Bab 9

"Eh, gue duluan ya, Dim. Ada kerjaan," ujar Rahmat memilih meninggalkan Dimas yang terlihat semakin emosi dengan apa yang dikatakan oleh Susi.

"Oh iya, gue juga mau cabut, nih. Rahmat pasti udah nungguin gue," ujar Dimas ikut meninggalkan warung Susi.

Dimas kembali ke rumah sebelum dia berangkat bekerja.

"Fitri!" teriak Dimas saat dia baru saja berada di ambang pintu rumah.

"Ada apa, Bang?" tanya Fitri mengeluarkan kepalanya dari dalam kamar, dia tengah sibuk melipat pakaian yang kemarin dicucinya.

Dia merapikan pakaian bersih yang ada di dalam keranjang.

"Fitri!" teriak Dimas sekali lagi karena istrinya belum juga datang menghampirinya.

Fitri menghela napas panjang, dia merasa kesal dengan sikap sang suami, setelah itu Fitri pun berdiri dan melangkah keluar dari kamar.

"Kamu ngapain aja, sih? Kalau suami manggil itu langsung datang hampiri!" bentak Dimas memarahi sang istri.

"Iya, Bang. Maaf," lirih Fitri sambil menundukkan kepalanya.

Fitri kesal dengan sikap sang suami yang semakin hari semakin berubah.

"Cepat siapkan makan siang untukku! Aku mau pergi kerja!" bentak Dimas pada Fitri.

"Abang mau kerja ke mana?" tanya Fitri penasaran.

"Itu bukan urusanmu! Kerjakan saja apa yang aku perintahkan padamu," bentak Dimas semakin kesal.

Fitri kaget mendengar bentakan sang suami.

"Ya Allah, kenapa kamu semakin kasar padaku, Bang?" tanya Fitri pelan pada Dimas.

"Tidak ada untungnya bagiku berbuat baik padamu," jawab Dimas asal.

Hati Fitri semakin sakit mendengar perkataan Dimas yang semakin tajam.

"Cepat! Siapkan makan siang untukku!" bentak Dimas lagi tak sabar.

Akhirnya Fitri pun melangkah ke dapur lalu menyiapkan bekal makan siang untuk suaminya.

Dia memasukkan nasi ke tempat bekal, lalu memasukkan sambal ikan asin dan sedikit sayur ke dalam plastik lalu meletakkan plastik sambal itu ke dalam tempat bekalnya.

Setelah itu, Fitri membungkus tempat bekal itu dengan sebuah kantong plastik, dia tak lupa mengisi sebuah botol bekas Aqua dengan air minum lalu diberikannya pada sang suami.

"Ini, Bang. Kamu hati-hati, ya," ujar Fitri.

Dimas mengabaikan ucapan Fitri, dia mengambil kotak bekal dari tangan sang istri lalu dia pergi tanpa berpamitan dengan sang istri.

Fitri menitikkan air matanya setelah sang suami pergi dari rumahnya, dia menutup pintu lalu melangkah masuk ke dalam kamar.

Fitri langsung memeluk tubuh mungil putri kecilnya.

"Sayang, maafkan bunda, ya," lirih Fitri.

Fitri sedih karena dia yakin Rasya mendengar semua yang terjadi antara dirinya dan sang suami.

Fitri yakin Rasya pasti shock dengan perubahan sikap pria yang selama ini menjadi orang yang paling disayanginya berubah drastis.

"Bunda, kenapa ayah berubah jadi jahat?" tanya Rasya pada ibunya.

"Sayang, ayah tidak jahat. Mungkin saat ini ayah sedang banyak masalah, jadi dia tidak bisa mengendalikan emosinya," ujar Fitri berusaha menenangkan sang putri.

"Tapi, kenapa ayah bentak-bentak, Bunda?" tanya Rasya dengan polosnya.

"Tidak apa-apa, Sayang. Ayah tidak marah, kok," ujar Fitri terus berusaha memberi pengertian pada putrinya.

Fitri berharap Rasya tetap mengagumi sosok sang ayah sebagai pemimpin dalam rumah tangganya.

Setelah dia menenangkan putrinya, Fitri kembali melanjutkan pekerjaannya merapikan rumah.

Saat baru saja semua pekerjaan selesai, Fitri berbaring di atas tikar yang ada di kamarnya, tiba-tiba ponselnya berdering.

Fitri menatap heran saat melihat nomor tak dikenal masuk melakukan panggilan untuknya.

"Halo," ujar Fitri setelah menekan tombol hijau pada ponselnya.

Fitri sengaja tak banyak bicara karena dia takut kejadian beberapa hari lalu terulang lagi.

"Halo, Fit. Aku bisa minta bantuan kamu, Enggak?" ujar seseorang di seberang sana saat panggilan sudah tersambung.

"Maaf, ini siapa?" tanya Fitri berhati-hati agar dia tidak tertipu lagi.

"Fitri ini aku, kak Sinta. Kamu bisa datang ke rumah nggak, ada barang yang ingin aku beli," ujar seorang wanita yang mengaku sebagai Sinta.

"Oh, iya Kak tunggu sebentar ya, siap-siap dulu," ujar Fitri.

"Oke deh aku tunggu di rumah, ya, ingat jangan lama-lama," ujar Sinta.

"Oke, Kak," sahut Fitri.

Fitri memutuskan panggilan tersebut lalu dia bersiap-siap untuk berangkat menuju rumah Sinta, salah satu customer langganan Fitri.

"Rasya mau ikut, bunda?" tanya Fitri pada Putri semata wayangnya.

"Iya, Bunda. Aku mau ikut sama, Bunda," jawab Rasya.

"Ya udah kalau kamu memang mau ikut kamu siap-siap dulu, ya," ujar Fitri sambil mengganti pakaian putrinya yang sedikit lebih bagus.

Setelah mereka rapi mereka keluar dari rumah, Fitri tidak lupa mengunci pintu rumah. Setelah itu mereka pun menaiki sepeda motor butut milik Fitri yang selalu menemaninya kemana pun dia pergi.

Fitri melajukan sepeda motornya meninggalkan rumah menuju rumah Sinta yang masih berada di satu desa dengan Fitri.

Hanya butuh waktu beberapa menit, Fitri sudah sampai di depan rumah Sinta.

"Assalamu'alaikum," sahur Fitri saat dia sudah berada di depan rumah Sinta.

"Wa'alaikummussalam," jawab Sinta dari dapur.

Sinta tergopoh-gopoh melangkah keluar rumah untuk membukakan pintu rumahnya.

"Fitri, kamu sudah di sini? Ayo masuk!" ajak Sinta.

Sinta pun menyuruh Fitri untuk duduk dan menunggunya sebentar karena saat ini dia sedang memasak sesuatu di dapurnya.

Fitri dan Rasya duduk di ruang tamu menunggu Sinta menyelesaikan pekerjaannya.

"Maaf sudah menunggu," ujar Sinta setelah pekerjaannya selesai.

"Enggak apa-apa, Kak," ujar Fitri tersenyum.

"Begini, Fit. Aku mau beli lemari box seperti yang kemarin itu buat Raka," ujar Sinta.

"Oh, bisa, Kak," sahut Fitri bersemangat.

Fitri senang, hari ini dia mendapat orderan lagi, itu artinya dia akan mendapatkan uang masuk, yang mana uang itu bisa digunakannya untuk membeli beras dan lauk.

"Harganya masih sama dengan yang kemarin untuk Rana, kan?" tanya Sinta

"Iya, Kak. Masih sama, kok," jawab Fitri.

Diska memang sudah banyak tahu harga lemari atau perabot di toko langganannya itu.

"Ya udah, aku percayakan motifnya padamu, yang penting motifnya netral bisa untuk laki-laki," ujar Sinta.

"Baik, Kak," ujar Fitri.

"Ini uangnya, aku sengaja lebihkan buat jajan Rasya," ujar Sinta sambil menyodorkan uang pada Fitri.

"Ah, terima kasih, Kak. harusnya kakak tidak perlu repot-repot melebihkan uang untuk Rasya," ujar Fitri merasa tidak enak hati.

"Enggak apa-apa, yang penting barangnya hari ini sampai ke sini," ujar Sinta.

"Baik, kak. Kalau begitu, aku pamit dulu, supaya pesanan kakak bisa aku proses hari ini juga," ujar Fitri.

Setelah berpamitan dengan Sinta, Fitri keluar dari rumah Sinta lalu dia pun melajukan sepeda motornya menuju toko langganannya.

Saat ia berada di toko tersebut, dia melihat sosok seorang pria yang sangat dikenalnya.

"Rey .... han," lirih Fitri.

Bersambung...

Terpopuler

Comments

☘️BILAA☘️

☘️BILAA☘️

kok bisa ketemu Reyhan...

2022-09-13

1

Rika HR

Rika HR

aduh gak bisa berhenti baca ini thor
ceritanya menarik😘😘

2022-09-08

2

Emak Femes

Emak Femes

Helooooo
kagak usah treak treak jg kali Dim

2022-09-05

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!