Naya memasuki rumahnya perlahan, matanya langsung tertuju kepada Rena-bundanya yang sedang menangis di sofa. Naya langsung memeluk bundanya dengan khawatir.
"Bund, kenapa? Bunda kok nangis? Naya gak suka ya liat bunda nangis kaya gini. Kenapa? Cerita sama Naya," kata Naya dengan nada cemas.
"Bunda gapapa, Nak. Cuma kelilipan doang matanya. Gimana ospek hari keduanya lancar?" tanya Rena sambil mengusap lembut pipi putrinya itu.
"Bund, jangan bohong. Naya tau kalau bunda lagi gak baik-baik aja. Bunda kalau kenapa-kenapa jangan dipendam sendiri, Naya juga mau selalu ada ketika bunda lagi sedih."
Rena merasa terharu dengan rasa perhatian putrinya dan tak bisa membendung lagi tangisnya. Naya benar, kalau dirinya tidak bisa memendam masalah ini sendirian.
"Ayah," ucap Rena menggantung
"Kenapa? Ayah apain bunda?" Tanya Naya lagi, dia tau kalau pasti terjadi apa-apa sekarang.
"Ayah selingkuh lagi." Kini Rena hanya bisa menangis di hadapan putrinya, dia merasa menjadi wanita yang gagal karena tidak bisa menjaga keluarganya.
"Lagi?" Naya hanya bisa tertunduk lemas sambil menahan emosi yang dia rasakan saat ini.
Sementara Rena hanya mengangguk sambil memeluk erat putrinya. Naya melepaskan pelukan bundanya secara perlahan, dia menatap wanita yang ada di depannya ini dengan memelas. Kenapa lagi-lagi dia harus mendengar ini? Dia benci sekali berada di posisi seperti ini sebenarnya.
"Bund, kenapa sih bunda masih berharap sama laki-laki kaya ayah? Bunda kenapa masih bertahan dengan laki-laki yang dengan sengaja nyakitin hati bunda? Cukup bund, Naya aja udah cape. Kita gak akan bisa bikin seseorang berubah kalau emang pada dasarnya dia gak mau berubah, Bund." Naya berbicara sambil menahan air matanya.
"Bunda lakuin ini demi kamu, demi adik kamu juga. Bunda gak mau kalian hidup tanpa sosok ayah."
"Naya tanya deh sama bunda, apa pernah sedikit pun ayah mikirin perasaan kita? Naya aja gak pernah tau gimana rasanya punya sosok ayah padahal ayah ada di dekat Naya." tangis Naya sudah tidak dapat dibendung lagi, pertahanannya runtuh jika sudah membahas soal rumah.
"Maaf, maafin bunda yang bikin kamu ngerasa kaya gitu, Nak. Bunda udah gagal jaga keluarga kita buat yang kedua kalinya."
"Bund, jangan kebiasaan nyalahin diri sendiri. Naya nggak suka, bunda gak salah. Ayah aja yang gak pernah ngerasa cukup punya wanita sekuat bunda yang nemenin dia dari nol. Bund, jangan dipaksa lagi. Naya bakalan jagain Hana sama bunda kok kalau bunda pisah sama ayah." Naya menghapus perlahan air mata bundanya.
"Nggak sayang, bunda gak bisa. Udah ya, jangan khawatirkan bunda. Pikirin aja dulu sekolah kamu, jangan bilang ini sama Hana. Dia sayang sekali sama Ayah."
"Bund .... "
"Janji sama bunda, bunda juga janji sama Naya kalau suatu saat Ayah pasti berubah."
Naya tidak bisa memaksa bundanya, meskipun Naya sudah muak dengan semuanya dia hanya bisa mengangguk pasrah. Kenapa di saat seperti ini pun hanya Hana yang dipedulikan. Naya kesal, dia benar-benar kesal. Namun dia paham kondisi Ibunya tidak baik-baik saja. Apa jadinya kalau Naya menumpahkan kekesalannya sekarang?
.
.
.
.
Duduk di balkon sambil merenung adalah hal sering dia lakukan ketika sedang merasa sedih. Menurut kalian apa itu broken home?
Bagi Naya diam satu atap tapi tidak pernah ada kehidupan itu bukan lagi rumah. Seperti terlihat utuh namun sebenarnya hancur berantakan. Memang dia tidak hidup dengan kekurangan, bahkan orang tuanya bisa membelikan apapun untuknya. Tapi, kehangatan rumah pada umumnya tak pernah dia dapatkan.
Naya ingin bisa bicara panjang lebar, ingin ditanya bagaimana keadaannya? Dia juga ingin ditanya apakah dia baik-baik saja atau tidak? Dia ingin diperhatikan, dia ingin sebuah pelukan. Tapi sepertinya memang tidak ada yang mengerti itu.
Bahkan saat Naya depresi melihat perselingkuhan Ayahnya pada saat dia masih sekolah dasar, sepertinya tidak ada yang tau, bahkan orang tuanya sendiri. Naya hanya memendam semuanya sendirian. Hingga sekarang saat bundanya ingin memperbaiki hubungan, bagi Naya sudah terlambat dan benar-benar terlambat.
Perlahan Naya mengambil buku dengan cover berjudul Healing. Tempat di mana dia mengungkapkan apa yang dia rasakan. Naya sangat sulit untuk mengungkapkan perasaannya, dia lebih suka menuliskannya lewat secarik kertas.
...--------------------...
Katanya, cinta pertama dari seorang anak perempuan itu adalah ayahnya.
Tapi sampai saat ini aku tidak pernah tau bagaimana rasanya. Bahkan untuk diam di satu meja saja rasanya canggung. Berbeda dengan Hana, dia begitu mencintai ayah dan begitupun sebaliknya.
Terkadang sakit jika melihat Hana bisa sedekat itu dengan ayah. Tak jarang juga aku berusaha melakukannya, tapi tak bisa. Terlalu asing. Ditambah dengan apa yang dilakukan ayah pada bunda. Rasanya membuat jarak itu semakin jauh.
Sungguh, aku benci ayah. Kenapa aku tidak bisa mendapatkan sosok ayah seperti yang aku inginkan?
...- Nayara Tirtania Wilaga...
...--------------------...
Naya kembali menutup bukunya, setidaknya dia lega telah mengungkapkan isi hatinya. Setelah puas memandangi isi langit malam, Naya kembali memasuki kamarnya untuk ngambil hoodie dan langsung menuruni tangga, dia harus ke minimarket untuk membeli beberapa cemilan. Besok agenda ospeknya jalan santai, jadi semua murid dianjurkan membawa makanan berat atau ringan.
"Mau kemana, Kak?" tanya Hana.
"Minimarket, kenapa?" tanya Naya balik.
"Coklat dua ya," pintanya sambil menaik-naikan alisnya.
Naya mengulurkan tangan mengisyaratkan untuk memberikan uang pada adiknya itu.
"Ih uang lo dulu kek, nanti gue ganti."
"Alah ganti-ganti matamu enam, paling lupa," cibir Naya sembari membuka pintu.
Tadinya dia akan menggunakan mobil atau motor, tapi sepertinya jalan-jalan malam tidaklah buruk. Lagi pula juga tempatnya tidak terlalu jauh dari perumahan Naya. Lagi pula Naya suka menikmati udara malam, karena itu bisa membuatnya tenang.
Naya menatap sekitarnya, masih ramai orang berlaku lalang. Matanya menatap ke arah keluarga kecil yang kini tengah saling bergandengan tangan. Anak kecil berusia sekitar 5 tahun itu nampak bahagia walaupun hanya berjalan kaki bersama kedua orang tuanya.
Naya jadi sedikit iri, dia tidak pernah merasakan seperti itu sebelumnya. Namun dia menyadari sesuatu, kalau dulu kakeknya pernah menggendongnya malam-malam saat mobil mereka mogok di depan gerbang utama perumahan yang cukup jauh.
"Jadi kangen Kakek deh, kayanya gue emang cuma punya kenangan sama kakek. Waktu lahir yang adzanin kakek, yang gendong gue pertama kali kakek, yang selalu ada setiap gue bangun kakek, kontribusi Ayah dalam hidup gue apa ya selain kasih uang jajan?" Naya terkekeh. Memang terkadang kita perlu menertawakan kehidupan diri sendiri, agar tau seberapa badutnya kehidupan kita dalam sebuah keluarga.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments