Dengan malas Dimas membuka matanya, dia bangun dan duduk di atas tempat tidurnya.
“Ada apa, Bu?” tanya Dimas yang masih menahan rasa kantuknya.
“Istri kamu sekarat, dan sekarang sedang dibawa ke rumah sakit,” ujar Fatimah panik.
“Apa maksud, Ibu?” tanya Dimas malas.
“Fitri dilarikan warga ke rumah sakit,” ujar Fatimah dengan nada mulai tinggi.
Di saat darurat seperti in Dimas masih saja bertanya membuat dia jengkel.
“Ayah, ayah, Bunda, Yah. Tolongin, Bunda,” tangis Rasya mengadu pada ayahnya.
Dimas pun membuka matanya lalu menatap ke arah putri kecilnya.
“Sayang, ada apa dengan bunda?” tanya Dimas memeluk putrinya.
“Bunda, Yah. Bunda berdarah, banyak darah,” ujar Rasya dalam tangisnya.
Gadis kecil itu tidak bisa menjelaskan dengan baik apa yang tengah terjadi pada bundanya, dia hanya mengucapkan potongan kata yang sulit dipahami.
“Ayo, Dim, Bangun! Kita harus ke rumah sakit melihat Fitri,” ajak Fatimah panik.
Dimas pun bangkit dia melangkah menuju kamar mandi untuk membasuh muka lalu bersiap-siap untuk berangkat ke rumah sakit. Begitu juga dnegan Fatimah, diapun bersiap-siap untuk berangkat ke rumah sakit.
“Kalian mau ke mana?” tanya Arif pada istri dan putranya saat dia baru saj pulang dari warung.
“Ke rumah sakit,” jawab Fatimah kesal pada suaminya.
“Ngapain pagi-pagi seperti ini ke rumah sakit?” tanya Arif penasaran.
“Fitri sekarat dan dilarikan ke rumah sakit,” jawab Fatimah ketus.
Dimas sudah berada di atas sepeda motornya dengan Rasya, Fatimah pun ikut naik ke atas sepeda motor.
“Ayo, Dim,” ujar Fatimah.
“Hei,” panggil Arif pada istrinya.
Dimas pun melajukan sepeda motornya, mereka mengabaikan panggilan pria paruh baya itu.
Fatimah semakin kesal melihat tingkah laku suaminya yang sekarang hanya tahu bersenang-senang, dia tak lagi memikirkan bagaimana menghasilkan uang untuk kehidupan mereka di rumah.
Hal itu membuat Fatimah enggan untuk menghormati suaminya, meskipun dia tahu apa yang dilakukannya adalah salah tapi dia tak sanggup lagi berbaik-baik dengan tingkah laku sang suami yang semakin semena-mena terhadap dirinya.
“Apa lagi yang dilakukan wanita itu?” gumam Arif kesal.
Dia pun melangkah masuk ke dalam rumah tidak peduli apa yang terjadi pada menantunya itu.
Tak berapa lama Dimas dan ibunya sampai di rumah sakit, dia bertemu dengan Pak Syamsul dan pak Budi di ruang UGD.
“Bagaimana dengan istri saya, Pak?” tanya Dimas pada Pak syamsul.
“Dia sedang diperiksa, Dim,” jawab Pak Syamsul.
“Kita di suruh menunggu di sini,” ujar Pak Budi menambahkan.
“Apa yang sebenarnya terjadi pada Fitri,” gumam Dimas di dalam hati.
Tak beberapa lama mereka menunggu, seorang perawat datang menghampiri pak Syamsul.
“Keluarga pasien yang bernama Fitri?” tanya si perawat pada Pak Syamsul.
“Saya suaminya, Sus,” jawab Dimas.
Dimas menghampiri si perawat tersebut.
“Bapak, bisa ikut saya?” ujar si perawat.
“Iya, Sus,” lirih Dimas mengangguk.
Perawat membawa Dimas ke ruangan dokter yang sudah memeriksa kondisi Fitri.
“Dok, ini suami pasien,” ujar si perawat saat mereka sudah berada di dalam ruang dokter.
“Oh iya, silakan duduk,” ujar Dokter.
Dokter menatap Dimas dengan tatapan yang sulit diartikan.
“Maaf sebelumnya, Pak. Saya mau bertanya apakah tadi malam bapak berada di rumah?” tanya sang Dokter pada Dimas.
“Mhm, memangnya ada apa dengan istri saya, Dok?” tanya Dimas penasaran.
“Jawab pertanyaan saya terlebih dahulu, Pak,” ujar Dokter terlihat kesal karena Dimas tidak langsung menjawab pertanyaan darinya.
“Mhm, tadi malam saya menginap di rumah kedua orang tua saya, Dok,” jawab Dimas.
Dimas semakin penasaran dengan yang terjadi pada istrinya.
“Oh, begini, Pak. Setelah kami periksa pasien, saya rasa sudah terjadi kekerasan se*sual pada istri bapak sehingga menyebabkan pendarahan hebat, yang mana perbuatan tersebut dilakukan pada saat istri bapak pada awal periode datang bulannya,” ujar Dokter menjelaskan.
“Apa? Maksud dokter ada orang yang datang ke rumah kami dan memper,--“ Dimas menggantung ucapannya.
Pria itu teringat dengan apa yang sudah dilakukannya terhadap sang istri tadi malam.
“Apakah bapak mencurigai seseorang yang sudah berani melakukan hal ini?” tanya Dokter.
Dimas masih terdiam.
“Jika bapak berkenan kita akan melakukan visum pada istri bapak agar nantinya kita memiliki bukti jika permasalahan ini dibawa ke ranah hukum,” ujar Dokter lagi.
“Apa? Tidak, Dokter. Tidak usah lakukan itu,” ujar Dimas cepat.
Keringat dingin mulai bercucuran di tubuhnya, Dimas takut perbuatan kasarnya tadi malamlah yang menjadi penyebab sang istri mengalami pendaraham.
Dokter mencermati ekspresi Dimas, dia merasa curiga melihat raut wajah Dimas yang seakan panik.
“Pak?” lirih sang Dokter.
“Eh, iya.” Dimas tersentak dari lamunannya yang mulai membayangkan dirinya dipenjara akibat perbuatan kasarnya pada sang istri tadi malam.
“Baiklah, kalau memang bapak tidak akan melakukan visum pada istri bapak. Saat ini istri bapak sedang beristirahat untuk memulihkan kekuatan tubuhnya, kami akan memindahkan istri bapak ke ruang rawat,” ujar dokter.
“Baiklah, Dok. Terima kasih atas bantuannya, Dok,” ujar Dimas sebelum dia keluar dari ruangan sang dokter.
Dimas melangkah keluar dari ruangan itu, dia melihat dua orang perawat mendorong brangkar menuju ruang rawat, Dimas pun mengikuti perawat tersebut.
Dia menatap sang perawat yang kini merapikan tempat tidur untuk Fitri, Dimas menatap nanar kea rah Fitri, dia masih mengingat perbuatannya semalam sudah membuat istrinya hampir kehilangan nyawanya. Namun, tidak ada sedikitpun rasa penyesalan tumbuh di hatinya saat dia mengingat kejadian beberapa minggu yang lalu.
“Nanti kalau ada apa-apa, bapak bisa memanggil kami di ruang jaga,” ujar salah satu perawat pada Dimas saat sang perawat sudah menyelesaikan tugasnya dan hendak keluar dari ruangan itu.
“Eh, iya. Terima kasih,” ucap Dimas.
Dimas duduk di samping tempat tidur Fitri, wajah lelah dan kesakitan terpancar dari raut wanita yang telah menemaninya selama 7 tahun lebih.
Amarah Dimas yang mengetahui istrinya masih berhubungan dengan sang mantan juga masih terpancar di wajahnya, entah rasa cemburu yang berlebihan atau hanya egois yang tidak terima atas penipuan yang dialami sang istri, dia sendiri tidak mengerti dengan suasana hatinya.
“Dimas, bagaimana keadaan Fitri?” tanya Fatimah yang baru saja masuk ke dalam ruang rawat itu bersama Rasya.
Dia tahu bahwa Fitri telah dipindahkan ke ruang rawat dari salah satu perawat yang mengantar Fitri tadi ke ruangan itu.
Dimas menoleh ke arah ibunya yang baru saja masuk, dia langsung memeluk putrinya yang terlihat sedih.
“Fitri mengalami pendarahan karena dia ha*d, dia hanya butuh istirahat, Bu,” jawab Dimas berbohong.
Dimas tidak berani menyampaikan hal yang sebenarnya terjadi pada ibunya karena dia akan menyimpan masalah itu antara dirinya dan istrinya.
Bersambung…
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments