"Menurut lo cewek itu gimana?" tanya Raga sambil menunjuk ke Arah Naya.
"Murid baru?"
Raga hanya mengangguk.
"Cantik, lu suka sama dia?" tanya Devan yang mulai tertarik dengan pembicaraan, masalahnya selama mengenal sahabatnya itu, Raga tak pernah menceritakan soal wanita lagi di hadapannya setelah beberapa tahun lalu putus dari mantannya.
"Tertarik. Lucu aja."
"Tapi gua yakin sih dia juga mau sama lu bro. Cewek mana yang gak mau sama lo?"
"Dia cuek anjir."
"Serius? Baru pertama kali ada cewek yang nolak Raga Putra Pratama. Si bintang sekolah, tapi lo gak hanya penasaran doang kan sama tu cewek?"
"Emang gua ada tampang buaya, Van?"
"Gua memastikan aja. Kalau lo suka, kejar. Jangan dibiarin diambil orang," ucap Devan sambil menepuk pundak sahabatnya itu.
"Baru tertarik."
"Pastiin dulu perasaan lo kalau gitu. Jangan sampai ujungnya lo mainin cewek."
"Lo emang mantep dah." Raga meninju pelan lengan Devan dan disambut gelak tawa keduanya.
.
.
.
Semua murid baru telah berkumpul di lapangan, mereka duduk lesehan di bawah sinar matahari, memang sungguh menyebalkan. Itu yang di rasakan Naya, untung saja dia selalu membawa tissue untuk menjaga kulitnya dari keringat.
Satu persatu ekstrakulikuler pun ditampilkan, dari mulai PMR, PASKIBRA, Basket, Futsal, dll. Naya cukup antusias karena dia pasti akan menjadi aktivis sekolah jika sudah resmi menjadi siswa di sekolahnya ini. Jadi dia harus memperhatikan agar dia tak memilih ekskul yang salah.
Penampilan demo dibuat semenarik mungkin, ada yang menampilkan atraksi, drama, menyanyi dan sebagainya. Mereka sangat totalitas dalam menampilkannya agar membuat orang tertarik untuk bergabung.
Giliran Taekwondo yang mendapat giliran menampilkan atraksinya. Satu persatu anggotanya memasuki lapangan dengan membawa perlengkapan dan peralatan lengkap, seperti papa kayu, batu bata dan banyak lagi.
Naya sebenarnya agak takut melihat adegan yang berbau kekerasan, tapi sepertinya ini menarik. Semua anggotanya menampilkan gerakan-gerakan dasar taekwondo. Tiba-tiba suara sirine berbunyi. Semua siswa langsung mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Ternyata datang dua orang penjahat dan itu adalah bagian dari drama ekskul taekwondo.
Para penjahat itu menodong ke seluruh murid baru dan cukup membawa mereka terbawa suasana. Sampai akhirnya kedua penjahat itu menarik Naya dan membekap mulutnya. Naya yang kaget hanya berusaha meminta tolong kepada teman-temannya.
"Ya ampun ini gue mau diapain??!!!" Batinnya.
Naya diikat di sebuah kursi. Tentunya di tengah lapangan, dengan mulut dibekap dengan kain. Naya hanya bisa pasrah mengikuti alur drama ini.
Tiba-tiba 3 orang anggota taekwondo datang. Mereka adalah Raga, Devan dan Taufik. Mereka mulai menghajar para penjahat dengan kekuatan kaki dan tangannya. Naya si korban hanya bisa menunggu dia bisa lepas dari sini. Sekilas mata Raga dan Naya saling bertatapan. Diceritakan kalau Devan dan Taufik berhasil dikalahkan. Kini tinggal Raga yang menghadapi kedua penjahat itu. Devan berusaha mendekati kursi Naya dan membuka ikatannya.
Terlihat kedua penjahat menghalangi Raga menggunakan dua batang kayu, dengan kekuatan dan gerakan kaki, Raga berhasil membelah kayu itu menjadi dua bagian. Naya yang melihat atraksi itu sangat takjub, dengan ekspresi kaget dia memandangi Raga. Devan dan Taufik pun kembali bangkit dan membekuk penjahat.
Dengan senyum Raga menghampiri Naya dan memberikan satu tangkai bunga mawar merah sebagai akhir dari penampilan ekskul taekwondo. Naya menerimanya sambil mematung di tempatnya. Bagaimana tidak? Satu sekolah bersorak seperti melihat adegan romantis di film-film. Sungguh dia malu sekarang.
Raga yang melihat ekspresi Naya berusaha mengulum tawanya. Sungguh menggemaskan, sementara Naya langsung lari kembali ke tempat duduknya.
"Ciee dikasih bunga," goda Bila.
"Apasii drama doang, Bil." Naya berusaha menetralkan degup jantungnya, dia malu menjadi tontonan orang seperti tadi.
"Kenapa harus gue?" Batinnya lagi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments