"Ya ela lama banget, usir saja Arin biar kampung kita tidak malu," kata Bu Mira menyeret paksa tangan Arin.
Arin memberontak mencoba melepaskan diri dari Bu Mira.
"Hei lepaskan tangan kak Arin," teriak Tio tak terima sang kakak di perlakukan seperti itu.
"Lepaskan tangan saya," pinta Arin meronta-ronta mencoba melepaskan tangannya.
"Kalian mau apakan anak saya, cepat lepaskan anak saya," teriak pak Rahmat saat melihat anaknya di usir paksa.
"Dasar tak punya malu, cepat tinggalkan kampung kita," bentak Bu Yuli.
"Hiks hiks hiks hiks bunda, Tio , Rio , Ayah tolong Arin," Arin tak henti-hentinya menangis.
"Kak Arin....." Teriak Rio.
"Kalian jangan menghina anak saya, pergi dari sini," bentak bunda dengan keras.
"Ya elah kelamaan ibu-ibu, kita usir saja Arin hari ini juga," kata bu Mira dan Bu Yuli dengan menggebu-gebu menarik tangan Arin dengan sekuat tenaga.
"Lepaskan saya," teriak Arin.
"Diam kamu....." bentak Bu Yuli.
"Lepaskan anak saya, mau kalian apakan anak saya," teriak pak Rahmat.
Arin pun di dorong para ibu-ibu untuk menjauhi rumahnya.
"Hiks hiks hiks bunda..." teriak Arin.
"Pergi kamu, buat malu saja," teriak Bu Rani sang Bu Dhe.
"Pergi jangan injakan kaki kotor kamu di kampung ini," kata Bu Yuli mengancam.
Arin pun meninggalkan tempat itu dengan tersedu-sedu.
"Kak Arin jangan pergi," teriak Rio.
"Anakku jangan pergi, jangan tinggalkan bunda dan ayah nak...." teriak pak Rahmat yang melihat punggung sang anak menjauh.
"Kalian semua jahat, tak punya hati," teriak bunda histeris melihat sang putri satu-satunya pergi dengan cara di usir.
"Sudah jangan tangisi anak itu cuma buat malu saja," sinis Bu Rani meninggalkan tempat itu di susul para ibu-ibu yang tersenyum puas melihat pengusiran Arin.
Bunda, Ayah, Rio maupun Tio saling berpelukan menangisi Arin yang di paksa pergi.
"Hiks hiks hiks hiks hiks kalian semua jahat, ingat kalian semua pasti akan kena karma," teriak bunda dengan emosi.
"Ya sudahlah mbak, jangan ngomong aneh-aneh lha ini semua yang salah anak mbak tuh yang hamil tanpa suami. Kak jangan pernah lagi datang ke rumahku, buat malu saja sudah miskin, eh anaknya jadi jual diri," sinis Bu Rani menuduh Arin dengan seenaknya padahal Bu Rani itu tak lain adalah adik kandung pak Rahmat.
Dengan berat hati Arin pun menjauh, Arin tak mengira bahwa Bu Dhe yang selama ini selalu baik kepadanya berubah kejam, dengan tega dia ikut mengusir Arin.
Arin melangkahkan kakinya dengan begitu berat menjauh dari kampung itu, kampung yang menorehkan kebahagiaan sekaligus luka.
Selepas kepergian Arin....
"Aaah......." Teriak pak Rahmat menegang dadanya.
"Ayah kenapa.... Yah?" Tanya kedua anaknya.
Brukkkkk....
Pak Rahmat tersungkur di lantai teras rumah.
"Ayahhhhhh......." Ketiganya berteriak memanggil orang yang begitu di sayangi.
Dengan bergetar Tio meraih tangan ayahnya sedangkan bunda memangku sang suami, berkali-kali menepuk pelan wajah sang suami untuk menyadarkan nya.
"Yah bangun ......." Pinta bunda.
Deg deg deg deg....
Tio tak bisa berkata apa-apa setelah memastikan kondisi sang ayah.
'Kenapa denyut nadi Ayah tidak ada, tidak.... Tidak mungkin Ayah tega pergi meninggalkan kita,' batin Tio.
'Apa yang harus ku sampaikan kepada bunda,' batin Tio.
Tiba-tiba tubuh Tio bergetar menahan tangis, wajahnya pucat karena kaget.
"Tio Ayah baik-baik saja kan?" Tanya Rio saudara kembarnya.
Tio mengeleng, mulutnya terasa keluh untuk berbicara.
Rio yang mengerti pun langsung mengusap wajahnya kasar. Tanpa sadar air mata pun meluncur dengan cepat membanjiri wajah Rio.
Bunda memandang sang anak dengan tatapan penuh pertanyaan.
"A-ayah s-su-d-ah pergi Bun," lirih Tio.
"Tidak.... Ayahhhhh..... Hiks hiks hiks hiks hiks jangan tinggalin bunda, bunda tidak sanggup kehilangan ayah. Hiks hiks hiks hiks," tangis pilu sang bunda pecah meratapi kepergian sang suami.
"Hiks hiks hiks hiks Ayah jangan tinggalin Rio," tangis Rio pun pecah.
Ketiganya larut dalam kesedihan, karena sang penjaga, panutan dan separuh jiwa keluarga telah pergi untuk selama-lamanya.
Sedangkan Arin.....
Arin berjalan mengikuti langkah kakinya, entah kemana kaki itu membawa Arin pergi.
Tak terasa cuaca berubah mendung, rintik air berjatuhan.
Arin berlari kecil, dia memandang sekeliling ternyata tempat ini jauh dari perumahan, Arin terus berlari. Arin bernafas lega saat matanya menemukan sebuah warung.
Arin pun berlari menuju sebuah warung kecil yang ternyata pemiliknya sudah tua. Arin pun memberanikan masuk ke dalam, nasib berpihak kepada Arin karena warung dalam kondisi sepi.
"Nek boleh saya berteduh?" Tanya Arin hati-hati.
"Silahkan nak, nenek tutup dulu ya warungnya takut air hujan masuk," jawabnya ramah.
Arin pun duduk di salah satu kursi dengan memeluk tubuhnya, bajunya sedikit basah apalagi hembusan angin membuat dirinya kedinginan.
"Nak masuklah," pinta sang nenek.
Arin masuk ke dalam rumah sesuai permintaan sang nenek, Arin memandang sekeliling di dalam cuma ada kamar mandi, tempat tidur dan dapur.
'Apa nenek ini tinggal sendiri,' batin Arin.
Nenek pun mengerti arti tatapan gadis di depannya.
"Nenek tinggal sendirian, anak nenek semua sudah ikut suaminya," jelas nenek.
"Oh maaf ya nek," kata Arin.
"Iya nak...." jawab sang nenek.
"Maaf nak rumah nenek seadanya, ini minum dulu teh hangatnya setelah itu kamu bisa ganti baju pakai baju nenek kalau kamu mau," kata nenek penuh dengan perhatian.
Arin bernafas lega, masih ada orang yang sebaik sang nenek.
Arin pun mengikuti saran sang nenek untuk berganti pakaian, meskipun pakaian nenek-nenek tetapi Arin bersyukur karena masih ada baju untuk dia kenakan maupun masih ada tempat untuk dirinya bernaung.
Setelah selesai berganti pakaian, Arin pun duduk di samping sang nenek dan meminum teh hangat itu.
"Nak kenapa kamu bisa sampai di sini?" tanya sang nenek setelah Arin sudah berada di depannya.
Arin menunduk sedih.
Sang nenek yang melihat itu pun bisa menebak, kalau perempuan remaja di depannya itu sedang dalam kondisi yang tidak baik-baik saja.
'Apa aku harus bicara jujur dengan semua yang ku alami kepada sang nenek,' batin Arin.
Melihat Arin masih terdiam, sang nenek pun mengerti.
"Ya sudah kalau kamu tidak mau bicara, nenek tinggal masak dulu buat makan malam kita," kata sang nenek hendak berdiri.
Arin pun membuka mulutnya.
"Sebenarnya........" Arin pun mengatakan semuanya tanpa ada di tutupi. Terserah keputusan nenek ini entah Arin di usir seperti tadi, Arin pun ikhlas mungkin ini nasibnya.
Nenek pun kaget ternyata Arin mengalami hal yang begitu berat.
"Tinggal lah di sini nak, anggaplah aku ini nenekmu dan kalau ada yang bertanya bilang saja kalau kamu adalah cucuku dan kamu sudah menikah," nenek itu bicara dengan bijaknya.
Arin menghambur memeluk sang nenek dengan erat.
"Hiks hiks hiks hiks hiks hiks terimakasih nek,” Arin tak tahu harus berbicara apa lagi karena Arin bahagia menemukan orang yang tulus menerimanya.
Bersambung....
Maaf kalau ada typo bertebaran.
Slow ya alurnya, nikmati saja dulu.
Tambahin irisan bawang lagi biar banjir komen.....
JANGAN LUPA GOYANG JEMPOLNYA, TINGGALKAN JEJAK BERUPA LIKE , RATE BINTANG LIMA YA😅 , KOMEN MAUPUN VOTE BIAR SEMANGAT UPDATE.
MASUKKAN FAVORIT JUGA YA.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 192 Episodes
Comments
Nuri Maulidia
hbt km nek
2023-11-21
1
Fatim Maryati
bagus ketemu orang baik
2023-11-05
0
Yani Habibi
hm..miris dan teriris baca y😭
2023-11-04
1