Abraham memijit kepalanya yang terasa pusing, entahlah kenapa kepalanya terasa pusing tak terkira.
Dia meraih ponsel di dekatnya, ya siapa lagi yang akan dia hubungi kalau bukan Hendra sang asisten kepercayaan.
Tut .....
Tut.....
Tut...
Tut...
Setelah berkali-kali menelpon hendra.... Akhirnya panggilan itu pun tersambung ke Hendra.
Belum sempat Hendra mengucapkan sepatah kata, Abraham sudah berbicara.
"Hendra saya ingin makan sesuatu yang segar-segar, belikan saya asinan buah dan harus langsung dari kota asalnya," pinta Abraham kepada Hendra dengan tegas.
Glekkk ..
"Ta-tapi......" Belum selesai berbicara panggilan itu pun terputus.
Tut.... Tut.... Tut...
"Dasar bos gak ada etika, main tutup seenaknya saja. Untung bos kalau bawahan sudah ku pecat," grutu Hendra memaki ponsel mahal yang tengah di pegangnya.
"Haduh masa aku harus jauh-jauh ke sana beli asinan," kata Hendra menepuk dahinya.
"Nasib jadi bawahan," guman Hendra.
"Beli di sini saja lagian rasanya juga sama, mana tuan tahu kan dia tidak pernah makan asinan buah, ini baru pertama kali," kata Hendra sedang berfikir.
Hendra pun beranjak pergi tak lupa dia browsing tempat penjual asinan yang terkenal enak.
Setelah selesai tak lupa Hendra mencatat nomor yang bisa di hubungi, Hendra memesan satu asinan buah dan satu asinan sayur untuk dirinya, Hendra lama tak pernah merasakan makanan itu karena kesibukannya sebagai asisten Abraham.
Satu jam berlalu ...
Tok tok tok tok tok.....
"Masuk"
"Kamu naik pesawat beli asinannya?" Tanya Abraham penasaran. Abraham begitu heran karena jarak ke sana cukup jauh dan tak mungkin di tempuh dalam waktu satu jam saja.
Glekkk....
'Hadeh aku harus bilang apa, lagian kenapa sih? Sudah di beliin masih cerewet, untung bos,' batin Hendra.
"He he he he, sa-saya beli di sekitar sini bos. Ini juga terkenal karena rasanya enak, pemiliknya yang asli orang sana dan dia sendiri yang turun langsung membuatnya tuan. Rasanya enak coba saja dulu, kalau saya beli di tempatnya langsung kejauhan nanti gak enak rasanya kelamaan di jalan," bujuk Hendra.
'Karena takut bicaraku jadi kacau begitu, semoga saja tuan percaya dan tidak menyuruhku beli di tempatnya langsung,' batin Hendra meringis.
"Ya sudah taruh sini,"perintah Abraham menunjuk meja di depannya.
Hendra pun bernafas lega, dengan cepat Hendra menyiapkan piring beserta sendok tak lupa minuman juga sebelum sang bos bersuara.
Saat Hendra mau keluar langkahnya berhenti mendengar panggilan dari Abraham.
"Hendra, tunggu. Saya belum menyuruhmu kembali," kata Abraham tegas.
Glekkk....
"Aduh apalagi sih tuan," ceplos Hendra.
Mendengar itu pun Abraham murka.
"Hendra....."
"Maaf tuan keceplosan," jawab Hendra menutup mulutnya.
"Kamu mau di hukum," bentak Abraham.
"Ti-tidak tuan....." Jawab Hendra berkeringat dingin.
'Hiks hiks hiks hiks hiks kapan penderitaan ku berakhir,' batin Hendra merana. Hendra sudah tak sabar ingin segera pergi dari ruangan ini.
"Itu apa yang kamu bawa?" Tanya Abraham menunjuk bungkusan yang berada di tangan Hendra.
'fyuuhhh..... Aku pikir apa,' batin Hendra merasa lega.
"Ini asinan sayur," jawab Hendra mengangkat tangan nya menunjukkan asinan yang di bawa nya.
"Taruh sini, aku juga mau mencobanya, kamu bisa beli lagi,"
Dengan lesu Hendra menaruh asinan itu di meja depan Abraham.
'Hiks hiks hiks asinan ku,' batin Hendra.
Sepeninggal Hendra, Abraham pun mencicipi kedua asinan itu, bibirnya tersungging.
"Ternyata enak juga ya, ku kira dulu rasanya aneh," kata Abraham merasa puas.
Siang hari.......
Tok tok tok tok tok....
"Masuk,"
" Tuan, dokter Rian sudah datang," kata Hendra mempersilahkan dokter Rian masuk ke dalam ruang kerja Abraham.
"Hmmm...." Jawab Abraham malas. Tubuhnya terasa lemas karena di tiba-tiba di dera rasa mual yang tiada henti.
Dokter Rian pun masuk ke dalam ruang kerja Abraham, dia memandang sekeliling ternyata tempat ini masih sama seperti dulu.
"Bisa sakit juga lo," ejek dokter Rian tak lain adalah sahabat dari Abraham.
Abraham yang mendengar itu pun mendelik sebal. Dia hanya bisa pasrah saat dokter Rian mengejeknya, tubuhnya terasa lemas tak bertenaga.
"Pak ini kopi buat dokter Rian," kata Sinta yang baru muncul di depan pintu.
Tiba-tiba rasa mual pun menyerang...
"Siapa yang menyuruhmu masuk, saya sudah pernah katakan jangan masuk ruangan saya," bentak Abraham.
"Sa-saya di suruh tuan Hendra tuan," jawab Sinta ketakutan.
Dengan kesal Sinta pun bergegas keluar dari ruangan itu.
"Ish bagaimana caraku mendekatinya, dengar suaraku saja sudah menyuruh aku pergi," grutu Sinta.
"Ah kalau bukan karena hartanya yang tak akan pernah habis ini, mana sudi aku di bentak-bentak," sambung Sinta lagi.
"Tunggu suatu saat aku akan menaklukan mu Abraham," kata Sinta percaya diri.
Di luar ruangan Sinta tak henti-hentinya mengomel tak jelas.
Sedangkan di dalam ruangan.....
"Tumben , apa yang membuatmu memanggilku ke mari," Tanya dokter Rian.
"Kamu kan dokter, kalau aku memanggil mu berarti aku lagi kurang fit," sewot Abraham.
"Oh iya ya kenapa aku lupa," jawab dokter Rian kikuk.
"Cepat periksa, aku sakit apa? Atau kamu ingin ku pindahkan jadi direktur di rumah sakit di daerah terpelosok jauh dari manapun," ancam Abraham.
"Jangan....." Tolak dokter Rian cepat.
Dengan cepat dokter Rian mengeluarkan alatnya dari tas yang dia bawa.
"Aku sakit apa?" Tanya Abraham tanpa basa-basi.
"Apa yang kamu rasakan?"
"Mual, apalagi mencium parfum dari Sinta semakin mual, melihat wajahnya saja aku sudah eneg. Dan satu lagi awalnya aku tidak suka asinan tetapi anehnya justru aku makan dua asinan dengan lahap, itu yang membuat ku heran," jelas Abraham.
"Dari gejalanya seperti orang ngidam, itu yang di rasakan kalau istri kita lagi hamil dan itu di sebut couvade syndrome atau sympathetic pregnancy," jelas dokter Rian.
"Jelaskan lebih detail," pinta Abraham kepada dokter Rian.
"Ck.... Ck.... Intinya jika istri kita hamil, kamu yang ngidam, kamu yang mual. Eh tunggu-tunggu kamu kan belum menikah lagi, kalau begitu wanita mana yang sudah kamu tanami benih," kata dokter Rian heran pasalnya yang biasanya terkena gejala ini hanya suami yang istrinya sedang hamil.
Dokter Rian menatap ke arah Abraham dengan tatapan menyelidik, sedangkan Abraham cuek tak menanggapi ucapan dokter Rian. Pikiran Abraham berkelana jauh.
"Hen kamu tahu wanita yang sudah menaklukkan gunung es ini?" Tanya dokter Rian.
Hendra cuma melirik sekilas ke arah dokter Rian. Ya Hendra begitu malas meladeni berbagai pertanyaan dari dokter Rian.
Sedangkan Hendra memilih diam tak berani membuka mulut, Hendra takut Tuan nya itu akan marah .
Bersambung.....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 192 Episodes
Comments
Maryuni Rahayu
lanjutkan semakin seru
2024-02-03
1
Supriyadi Supriyadi
terus lanjut
2023-11-05
2
Bonda Nisya
hebat jalan cerita lagi menarik
2023-10-01
2