Bab 14

Fatimah membalikkan tubuhnya menatap kesal ke arah sang suami yang ikut campur dengan pembicaraan dirinya dengan sang putra.

“Apa maksud kamu berkata seperti itu, Pak?” tanya Fatimah kesal pada suaminya.

“Biarkan wanita ****** itu mencari uang dengan menjual diri. Bikin malu keluarga kita saja,” ujar Pak Arif tak suka dengan menantunya itu.

“Pak, jaga ucapanmu!” ujar Fatimah semakin kesal dengan ucapan sang suami.

“Buk, seharusnya kamu menyuruh putramu ini untuk menceraikan wanita jal*ng itu,” ujar Ari semakin menjadi-jadi.

Arif terlihat sangat membenci menantunya, Sedikitpun dia tidak ingin melihat Dimas berbaikan dengan istrinya.

“Dimas, jangan dengarkan ocehan bapakmu. Kamu harus bicarakan maslahmu dengan Fitri secepatnya, Ibu tidak ingin melihat Fitri tersiksa tinggal di sini,” ujar Fatimah.

Fatimah berdiri dari duduknya, dia menatap tajam pada suaminya yang berbeda pendapat dengannya.

“Kamu, Pak. Kalau terjadi apa-apa dalam rumah tangga putra kita, maka orang pertama yang akan aku salahkan kamu, Pak,” ujar Fatimah.

Wanita paruh baya itu pun melangkah meninggalkan Dimas dan sang suami, dia muak berdebat dengan Ayah dan anak itu.

****

Dua minggu berlalu, Diska masih menekuni menulis novel di salah satu platform, kebetulan novel yang ditulisnya sesuai dengan tema perlombaan di event yang tengah diadakan oleh platform tersebut.

Fitri memasukkan novelnya itu ke dalam karya perlombaan, karena itu banyak pembaca yang melirik karya tulis miliknya sehingga dengan mudah novel itu dikontrak oleh platform.

Dalam dua minggu Fitri sudah mendapatkan uang sebesar lima ratus ribu lebih, akjirnya dia semakin semangat untuk menulis novel.

Ibu satu anak itu sengaja tidak memberitahukan hal ini pada sang suami, apalagi akhir-akhir ini sang suami jarang pulang ke rumah. Sepengetahuan Fitri Dimas tidur di rumah kedua orang tuanya. Jadi, dia tidak mengambil pusing dengan sikap sang suami.

Wanita itu mulai terbiasa dengan ketiadaan sang suami di rumah kontrakan mereka yang pasti, Fitri selalu menyediakan makanan untuk Dimas jika suaminya pulang ke rumah dan ingin makan.

Fitri juga masih setia melakukan pekerjaan rumah termasuk mencucikan pakaian suaminya, sesekali Dimas meminta jatahnya, Fitri masih tetap melaksanakan kewajibannya sebagai seorang istri.

Sebagai seorang istri Fitri merasa sedih dengan perlakuan sang suami, tapi selagi masih ada ikatan di antara dirinya dan Dimas, dia akan tetap melakukan apa yang seharusnya dilakukannya.

Suatu malam, setelah selesai menulis satu episode novelnya, Fitri membaringkan tubuhnya di kasur santai yang di sana Rasya sudah tidur dengan lelap.

Dor dor dor.

Terdengar suara pintu rumah di gesor dengan kasar. Fitri yang baru saja memejamkan matanya terbangun, dia bangun dan melangkah membukakan pintu rumah.

“Kenapa lama sekali?” tanya Dimas ketus.

“Maaf, Bang. Aku baru saja tertidur,” jawab Fitri.

Dimas masuk ke dalam rumah, dia langsung mengunci pintu lalu mendorong tubuh Fitri hingga Fitri terjatuh ke lantai. Dimas menarik pakaian istrinya dan memaksa sang istri untuk melayaninya.

Dimas melepaskan hasratnya dengan kasar pada sang istri hingga Fitri merasa sakit dibagian int*mnya. Setelah itu Dimas pun meninggalkan Fitri, dia tak menghiraukan sakit yang kini dirasakan oleh sang istri.

Dimas hendak membuka pintu rumah dia berniat pergi lagi.

“Bang,“lirih Fitri memanggil sang suami.

Dimas menghentikan langkahnya.

“Ada apa?” tanya Dimas ketus.

“Bang, kamu mau ke mana?” tanya Fitri.

“Itu bukan urusanmu!” bentak Dimas.

Dimas tak lagi menghiraukan panggilan Fitri dia berlalu dan pergi dari rumah.

“Bang, tolong aku,” isak Fitri yang semakin merasakan sakit.

Fitri menangis dalam luka yang telah ditorehkan oleh sang suami padanya.

Fitri pun tak sadarkan diri, karena dia kehabisan darah yang terus keluar dari bagian int*mnya. Saat Rasya bangun dia takut melihat ibunya yang tengah tak sadarkan diri dan bersimbah darah di sekujur tubuhnya.

“Bunda! BUnda!” teriak Rasya histeris.

Salah seorang warga mendengar teriakan Rasya saat dia melintas di depan rumah kontrakan Fitri.

“Bunda bangun!” teriak Rasya lagi.

“Eh, Pak Syamsul dengar suara Rasya nangis enggak?” tanya Bu Siti menghentikan langkah Pak Syamsul yang juga melintas di depan rumah Fitri.

“Eh, iya. Apa yang terjadi pada anak itu?” tanya Pak Syamsul penasaran.

Mereka berdua melangkah mendekati rumah kontrakan Fitri, rumah itu masih tertutup rapat. Pak Syamsul berusaha mengintip dari celah dinding rumah itu.

“Astaghfirullah, Bu Siti. Ayo cepat kita bantuin,” ujar Pak syamsul panik.

Pria yang berumur hampir sama dengan ayah mertua Fitri itu pun berusaha mendorong pintu rumah dengan paksa agar dia bisa masuk melihat kondisi Fitri saat ini.

“Astaghfirullah,” pekik Bu Siti panik saat melihat Fitri yang tergeletak tak sadarkan diri.

“Nek, tolongin Bunda,” rengek Rasya cemas.

Gadis kecil itu hanya bisa menangis sambil merengek.

“Iya, Nak. Tunggu sebentar, ya,” ujarnya berusaha menenangkan Rasya.

Pak Syamsul langsung memeriksa kondisi Fitri.’

“Dia masih hidup, kita harus bawa dia ke rumah sakit,” ujar Pak Syamsul.

Pak Syamsul langsung menghadang sebuah mobil pick up milik tetangganya, dia memberitahukan keadaan Fitri saat ini pada tetangganya itu.

Mereka pun bergegas masuk ke dalam rumah Fitri lalu mengangkat tubuh Fitri yang kini dipenuhi darah menuju mobil pick up. Mereka membawa Fitri ke rumah sakit.

“Bu Siti cepat bawa Rasya dan sampaikan pada Pak Arif dan Bu Fatimah keadaan Fitri saat ini,” ujar Pak Syamsul sebelum mereka berangkat ke rumah sakit.

“Bunda! Hiks hiks,” isak Rasya terus terdengar sepanjang jalan.

Bu Siti menggendong Rasya karena dia merasa kasihan pada gadis kecil itu.

“Bunda! Hiks hiks.”

Bu Siti tidak bisa mendiamkan Rasya dia membiarkan gadis it uterus menangis hingga akhirnya dia sampai di rumah mertua Fitri.

“Nenek,” teriak Rasya.

Gadis kecil itu minta turun dari gendongan Bu Siti lalu dia berlari menghambur ke dalam pelukan neneknya.

“Ada apa, Sayang?” tanya Fatimah heran melihat cucunya menangis histeris.

“Bu Fatimah, Fitri, Buk. Fitri pingsan di rumahnya dalam keadaan mengenaskan, tubuhnya bersimbah darah,” ujar Siti menjelaskan kondisi Fitri seperti apa yang dilihatnya tadi.

“Astaghfirullah,” pekik Bu Fatimah panik.

“Lalu sekarang di mana menantu saya, Buk?” tanya Fatimah pada Bu Siti.

“Fitri sudah dibawa Pak Syamsul dan Pak Budi ke rumah sakit terdekat,” jawab Bu Siti.

“Dimas! Dimas!” panggil Bu Fatimah.

Dimas tidak mendnegar panggilan sang ibu karena dia saat ini berada di dalam kamarnya.

Melihat putranya yang tak kunjung datang, bu Fatimah pun melangkah masuk ke kamar Dimas, dia kesal melihat putranya yang kini tidur dengan nyenyak di saat genting seperti ini.

“Dimas! Bangun!” bentak Fatimah.

“Ada apa sih, Bu?” tanya Dimas merasa terganggu.

“Istrimu sekarat!” teriak Fatimah kesal bercampur panik.

Bersambung…

Terpopuler

Comments

Yulay Yuli

Yulay Yuli

emosi kayanya ama Dimas, bini diperkaos /Grin/

2024-09-01

0

☘️BILAA☘️

☘️BILAA☘️

apa yang terjadi dengan Fitri

2022-09-13

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!