Pagi ini Dimas tengah bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah. Setelah mengenakan pakaian yang rapi, Dimas bersiap-siap untuk sarapan pagi.
“Fitri!” bentak Dimas saat melihat tudung nasi yang kosong.
Fitri yang kini sedang membersihkan kamar kaget mendengar teriakan Dimas di pagi hari.
Dia berdiri lalu melangkah menghampiri suaminya yang kini sedang berdiri di depan meja makan.
“Ada apa, Bang?” tanya Fitri pelan.
“Apa ini? Kamu belum masak nasi?” tanya Dimas kesal pada Fitri.
“Maaf, Bang. A-aku memang belum masak nasi,” jawab Fitri jujur.
“Kamu tahu, kan kalau aku akan berangkat?” tanya Dimas kesal.
“Tahu, Bang.” Fitri mengangguk.
“Lalu kenapa kamu tidak masak? Kamu akan membiarkan suamimu pergi bekerja tanpa mengisi perutnya?” bentak Dimas marah.
“Ta-tapi, Bang. Bagaimana aku bisa masak nasi sementara itu beras kita sudah habi, Bang,” ujqar Fitri memberi alasan dia belum memasak nasi pagi ini.
“Kalau tidak ada beras ya belilah.” Dimas mendorong tubuh Fitri.
“Aku mau beli pakai apa, Bang? Aku benar-benar tidak ada uang lagi,” ujar Fitri.
Hari ini Fitri memang snegaja tidak memasak nasi ingin memberitahukan pada sang suami tentang kesulitan ekonomi yang kini yang dihadapinya.
Dimas tidak lagi memberikan uang belanja pada Fitri sejak kejadian itu, selama ini Fitri tetap bertahan dengan penghasilan yang di dapatnya dari menjual perabot serta pakaian online yang ditekuninya.
“Ya pakai uanglah,” ujar Dimas tanpa ada rasa bersalah.
“Tapi, abang tidak pernah memberiku uang,” jawab Fitri berharap Dimas sadar akan tanggung jawabnya sebagi seorang suami dan seorang ayah.
“Untuk apa aku memberimu uang? Hah? Apa untuk diberikan pada selingkuhanmu!” bentak Dimas kesal pada Fitri.
Dimas semakin kesal mendengar jawaban dari Fitri, dia pun mendorong tubuh Fitri hingga terjatuh lalu dia pun keluar dari rumah dan bersiap-siap berangkat ke sekolah tanpa sarapa terlebih dahulu.
Buliran bening kini mulai berjatuhan membasahi pipi Fitri, dia tak menyangka sikap Dimas semakin hari semakin kurang ajar padanya.
“Ya Allah. Apa yang harus aku lakukan?” lirih Fitri sendu.
“Bunda, bunda kenapa?” tanya Rasya yang bangun tidur gara-gara mendengar suara bentakan ayahnya.
Gadis kecil itu merasa kasihan melihat sang bunda yang selalu saja dibentak-bentak oleh ayahnya. Makanya, dia keluar dari kamar lalu menghampiri wanita yang telah melahirkannya itu.
Bergegas Fitri mengusap air matanya. Dia menoleh ke arah putrinya, dia tersenyum pada gadis belia yang kini ikut merasakan penderitaan hidupnya.
“Tidak apa-apa, Sayang,” lirih Fitri.
“Bunda nangis?” tanya Rasya lirih, dia kasihan pada Fitri.
“Tidak, Sayang,” lirih Fitri.
Fitri memeluk tubuh mungil gadis kecilnya.
“Bunda, ayah kenapa berubah?” tanya Rasya pada Fitri.
Hati Fitri hancur mendengar pertanyaan polos sang putri, dia yakin saat ini putrinya juga merasakan kesedihan yang mendalam akibat sikap ayahnya yang berubah drastis.
“Assalamu’alaikum,” ucap ibu mertua Fitri yang baru saja lewat di depan rumahnya.
Rasya membalikkan tubuhnya, dia melihat neneknya sudah berada di depan pintu rumah kontrakan mereka.
“Nenek,” seru Rasya senang melihat kedatangan neneknya.
Gadis kecil itu langsung berlari menghambur ke dalam pelukan sang nenek.
Fitri mengusap pipinya, menghapus sisa air mata yang masih membasahi pipinya. Dia tidak ingin ibu mertuanya tahu akan kesedihannya.
“Eh, Ibu.” Fitri tersenyum.
Dia berusaha menyimpan luka yang ada di hatinya saat ini ulah putra dari sang ibu mertua.
“Fitri, kamu baik-baik saja, Nak?” tanya Ibu Dimas hati-hati.
“Mhm, iya, Buk. Aku baik-baik saja, kok,” jawab Fitri berbohong.
Ibu Dimas melangkah masuk ke dalam rumah kontrakan kecil milik putranya, dia menggandeng lengan Fitri dan mengajak Fitri untuk duduk di dalam rumah.
“Rasya, nenek ada uang. Kamu mau jajan?” tanya Ibu Dimas sambil memamerkan selembar uang 2 ribuan.
“Mau,” seru Rasya riang.
“Ya udah, sana kamu jajan dulu. Nenek mau bicara sama Bunda, ya,” ujar Ibu Dimas.
“Hore, “ teriak gadis kecil itu senang.
Dia yang tadi sedang berpangku di paha sang nenek kini dia berlari ke luar rumah untuk pergi ke warung.
Fitri masih diam, dia menunggu wanita yang sudah dianggapnya sebagai ibu kandungnya berbicara mengungkap apa yang ingin dia katakan.
Ibu Dimas menatap Fitri sendu.
“Fit, apa sebenarnya yang sudah terjadi?” tanya Ibu Dimas yang mulai penasaran dengan keretakan rumah tangga putranya.
Selama ini wanita yang melahirkan Dimas itu banyak mendnegar gossip tidak baik tentang putra dan menantunya. Dia masih berusaha untuk bersabar untuk tidak ikut campur dalam permasalahan rumah tangga putranya.
Pagi ini melihat Dimas yang terlihat kesal, dan makan pagi di rumahnya membuat wanita paruh baya itu semakin penasaran dengan apa yang sebenarnya kini terjadi di dalam rumah tangga putranya.
“Bu, sebenarnya Fitri juga tidak tahu kenapa Bang Dimas berubah seperti ini, hanya saja beberapa hari lalu aku kena tipu, dan kami kehilangan uang sebesar 3 juta,” tutur Fitri jujur.
“Kena tipu bagaimana?” tanya Ibu Dimas.
“Seseorang menghubungiku dan mengaku dia temanku, dia mengajakku kerja sama dengan keuntungan yang sangat besar, karena himpitan ekonomi kami yang semakin sulit, aku mulai terpengaruh dengan ucapannya. Di saat itu dia meminta tolong mengirimkan uang sebesar 5 juta, tapi aku hanya mengirimkan uang 3 juta,--“ Fitri menceritakan permasalahannya yang telah terjadi di dalam rumah tangnya kepada sang ibu mertua.
Fatimah mengangguk paham dengan cerita sang menantu.
“Lalu kenapa kamu sampai dituduh selingkuh?” tanya Fatimah.
Telinganya terasa panas saat mendengar orang-orang di kampung membicarakan menantunya yang selingkuh.
“Aku juga tidak tahu, Bu. Mungkin karena yang menghubungiku waktu itu seorang pria, Bang Dimas mengira bahwa aku selingkuh,” jawab Fitri apa adanya.
Fatimah mengangguk paham.
“Mhm, ya sudah. Kamu sabar, ya. Nanti Ibu akan coba bicara dengan Dimas masalah ini, ibu akan nasehati dia untuk menyelesaikan masalah ini,” ujar Fatimah menyemangati menantunya.
Fitri hanya mengangguk.
“Mhm, kamu belum masak?” tanya Fatimah pada sang menantu.
“Belum, Bu.” Fitri menunduk malu.
“Kenapa?” tanya Fatimah heran.
“Beras habis, Bu. Sementara itu Bang Dimas tidak pernah lagi memberiku uang untu belanja dapur, aku pikir dengan tidak memasak, dia tahu tentang kesulitan hidup yang kami hadapi,” jawab Fitri.
“Astaghfirullah, kemana uang yang didapatnya dari bekerja beberapa hari ini,” gumam Fatimah di dalam hati.
Setahunya Dimas bekerja dengan Rahmat, dan dia mendapatkan upah yang sangat banyak dari pekerjaan itu.
“Ya sudah, ini kamu ambil. Pakailah untuk membeli beras dan bahan-bahan memasak.” Fatimah mengeluarkan satu lembar uang seratus ribu lalu memberikan uang tersebut pada sang menantu.
Mau tak mau Fitri terpaksa menerima kebaikan ibu mertuanya, karena dia sendiri belum tahu dapat uang dari mana.
Bersambung…
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments
☘️BILAA☘️
sungguh mulia hati mertuamu, diya masih memikirkan Fitri
2022-09-13
1
Anita Suriani
mertua yg baik dan pengertian
2022-09-10
1