Bab 18

Dimas menatap tajam ke arah sang istri.

“Bapak tadi mendengar suara-suara aneh dari luar, jadi bapak penasaran apa yang dilakukan istrimu,” ujar Arif menghasut putranya.

“Ternyata istrimu melakukan perbuatan hina melalui video call,” ujar Arif lagi terus memanas-manasi putranya.

“Tidak, Bang,” lirih Fitri.

Kini Fitri sudah menangis di hadapan sang suami berharap sang suami tidak mempercayai apa yang dikatakan oleh ayahnya.

“Aku tidak menyangka, kamu rela melakukan hal ini itu, Fitri,” bentak Dimas tak percaya dengan ucapan istrinya.

Fitri terus menggelengkan kepalanya, memohon pada sang suami untuk tidak mempercayai apa yang dikatakan oleh sang ayah. Namun, pria yang sudah menjadi pendamping hidupnya selama tujuh tahun ini lebih percaya dengan ucapan ayahnya.

“Kamu ceraikan dia sekarang juga, Dim. Dia ini wanita ja*ang, tidak ada gunanya kamu mempertahankan dia.” Arif terus menghasut Dimas.

Dimas pulang lebih awal karena ada acara mendadak di sekolahnya. Dia malas mengikuti acara itu dan memilih untuk pulang terlebih dahulu. Dia tak menyangka akan disambut dengan masalah ini.

Dimas sangat kecewa, amarah dan emosinya tak lagi dapat dibendung. Ingin Dimas mengucapkan kata cerai pada sang istri, tapi dia teringat dengan sosok gadis kecilnya.

Dimas pun keluar dari kamar, dia melangkah dan pergi dari rumah, dia mengabaikan ayahnya yang masih berada di dalam kamar sang istri.

“Haha, hari ini aku belum bisa menikmati tubuhmu. Aku pastikan aku akan memilikimu,” ujar Arif pada Fitri yang kini menatap marah pada ayah mertuanya.

Arif keluar dari rumah kontrakan putranya lalu dia melangkah pulang ke rumahnya.

Fitri terduduk lemas dengan apa yang baru saja terjadi pada dirinya, dia tak menyangka ayah mertuanya ingin merenggut kehormatannya setelah itu ayah mertuanya juga berani memfitnah dirinya.

“Ya Allah, cobaan apalagi yang akan Engkau berikan padaku,” isak Fitri.

Dia mulai menangisi nasib yang kini tengah dijalaninya. Baru saja dia merasa rumah tangganya mulai membaik dengan Dimas, tapi datang lagi cobaan yang membuat rumah tangga mereka kembali berantakan.

****

Dua hari berlalu, sejak kejadian itu, Dimas dan Rasya tak pernah pulang ke rumah kontrakannya. Fitri merasa rindu dengan putrinya, ingin rasanya dia menjemput Rasya ke rumah ibu mertuanya, tapi dia tak ingin bertemu dengan ayah mertuanya yang biadab itu.

Dua hari berkurung di rumah, akhirnya Fitri memberanikan diri keluar dari rumahnya dan mulai beraktifitas. Dia ingin ke warung membeli bahan-bahan untuk dimasak.

Saat Fitri baru saja membuka pintu, dia melihat Bu Yus sudah berada di depan rumahnya.

“Fitri, kamu ke mana saja? Dua hari ini saya datang tapi rumahnya ditutup terus,” tanya Bu Yus tampak kesal.

“Iya, Bu. Saya sakit,” jawab Fitri.

“Ada apa, bu Yus mencari saya?” tanya Fitri heran.

“Lho, kok malah nanya Fit? Saya itu sudah dua hari menunggu barang pesanan saya, kok sampai sekarang belum juga diantar ke rumah?” tanya Bu Yus ikut heran.

“Apa?” lirih Fitri kaget.

“Jadi, Bang Dimas belum mengantar barang pesanan Bu Yus ke rumah?” tanya Fitri.

“Dia tidak pernah datang ke rumah, tuh,” jawab Bu Yus kesal.

“Astaghfirullah,” lirih Fitri pelan.

“Oh, baiklah, Bu. Nanti aku yang akan menjemput barang pesanan ibu. Maaf atas ketidaknyamanannya, Bu,” ujar Fitri berusaha menenangkan Bu Yus yang mulai ketus pada Fitri.

“Ya sudah, saya tunggu sampai sore, ya,” ujar Bu Yus.

“Iya, Bu. Maafkan aku ya, Bu,” ujar Fitri lagi merasa tidak enak hati pada wanita yang sudah percaya padanya.

Bu Yus pun pergi meninggalkan rumah Fitri. Ibu satu anak itu hanya bisa menatap sendu kepergian Bu Yus.

“Kenapa, Bang Dimas belum membelikan barang pesanan Bu Yus, ya? Apa jangan-jangan dia belum sempat mengambilnya di toko pak Harta?” gumam Fitri di dalam hati.

Akhirnya Fitri pun memutuskan untuk langsung pergi ke toko Pak Harta, dia tidak mau Bu Yus hilang kepercayaan terhadap dirinya. Fitri mengganti dasternya dnegan sebuah gamis yang sudah lusuh karena sering dipakai.

Selama hidup bersama Dimas dia hanya bisa membeli 3 gamis, itu pun dibelinya tiga tahun pertama pernikahan mereka.

Fitri mengeluarkan sepeda motor butut warisan kedua orang tuanya yang sengaja dibawanya ke desa Dimas untuk alat transportasi jdi saat dia pergi keluar rumah.

Fitri melajukan sepeda motornya, dia sengaja melewati rumah mertuanya untuk mengetahui keadaan putri kecilnya.

Di saat Fitri melintasi rumah mertuanya, Fitri melihat Rasya tengah bermain dengan anak kecil seumuran dengannya di rumah tetangga mertuanya. Fitri langsung menghampiri gadis kecilnya.

“Rasya,” lirih Fitri.

“Bunda,” ujar Rasya senang.

Rasya langsung memeluk tubuh wanita yang sudah melahirkannya. Dua hari tak bertemu membuat dia sangat merindukan sosok ibunya.

“Bunda, Rasya kangen Bunda,” lirih Rasya.

Dimas mendengar putrinya memanggil bundanya, dia yang berada di dalam rumah langsung keluar.

Dimas tak suka melihat Fitri memeluk putrinya, dia pun menghampiri dua wanita yang selama ini mengisi hari-harinya.

“Ngapain kamu ke sini?” tanya Dimas kasar.

“Bang, aku ingin bertemu dnegan putriku,” ujar Fitri.

“Kamu tidak boleh bertemu dnegan Rasya, pergilah sebelum aku marah!” ancam Dimas.

Dimas menarik tangan Rasya. Gadis kecil itu tidak mau, dia langsung memeluk bundanya, dan tidak ingin melepaskan pelukan itu. Begitu juga dengan Fitri, dia tak ingin melepaskan putrinya.

Mungkin Fitri bisa hidup tanpa Dimas, tapi dia takkan bisa hidup tanpa gadis kecil yang disayanginya.

“Bang, Rasya putriku. Kamu tidak bisa memisahkan aku dnegannya,” ujar Fitri dengan nada yang mulai meninggi.

Beberapa orang tetangga melihat keributan itu. Ibu Dimas juga mendengar perdebatan antara putra dan menantunya dari dalam rumah.

Bu Fatimah langsung keluar lalu menghampiri sepasang suami istri yang ribut di depan rumah.

“Dimas! Fitri!” teriak Bu Fatimah kesal.

Warga mulai berkerumun memperhatikan pertengkaran tersebut.

Dimas dan Fitri menoleh pada Bu Yuyun yang kini menghampiri mereka.

“Apa yang kalian lakukan? Lihat kalian menjadi tontonan,” ujar Bu Fatimah.

“Lihatlah, Bu. Fitri mau membawa Rasya,” ujar Dimas tidak suka.

“Biarkan dia membawa putrinya,” ujar Bu Fatimah.

Dalam 2 hari ini Bu Fatimah merasa kerepotan mengurusi cucunya, Dimas tidak mengizinkan putrinya pulang bertemu dengan bundanya karena emosi dan amarahnya pada sang istri.

“Tapi, bu,” bantah Dimas.

“Fitri juga ibunya Rasya, biarkan dia bersama ibunya. Dia lebih membutuhkan kasih sayang ibunya dari pada kasih sayangmu,” ujar Bu Fatimah.

“Fitri, bawalah Rasya. Setelah ini kita selesaikan masalah kalian dengan baik-baik,” ujar Bu Fatimah pada menantunya.

Bu Fatimah memilih menjadi penengah dalam permasalahan rumah tangga putranya.

Bersambung…

Terpopuler

Comments

Humayra

Humayra

ibu Fatimah baik... tapi anaknya kurang ajar...

2022-09-10

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!