Betul usir Arin,"
"Usir... Usir... Usir," teriak semua warga yang berkumpul di depan rumah Arin.
Sedangkan di dalam rumah tepatnya di dalam kamar.....
"Kak apa benar semua yang di omongin oleh semua ibu-ibu di luar?" Tanya Rio memastikan.
"Iya," hanya jawaban itu yang bisa Arin ucapkan kepada sang adik.
"Bre****k siapa orang yang sudah berani hamilin kakak, cepat katakan kak?" Tanya Rio menggebu-gebu, Rio menggoyangkan bahu sang kakak untuk mencari jawaban.
"Aku tidak tahu siapa," jawaban itu akhirnya meluncur dari bibir mungil Arin, dirinya tak bisa berkata apapun.
"Kak jangan sembunyikan apapun," pinta Rio.
Arin hanya menggeleng pelan menjawab pertanyaan sang adik.
Rio meraup wajahnya kasar. Rio menatap sang kakak.
Awalnya Rio begitu kaget saat mendengar jawaban dari mulut sang kakak, Rio tak percaya sang kakak yang begitu baik tega membuat malu nama keluarga. Rio menghela nafas berat, Rio memandang ke arah sang Ayah yang tak sadarkan diri.
Rio pun menyeret tangan sang kakak untuk keluar dari kamar, Rio tak ingin menimbulkan kebisingan di kamar sang Ayah.
"Katakan siapa pacar kakak yang membuat kakak hamil, katakan kak?" pinta Rio.
Arin menangis tersedu-sedu, Arin tak tahu harus berkata apa kepada sang adik. Dirinya hanya bisa menggelengkan kepalanya tak jauh benih siapa yang sedang dia kandung saat ini.
"Kakak ti-tidak tahu... Hiks hiks hiks hiks hiks...." Arin hanya mampu menjawab itu.
Brakkkk......
Rio menendang kursi yang ada di meja makan, dia tidak bisa menguasai emosinya. Muncullah penyesalan dalam pikirannya, ternyata dia telah gagal menjaga kakak perempuan satu-satunya. Dengan sekuat tenaga Rio meredam emosi nya, di pandangnya wajah sang kakak yang terlihat sembab.
Rio menarik nafas panjang, dia memberanikan diri untuk melanjutkan mengintrogasi sang kakak.
"Apa kakak di per**sa?" kata itu meluncur bebas dari mulut Rio.
Arin lagi-lagi mengelengkan kepala nya, dia seolah ragu apa yang terjadi kepadanya.
Rio mengerutkan kening seolah heran dengan jawaban sang kakak.
"Stttt....." Arin menarik tangan sang adik untuk duduk di hadapannya. Arin memandang wajah sang adik, Arin menarik nafas panjang bersiap untuk bercerita.
'Mungkin inilah saatnya aku harus jujur kepada Rio,' batin Arin.
"Jujur kakak awalnya juga binggung, Kakak tak tahu apa yang terjadi, waktu itu kakak pergi ke acara perpisahan dengan sahabat kakak Veli...." jawab Arin menjeda ucapannya, dia menerawang jauh ke waktu itu.
Rio mengangguk mengerti kejadian itu.
Arin menarik nafas berat, melanjutkan ceritanya.
"Saat itu kakak tidak tahu apa-apa, tahu-tahu paginya kakak bangun di dalam kamar hotel, hiks hiks hiks hiks hiks......" tangis Arin pun pecah mengingat kejadian kelam itu, dia teringat terbangun dalam kondisi tak mengenakan baju sehelai pun.
Dengan tersedu-sedu Arin pun berniat melanjutkan ceritanya. Sedangkan Rio mengepalkan tangannya melihat air mata membanjiri wajah sang kakak.
Arin pun menceritakan saat dirinya berkunjung ke rumah Veli sang sahabat dan tak lupa Arin menceritakan apa yang Arin dengar saat itu.
'Br****ek, aku tidak akan tinggal diam. Akan ku balas semua ini,' batin Rio penuh kebencian.
Sedangkan di luar rumah......
"Usir Arin...."
"Iya buat malu saja warga sini,"
"Ibu-ibu sabar, jangan emosi," punya pak RT membujuk ibu-ibu yang di landa emosi.
"Dasar J***ng, wajahnya saja sok polos," celetuk ibu-ibu berbadan besar.
"Hei ibu-ibu.... Anak saya tidak seperti itu," kata bunda dengan suara lantang.
Dirinya tak sanggup mendengar putrinya di hujat.
"Ya elah kenyataan nya anak situ hamil," jawab Bu Yuli.
"Iya betul Bu, kelihatannya saja alim, sok polos," sinis Bu Mira.
"Ayo usir saja Arin, takutnya nanti suami kita di goda,"
Pak RT maupun bunda tak bisa menenangkan para ibu-ibu.
Bunda begitu sedih kala hujatan demi hujatan di layangkan untuk sang putri.
Dari kejauhan Bu bidan maupun Tio di buat kaget karena banyak ibu-ibu yang sedang berkumpul di depan rumah pak Rahmat.
"Tio itu ada apa ya?" tanya Bu bidan heran.
"Entahlah Bu bidan, saya juga tidak tahu," jawab Tio.
Akhirnya Bu bidan dan Tio sampai di depan rumah.
"Nah itu pak RT, tanyakan saja kepada Bu bidan. Apa benar Arin itu hamil biar pak RT tahu kalau saya tidak berbohong," kata Bu Yuli menunjuk ke arah Bu bidan yang baru saja sampai di hadapan mereka.
"Ha ada apa ibu-ibu kenapa berkumpul di sini semua?" tanya Bu bidan yang mencoba mencari jawaban.
"Hei kenapa kalian semua berkumpul di depan rumah kakak saya," teriak Bu Rani yang baru saja datang. Bu Rani adalah adik dari pak Rahmat, ayah dari Arin.
"Hei Bu Rani tuh ponakan mu hamil," jawab bu Yuli dengan sinis, entah dendam apa yang membuat Bu Yuli begitu tak suka dengan keluarga pak Rahmat.
"A-apa Arin hamil," kata Bu Rani yang kaget, dia tak menyangka kedatangan nya kesini mendapatkan kabar mengejutkan.
Tio juga di buat kaget saat mendengarkan jawaban dari Bu Yuli, tetapi dengan cepat Tio berhasil menguasai diri. Tio bergegas mengajak Bu bidan ke dalam rumah tak memperdulikan ucapan ibu-ibu di sana.
Tio menuntun Bu bidan untuk masuk ke dalam rumah, Bu bidan pun mengikuti langkah Tio tak memperdulikan ucapan dari para ibu-ibu.
Sampailah ke duanya di depan pintu kamar.
Bu bidan menoleh sekilas, melihat wajah sembab Arin.
Dengan cepat Bu bidan memeriksa kondisi pak Rahmat. Tak berselang lama akhirnya pak Rahmat pun tersadar.
"Akhirnya Ayah sadar, hiks hiks hiks hiks hiks," Rio pun memeluk sang Ayah dengan Isak tangis.
"Nak jangan menangis Ayah tidak apa-apa," kata pak Rahmat mengelus rambut Rio.
"Usir Arin...." Teriakan ibu-ibu terdengar sampai ke dalam kamar.
"Itu suara berisik apa?" tanya Ayah melepaskan pelukannya.
Rio, Tio dan arin. Ketiganya pun saling berpandangan binggung untuk memberikan jawaban.
"Tidak apa-apa pak Rahmat, jangan di pikirkan ingat kondisi bapak. Ini semua obatnya jangan lupa di minum setiap hari," kata Bu bidan sambil menyerahkan bungkusan berisi obat.
"Iya Bu bidan, terimakasih," jawab pak Rahmat.
Keributan di luar semakin menjadi, apalagi Bu Rani yang juga kerabatnya ikut mencibir Arin.
"Iya usir saja Arin. Buat malu keluarga saja, saya kira Arin polos ternyata....." ucap Bu Rani begitu menusuk hati sang bunda.
"Usir Arin....."
"Arin cepat keluar..." teriak Bu Yuli dengan suara lantang sampai terdengar ke dalam kamar.
Ceklek......
Tanpa mereka semua duga, muncullah pak Rahmat di depan pintu dengan bantuan ke dua anak kembarnya.
Sang bunda begitu kaget melihat sang suami yang tengah berdiri di papah Rio dan Tio, Bunda begitu takut kalau kondisi sang suami akan menurun saat mendengar ucapan ibu-ibu.
"Hei pak Rahmat usir saja Arin, buat malu kampung saja," kata Bu Mira.
"Iya kak usir saja anak kakak itu, buat malu keluarga saja," sinis Bu Rani yang tak lain budhe Arin.
Bersambung....
Maaf ku review ulang karena bab dobel.
Masih ada bawangnya ya🤭
JANGAN LUPA GOYANG JEMPOLNYA, TINGGALKAN JEJAK BERUPA LIKE , RATE BINTANG LIMA YA😅 , KOMEN MAUPUN VOTE BIAR SEMANGAT UPDATE.
MASUKKAN FAVORIT JUGA YA.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 192 Episodes
Comments
shadowone
rio ini umur berapa sih? seingat aku di bab awal rio ini kembar dan umur masi 6 tahunan bukan sih? kok gaya gayaan gitu? bnyak novel aku baca anak yang dewasa sebelum umurnya tapi gak juga kayak rio ini yang berlebihan. maap thor ga sesuai aja maksa banget. untung ini uda tamat dan banyak juga pembacanya. semoga sukses dan lebih baik lagi karyanya.
2023-11-17
1
Bonda Nisya
gerammm
2023-09-30
2
Indri Wulandari
seharusnya dr awal jujur aja biar g ada kejadian kyk gtu
2023-09-02
0