Bab 20

Setelah shalat isya, Dimas keluar dari rumah ibunya dan melangkah menuju warung janda tanpa anak, sejak dia meninggalkan Fitri di rumah kontrakannya. Dia semakin sering nongkrong di warung itu.

“Mau minum apa, Dim?” tanya Susi lanngsung menghampiri Dimas yang sudah duduk di warungnya.

“Aku minum kopi aja, Sus,” jawab Dimas.

“Oke, tunggu sebentar, ya.” Susi pun melangkah mengambilkan secangkir kopi untuk Dimas.

Makin hari warung janda kembang itu semakin ramai didatangi para suami yang seumuran dengan Dimas.

Yanto baru saja masuk ke dalam warung janda kembang itu, dia langsung duduk di samping sahabatnya.

“Hei, Dim. Gimana kabar, Lu?” sapa Yanto.

“Hai. Alhamdulillah, baik,” balas Dimas.

“Dim, gue mau ngomong sama lu, bisa?” tanya Yanto pada sahabatnya.

Sebagai seorang sahabat Yanto tidak bisa diam dengan apa yang kini terjadi di antara Fitri dan sahabatnya.

“Ngomong aja,” jawab Dimas santai.

“Jangan di sini, dong. Kita ngobr di luar aja, ayo, ikut gue,” ajak Yanto sedikit memaksa sahabatnya.

“Ngomong aja kali, Yan. Gue udah pesan kopi nih sama Susi,” ujar Dimas malas.

Dimas yakin, sahabatnya akan membicaraka permasalahan rumah tangganya dengan Fitri karena sejak dulu hanya Yanto yang berani ikut campur urusan rumah tangganya.

“Tidak bisa di sini, Dim. Nanti setelah kita ngobrol, kita balik lagi ke sini. Lu bisa minum kopi Lu setelah itu,” ujar Yanto terus membujuk Dimas untuk mau ikut dengannya.

“Ya udah, deh.” Akhirnya Dimas pun mau.

Mereka berdir dan hendak melangkah keluar dari warung milik Susi.

“Dim, kopinya,” teriak Susi saat melihat Dimas dan Yanto keluar dari warungnya.

Susi takut kopi yang sudah dibuatnya untuk Dimas tidak ada yang meminumnya.

“Aku Cuma pergi sebentar, ada urusan. Setelah selesai aku ke sini lagi,” ujar Dimas.

“Oh, ya udah, kalau gitu,” ujar Susi.

Yanto membawa Dimas ke pinggir sungai tempat dia biasa nongkrong sewaktu mereka masih kecil, selama ini setiap ada pembicaraan yang di rasa pribadi mereka selalu duduk di jembatan pinggir sungai yang ada di desa itu.

“Lu mau ngomng apa sih, Yan?” tanya Dimas penasaran.

“Gue Cuma mau nanyain masalah lu dengan Fitri,” jawab Yanto jujur.

“Benar ternyata dugaan gue, lu pasti akan membahas masalah ini,” ujar Dimas menanggapi jawaban Yanto.

“Dim, sebagai sahabat lu, gue ikut prihatin dengan masalah rumah tangga lu, tapi masalah rumah tangga  lu saat ini bukan lagi masalah biasa. Rumah tangga lu saat ini sudah berada di ujung tanduk,” ujar Yanto menasehati sahabatnya.

“Gue juga sudah tidak sanggup lagi menjalani rumah tangga gue dengan Fitri karena gue tidak sanggup hidup bersama wanita yang hatinya masih terbagi untuk pria lain,” ujar Dimas.

“Dim, lu tidak boleh berprasangka buruk seperti itu pada istri lu sendiri,” nasehat Yanto pada sahabatnya.

“Bukannya berprasangka buruk, Yan. Bapak gue melihat sendiri apa yang dilakukan oleh istri gue, awalnya gue percaya dengan Fitri dan mulai memperbaiki rumah tangga kami yang retak, tapi setelah apa yang diberitahu bapak. Gue tidak bisa memaafkan apa yang sudah dilakukan oleh wanita ja*ang itu,” ujar Dimas mulai emosi mengingat kejadian waktu itu.

“Apa yang dilakukan Fitri?” tanya Yanto penasaran.

Dimas pun mulai menceritakan kejadian beberapa hari yang lewat, saat dia mendapati istrinya tengah memakai bajunya. Dia percaya dnegan apa yang dikatakan bapaknya bahwa Fitri melakukan hal tidak senonoh melalui panggilan video.

“Apakah lu memiliki bukti dengan apa yang dilakukan oleh Fitri waktu itu?” tanya Yanto berusah membuka hati sang sahabat.

Yanto kini tengah berusaha mengajak sahabatnya untuk menyelesaikan permasalahan keluarganya dengan kepala dingin.

Dimas terdiam mendengar pertanyaan dari Yanto.

“Gue memang tidak memiliki bukti, tapi bapak gue melihat apa yang sedang dilakukannya,” ujar Dimas.

Dimas masih tetap menganggap Fitri bersalah tanpa mencari tahu apa yang sebenarnya telah terjadi pada dirinya.

“Dim, lu salah. Seharusnya lu sebagai suami, harus menanyakan apa sebenarnya yang telah terjadi bukan menghakimi dia dengan pernyataan bahwa dia telah bersalah. Dim, di desa ini Fitri hanya tinggal bersama lu. Hanya lu satu-satunya tempat dia mengadu, hanya lu satu-satunya tempat dia berlindung karena lu adalah suaminya. Namun, dengan sikap lu saat ini padanya membuat dia hancur tidak ada tempat berpegangan. Ingat, Dim. Lu yang bawa dia ke sini, lu yang sudah menjauhkan dia dari keluarganya, lu juga yang menghancurkan hidupnya saat ini,” cecar Yanto kesal melihat sikap Dimas yang masih menganggap istrinya bersalah.

“Yan, lu enggak ngerasain bagaimana sakitnya dikhianati,” ujar Dimas masih berusah membela diri.

“Lu salah, Dim. Sekarang gue tanya sama, lu. Siapa yang mengkhianati, Lu?” tanya Yanto lagi pada sahabatnya.

“Ya istri gue lah, Yan,” ujar Dimas ngotot.

“Astaghfirullah, Dim. Lu sudah menfitnah istri lu yang sudah mendampingi lu 7 tahun lamanya dalam kondisi kehidupan lu yang terbilang sangat memprihatinkan,” ujar Yanto kesal.

“Maksud lu apa, Yan? Kelihatannya lu berpihak pada wanita ja*ang itu?” ujar Dimas tidak suka.

“Bukan berpihak padanya, tapi gue berpihak pada yang benar,” ujar Yanto.

“Apa maksud lu?” tanya Dimas penasaran.

“Dim, gue sudah tahu apa yang terjadi, Fitri datang ke rumah gue. Dia menceritakan semua yang terjadi pada istri gue sampai nangis-nangis. Gue kasihan sama istri lu, Dim. Saran gue, lu cari tahu dulu apa yang sebenarnya terjadi,” ujar Yanto.

“Fitri bilang apa?” tanya Dimas penasaran.

Akhirnya Yanto menceritakan apa yang diceritakan oFitri pada istrinya, Yanto juga meminta sahabatnya untuk mencari tahu kebenarannya.

“Lu harus perhatikan gerak gerik bapak, lu. Kelihatannya bapak lu suka sama Fitri, dan dia marah pada Fitri karena telah meolak apa yang diinginkan bapak lu,” ujar Yanto lagi.’

“Apa? Gue tidak percaya,” bantah Dimas.

“Lu boleh tidak percaya dengan apa yang sudah gue katakana, tapi gue minta sama lu untuk terus mengawasi gerak gerik bapak lu sebelum lu benar-benar menyesal kehilangan Fitri,” nasehat Yanto pada sahabatnya.

“Ya udah, cuma itu yang ingin gue bicarakan sama, lu. Gue harap lu bisa berpikir jernih dan melakukan yang terbqaik untuk mempertahankan rumah tangga lu yang kini tengah berada di ujung tanduk,” nasehat Yanti pada Dimas.

Yanto berdiri dan melangkah meninggalkan Dimas yang masih diam mematung. Dia terpaku dengan apa yang dikatakan oleh Yanto, dia tidak menyadari Yanto sudah pergi dan meninggalkan Dimas seorang diri masih duduk di pinggir jembatan.

“Apa benar bapak mau melakukan apa yang sudah dikatakan oleh Yanto?” gumam Dimas di dalam hati.

Bersambung…

Terpopuler

Comments

Humayra

Humayra

Dimas enggak tahu diuntung

2022-09-10

1

gaby

gaby

Dimas dah mlarat kebanyakan gaya. Sok2an ngopi di warung janda. Kawinin aja tuh janda, mau ga dia di ajak hdp susah.

2022-09-03

6

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!