Bab 17

Dimas terdiam lama, dia tak dapat berbicara-apa-apa.

“Aku tahu, kamu pasti marah padaku karena aku masih mau menerima telpon dari Reyhan, tapi aku sendiri tidak menyangka pria itu bukan Reyhan dan dia seolah-olah menghipnotisku untuk percaya apa yang dikatakannya.” Fitri mulai mencurahkan isi hatinya.

“Aku jujur padamu, Bang. Walaupun pernikahan kita hanya dasar perjodohan, tujuh tahun yang kita lalui sudah membuatku bisa mencintaimu dan menerima dirimu sebagai suamiku,” ujar Fitri.

“Jika memang aku tak pernah mencintaimu, aku tak akan mau bertahan hidup bersamamu dalam keadaan ekonomi kita yang semakin hari semakin sulit. Aku rela ikut berjuang bersamamu, aku mau melakukan apa saja agar kita masih bisa bersama.”

“Aku juga rela meninggalkan keluargaku dan menentang mereka hanya demi dirimu, Bang. Aku menentang keluarga agar aku bisa berbakti padamu, Bang,” ujar Fitri meluapkan rasa sakit yang ada di hatinya.

Fitri benar-benar terluka dengan sikap Dimas beberapa hari belakangan ini, dia masih sanggup bertahan karena masih berharap Dimas akan kembali berubah seperti dulu.

Dimas terdiam, dia menundukkan kepalanya. Hati kecilnya membenarkan apa yang dikatakan oleh istrinya. Jika memang istrinya mau selingkuh kenapa tidak dari dulu sebelum mereka memiliki Rasya.

Dimas tertduduk di kursi yang ada di dekat tempat tidur Fitri, istrinya hanya bisa memandangi sang suami yang terlihat menyesal dengan apa yang sudah dilakukannya.

“Maafkan aku jika aku memang salah,” lirih Fitri sebelum membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur.

Tiga hari telah berlalu, Fitri sudah diperbolehkan pulang dari rumah sakit. Dia kembali menjalani aktifitasnya seperti biasa.

Setelah shalat subuh, Fitri mulai memasak di dapur dan setelah itu membereskan rumah. Sedangkan Dimas bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah.

“Bang,” ujar Fitri saat Dimas sudah duduk di kursi meja makan.

Dia mulai menyantap sarapan yang telah disediakan oleh istrinya.

“Mhm,” gumam Dimas menanggapi ucapan sang istri.

“Nanti pulang sekolah, aku bisa minta tolong bawakan barang pesananku di toko Pak Harta?” ujar Fitri meminta tolong pada sang suami.

Berhubung lokasi sekolah tempat Dimas mengajar sejurusan dengan toko pak Harta, makanya Fitri menitipkan barang pada sang suami.

“Barang apa?” tanya Dimas.

“Mhm, magig com dan setrika,” jawab Fitri.

“Pesanan siapa?” tanya Dimas.

“Pesanan Bu Yus yang tinggal dekat masjid,” jawab Fitri.

“Ya udah, nanti aku bawakan,” ujar Dimas.

Fitri pun memberikan sejumlah uang pada Dimas.

“Aku sudah nego sama Pak Harta, jadi kamu tinggal kasih uang dan bawa barang saja,” jelas Fitri.

“Baiklah,” ujar Dimas sambil mengangguk paham.

Hubungan Dimas dan Fitri mulai membaik karena Dimas mencoba untuk percaya dengan apa yang dikatakan oleh istrinya saat berada di rumah sakit waktu itu.

“Ya sudah, aku berangkat dulu,” ujar Dimas berpamitan setelah dia selesai makan.

Dia berdiri lalu melangkah ke kamar untuk melihat putrinya yang masih tertidur dengan pulasnya.

“Ayah berangkat dulu ya, Sayang,” lirih Dimas lalu mengecup puncak kepala gadis kecilnya.

Setelah itu, Dimas keluar rumah. Fitri menyalami tangan dan menciumi punggung tangan sang suami sebelum sang suami berangkat mencari nafkah untuk dirinya dan putrinya.

“Aku berangkat, ya,” ujar Dimas pamit.

“Iya, Bang. Kamu hati-hati di jalan, ya,” ujar Fitri melepas kepergian sang suami dengan senyuman yang mengembang di wajahnya.

Dimas mulai melajukan sepeda motor bututnya, sepeninggal Dimas. Fitri mulai membersihkan rumah yang belum sempat dibersihkannya sebelum Dimas berangkat.

Setelah rumah rapi dan bersih, Fitri membangunkan Rasya yang akhir-akhir ini sering bangun kesiangan karena pada malam hari dia asyik bermain dengan ayahnya. Fitri memandikan Rasya lalu memberi putri kecilnya makan.

“Bunda, aku mau main ke rumah nenek,” ujar Rasya setelah dia selesai makan.

Rasya melihat neneknya melintas di depan rumahnya.

“Bentar ya, Nak. Nanti Bunda antarkan,” ujar Fitri.

“Bunda tidak perlu repot-repot antar aku. Aku pergi sama nenek,” ujar Rasya sambil menunjuk neneknya yang tengah melambaikan tangan ke arahnya.

Fitri pun melangkah mendekati daun pintu, dia melihat ibu mertuanya baru saja pulang dari warung membeli sesuatu.

“Nenek, Rasya ikut,” teriak Rasya.

“Ayo,” ajak Fatimah dengan senang hati.

Gadis kecil itu berlari mengejar neneknya, lalu melangkah menuju rumah sang nenek yang tidak jauh dari rumah yang mereka tempati.

Saat Rasya pergi, Fitri menggunakan kesempatannya seorang diri di rumahnya dengan mulai menulis episode novelnya. Sebagai seorang penulis, saat ini dia mulai merutinkan mengupdate ceritanya di aplikasi agar dia dapat menghasilkan uang.

Dua minggu dia menulis, dia sudah mendapatkan uang yang lumayan banyak. Setiap hari pemasukan harian terus bertambah dan bertambah. Perlahan dia pun mulai menjadi penulis yang disorot oleh pembaca.

Dua jam digunakan Fitri untuk menulis dua episode cerita, setelah menulis seperti biasa dia berbalas pesan dengan pembaca yang berkomentar di novelnya.

Hal itu dilakukannya sebagai pendekatan pada pembaca agar pembaca tidak bosan dengan novel yang ditulisnya.

Fitri melakukan itu pekerjaannya di dalam kamar. Tanpa disadarinya ayah Dimas masuk ke dalam rumah.

Pria itu mengintip apa yang dilakukan menantunya dari ruang tamu, yang mana papan dinding pembatas ada yang bolong.

Dari lubang di dinding itu, si pria tua yang merupakan ayah mertua bagi Fitri, tidak tahu malu melihat apa yang dilakukan Fitri di dalam kamar.

Fitri yang tidak menyadari keberadaan ayah mertua terlihat santai saat paha mulusnya terbuka karena gerakannya yang berbolak balik sambil berbaring. Syahwat si pria tua tak dapat dikendalikannya lagi, si pria tua itu pun masuk ke dalam kamar.

“Astaghfirullah, apa yang kamu lakukan di sini, Pak?” tanya Fitri kaget.

“Diam kau!” bentak ayah Dimas.

Dia menutup mulut menantunya dengan tangannya yang masih kekar. Setelah itu dia mengambil selendang yang terlipat di atas meja kecil di samping lemar.

Arif membungkam mulut Fitri, dia ingin melakukan perbuatan asusila pada sang menantu, Arif membuka paksa pakaian daster yang dikenakan Fitri hingga kini hanya memperlihatkan penutup dada dan penutup segitiga berharga milik ibu satu anak itu.

Arif semakin terpukau dengan pemandangan yang dilihatnya, Fitri tidak dapat berkutik karena ayah mertuanya juga mengikat tangan dan kakinya, belum sempat dia melakukan apapun, terdengar suara sepeda motor milik Dimas.

Ayah Dimas bergegas membuka ikatan tangan dan kaki menantunya, terakhir dia membuka bekapan mulut Fitri lalu berlari ke luar menghampiri putranya.

“Dimas! Lihatlah istrimu. Ayah melihat dia melakukan video call dengan seseorang tanpa mengenakan busana,” ujar Arif memfitnah Fitri.

Dimas yang baru saja sampai kaget mendengar ucapan sang ayah, Dimas langsung masuk ke dalam rumah, dia melihat istrinya baru saja mengenakan pakaiannya

Bersambung...

Terpopuler

Comments

Radiah Ayarin

Radiah Ayarin

iya benarlah apa yg di bilang Fitri.

2022-09-05

3

Radiah Ayarin

Radiah Ayarin

lanjut kk

2022-09-04

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!