Bab 16

Di sore hari Fitri tersadar dari tidurnya yang panjang, perlahan dia mulai membuka matanya. Dia melihat ke sekelilingnya. Matanya menangkap semua yang berwarna putih.

“Di mana aku?” lirih Fitri heran.

“Fitri, kamu sudah sadar, Nak?” tanya Fatimah saat mendengar menantunya telah bangun.

“Bu, aku di mana?” tanya Fitri heran.

Dia berusaha bangkit dari posisi berbaringnya, tapi kepalanya masih terasa pusing.

“Aduh,” lirih Fitri dan kembali merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur.

“Kamu sabar dulu, ya. Saat ini kamu sedang di rumah sakit,” ujar Fatimah memberitahu Fitri kondisinya saat ini.

“Rasya mana, Bu?” tanya Fitri pada ibunya saat mengingat putrinya.

“Rasya bersama Dimas, mereka pulang sebentar mengambil barang-barang yang kita butuhkan di sini selama kamu di rawat,” jawab Fatimah.

Fitri diam, seketika dia teringat dengan pekerjaannya yang harus menulis episode novel satu hari ini.

“Bu, bisakah ibu memberitahukan pada Bang Dimas untuk membawa ponselku?” pinta Fitri pada ibu mertuanya.

“Mana tahu ada orderan barang dari pelanggan onlineku,” ujar Fitri agar ibunya tidak mencurigai dirinya yang terlihat sangat membutuhkan ponselnya.

“Baiklah, ibu akan menghubungi Dimas untuk membawakan ponselmu,” ujar Fatimah.

Fatimah tahu, selama ini menantunya itu membantu putranya mencukupi kebutuhan keluarga dari berjualan online.

Fatimah mengeluarkan ponsel miliknya dari dalam tas, lalu menghubungi sang putra untuk membawakan ponsel istrinya.

“Terima kasih, Bu,” ucap Fitri setelah itu.

“Iya, Nak,” ucap Fatimah.

Setelah itu tak ada percakapan yang terjadi di antara mereka, Fitri diam menatapi lagit-langit ruang rawat di rumah sakit itu, pikirannya melayang tampak memikirkan alur cerita yang akan ditulisnya nanti.

Fatimah juga diam memperhatikan Fitri yang terdiam di hadapannya, dia merasa kasihan dengan apa yang kini tengah dialami oleh menantunya.

Kini rasa bersalah pada sahabatnya (ibu Fitri) mulai menyelimuti hatinya. Penderitaan putri dari sahabatnya semakin menjadi-jadi ulah sikap dan tingkah laku putranya kini tidak dapat dikendalikan terlebih suaminya ikut membela apa yang dilakukan oleh sang putra.

Entah apa yang salah di menurut sang suami sehingga menantunya terlihat sangat hina di matanya.

Menjelang maghrib, Dimas datang dengan Rasya. Gadis kecil itu berlari menghampiri bundanya yang terbaring di atas brangkar rumah sakit.

“Bunda,” panggil Rasya.

Fitri yang sedang terlelap terbangun mendengar suara gadis kecilnya menyebut namanya. Dia pun tersenyum pada peri kecilnya.

Dimas melangkah mengikuti langkah Rasya dari belakang lalu dia mengangkat tubuh kecil putrinya ke atas tempat tidur agar Rasya dapat memeluk bundanya.

“Aku kangen Bunda,” lirih gadis kecil itu sambil merebahkan tubuhnya di atas tubuh bundanya yang sedang berbaring.

“Bunda juga kangen Rasya,” lirih Fitri membalas pelukan putri kecilnya itu.

“Bunda jangan sakit lagi, ya,” ujar Rasya dengan suaranya yang imut dan manja.

“Iya, Sayang. Maafkan bunda sudah membuatmu khawatir,” lirih Fitri.

Sekilas Fitri melirik ke arah Dimas yang berdiri tak jauh dari posisinya. Di saat itu Dimas sedang menatap wajah lelah sang istri, seketika mereka beradu pandang. Masih ada rasa yang tersimpan di tatapan mereka. Rasa gugup kini hadir di antara mereka.

“Bang, mana ponselku?” pinta Fitri.

Fitri mengalihkan perhatian Dimas untuk menghindari kecanggungan di antara mereka. Dimas merogoh saku celana, dan mengambil ponsel milik istrinya.

“Ini,” ujar Dimas sambil mengulurkan ponsel itu pada sang istri.

“Terima kasih,” ucap Fitri senang saat menerima ponsel tersebut.

“Sepenting itukah ponselmu itu? Kamu terlihat senang dan bergairah setelah mendapatkannya?” tanya Dimas mencurigai sang istri.

“Ponsel ini penting bagiku, karena dari ponsel ini aku bisa mendapatkan uang untuk kebutuhan kita,” jawab Fitri.

Dimas terdiam, secara tidak langsung Dimas tersindir dengan sikapnya yang sudah dua minggu tidak memberi nafkah pada istrinya. Dia sama sekali tidak mau tahu dari mana sang istri mendapatkan uang untuk membeli beras atau lauk pauk yang selalu tersaji di saat dia lapar.

Tak banyak percakapan yang terjadi di antara mereka berdua, musibah yang menimpa mereka dua minggu yang lalu membuat semua kenangan indah yang telah mereka lalui bersama sirna sekejap mata.

Usai shalat maghrib, Dimas mengajak Rasya keluar dari ruang rawat ibunya untuk makan malam, Ibu Dimas sudah terlebih dahulu pulang karena dia harus melaksanakan tugasnya sebagai seorang istri di rumahnya. Sehingga malam ini Dimas yang menemani Fitri di rumah sakit.

Saat Dimas dan Rasya keluar, Fitri menggunakan kesempatan itu untuk menulis dua episode novelnya. Setelah menulis novelnya, Fitri membuka beberapa komentar dari para pembaca yang mendukung karyanya.

Fitri semakin bersemangat dengan komentar positif yang diberikan oleh para pembaca setia yang dengan mudah di dapatkannya karena karya Fitri sudah masuk rangking dalam perlombaan sehingga pihak platform memberikan penghargaan dengan merekomendasikan karya Fitri di beranda aplikasi.

Saat Fitri asyik berbalas komentar dengan para pembaca setianya, Dimas masuk dengan menggendong Rasya yang sudah tertidur. Dimas sempat melihat Fitri yang senyum-senyum melihat ponselnya.

Dimas kembali curiga dengan istrinya, Dia merasa semakin yakin dengan perselingkuhan yang dituduhkannya pada sang istri.

Dimas membaringkan Rasya di sebuah tempat tidur yang kosong di ruang rawat istrinya, kebetulan di ruangan itu hanya ada dirinya seorang.

“Ternyata benar dugaanku, kamu pasti berkomunikasi dengan mantan kekasihmu melalui ponsel itu. Sejak tadi aku perhatikan kamu senyum-senyum sendiri, dan terlihat dengan jelas kamu sepertinya sangat bahagia berbalas pesan dengannya di ponsel itu,” tuduh Dimas tidak peduli bahwa istrinya saat ini masih dalam keadaan sakit.

“Astaghfirullah, Bang. Aku tidak pernah selingkuh dengan siapa pun. Tuduhanmu begitu kejam padaku, Bang,” bantah Fitri sedih.

“Kamu tidak bisa lagi mengelak Fit!” bentak Dimas kesal.

“Kalau kamu tak percaya, silakan buka ponselku dan periksalah,” ujar Fitri kesal.

Fitri menyodorkan ponselnya pada Dimas. Dia sama sekali tidak takut, karena dia memang tidak pernah berselingkuh.

Dimas mengambil ponsel itu, dia mulai mengotak atik ponsel milik istrinya. Dia tidak lupa membuka semua pesan di aplikasi hijau, dan dia juga tidak lupa membuka pesan messenger yang ada di sana.

Tak satupun pesan yang mencurigakan yang ditemuinya dari ponsel itu. Dimas juga mengotak-atik kontak yang ada di dalam ponsel itu.

“Di sini ada nama Reyhan, untuk apa lagi kamu menyimpan nomor ponselnya?” tanya Dimas curiga.

“Hubungi saja, Bang. Itu nomor yang sudah menipuku, sekarang nomornya tidak bisa dihubungi lagi, mungkin saja nomorku sudah diblokirnya,” jawab Fitri.

Dimas pun menekan tombol panggil untuk membuktikan ucapan sang istri. Satu kali dihubunginya tak dapat tersambung. Berkali-kali dicobanya masih saja tak tersambung dengan nomor tersebut.

“Bagaimana? Kamu masih tak percaya padaku, Bang?” tanya Fitri pada sang suami.

Bersambung…

Terpopuler

Comments

☘️BILAA☘️

☘️BILAA☘️

benar benar suami minta di pancing ini

2022-10-03

2

Anita Suriani

Anita Suriani

waduuuh tuduhannya menyakitkan😭

2022-09-10

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!