"Tidak usah sok peduli padaku, lebih baik kamu urus saja selingkuhanmu," ujar Dimas.
Lagi-lagi dia masih mengatakan istrinya selingkuh, dia tidak merasa cukup kesetiaan Fitri selama ini yang masih setia mendampinginya di saat dia masih belum sanggup menjalani tanggung jawabnya sebenarnya.
"Astaghfirullah, Bang. Ada apa denganmu?" tanya Fitri pada suaminya.
"Bun," lirih
Rasya terbangun dari tidurnya karena mendengar suara ribut-ribut di antara ayah dan bundanya.
"Sayang, kamu sudah bangun?" tanya Fitri pada putrinya.
"Bunda, Ayah bertengkar, ya?" tanya Rasya pada putrinya.
Fitri melirik ke arah sang suami, menunggu tanggapan Dimas atas pertanyaan dari putrinya.
"Enggak kok, Sayang. Bunda cuma bangunkan ayah buat shalat," jawab Fitri karena tak ada jawaban sedikitpun dari Dimas.
Dimas pun bangkit dari posisinya, dia berdiri dan melangkah ke kamar mandi.
Setelah cuci muka, Dimas melihat makanan di atas meja sudah tersaji.
Dia melihat sambal ikan asin dengan sayur sudah terhidang di atas meja, tanpa melaksanakan kewajibannya sebagai seorang muslim yaitu shalat subuh, Dimas langsung mengambil piring.
Dimas bersiap untuk makan, kemarahannya terhadap sang istri membuat dirinya merasa lapar.
Fitri menuntun Rasya menuju kamar mandi, untuk cuci muka terlebih dahulu.
Dia memang tidak memandikan putrinya saat bangun tidur, karena alasan air masih dingin. Fitri merasa kasihan jika pada putrinya jika dimandikan terlalu pagi.
Fitri menatap heran pada sang suami yang langsung makan.
"Bang? Apakah kamu sudah shalat subuh?" tanya Fitri pada sang suami.
"Untuk apa shalat, toh hidup kita tak akan berubah," jawab Dimas asal.
Dia masih belum terima dengan hilangnya uang 3 juta hanya karena kebodohan dan rasa cinta sang istri pada laki-laki lain selain dirinya.
“Astaghfirullah, Bang. Kualat kamu ngomong seperti itu.” Fitri mengingatkan sang suami.
“Kamu enggak usah banyak bicara!” bentak Dimas.
Dia tak lagi memperdulikan putri kecilnya yang mendnegar oertengakran antara kedua orang tuanya.
Fitri menghela napas panjang, dia pun melangkah menuju kamar, Fitri memilih untuk membersihkan kamar dari pada berdebat dengan suami yang belum bisa mengendalikan emosinya.
Fitri mendudukan Rasya di atas kasur dan memberinya sebuah mainan agar putrinya tidak mengganggu saat dia merapikan kamar.
Saat Fitri sudah asyik membersihkan kamar, terdengar pintu rumah dibuka oleh sang suami. Dimas keluar dari rumah dan melangkah ke warung milik janda tanpa anak yang dikunjungi semalam.
“Hei, Dim. Enak tidurnya semalam?”tanya salah satu teman Dimas yang bernama Yanto.
Dimas mengernyitkan dahinya.
“Kenapa enggak pulang ke rumah?” tanya Udin teman Dimas yang lainnya.
“Maksud kamu apa?” tanya Dimas bingung.
“Semalam kamu tidur di sini, Kan? Kenapa enggak pulang ke rumah, sih? Kamu sedang bertengkar sama istri kamu?” tanya Rahmat penasaran.
Begitulah teman-teman Rahmat yang di kampung, selalu saja ingin tahu dengan urusan orang.
“Namanya juga rumah tangga, sesekali ada masalah itu wajar,” ujar Dimas menjawab pertanyaan dari teman-temannya.
“Pagi ini, viral. Semua orang membicarakan kamu lho, Dim?” ujar Yanto memberitahukan.
“Maksud kamu apa?” tanya Dimas masih belum paham sama sekali.
“Kamu belum buka face*ook?” tanya Yanto lagi.
Dimas menggelengkan kepalanya, Yanto langsung menghampiri Dimas lalu menyodorkan ponselnya pada Dimas untuk memberitahukan status salah satu teman mereka yang ada di kampung.
Dimas melebarkan bola matanya tak percaya, dia ketahuan menginap di warung Susi.
“Ya, ada masalah sedikit,” lirih Dimas mengakui tudingan teman-temannya.
"Kalau ada masalah itu diselesaikan, Bro. Bukan kabur," nasehat Yanto.
Yanto termasuk teman terdekat Dimas, sedikit banyak dia tahu bagaimana hidup Dimas dan Fitri.
Selama ini, Yanto mengenal istri sahabatnya itu adalah seorang wanita yang baik hati dan dia rela berkorban apa pun demi keluarganya.
"Aku tidak perlu menyelesaikan masalah secara baik-baik dengan wanita yang sudah mengkhianati cintaku," tutur Dimas setelah mereka duduk di bangku pojok di warung Susi.
Dimas tak ingin banyak orang tahu akan permasalahannya walaupun sikapnya semalam membuat banyak orang tahu bahwa dia tengah ada masalah.
"Dim, nanti gue tunggu di tempat biasa, ya!" seru Rahmat saat dia hendak keluar dari warung.
Sesuai janji Dimas pada Rahmat mereka akan pergi bekerja ke kebun orang untuk mendapatkan upah.
"Oke!" seru Dimas.
Perjalanan hidup Dimas di kampung tak lagi setara dengan pendidikannya, dia yang tamatan S1 bekerja serabutan seperti teman-temannya yang tidak sekolah sama sekali, meskipun dia mengajar tapi itu tidak dilakukannya tiap hari dia mengajar hanya sekitar 3 hari dalam seminggu.
Pekerjaan Dimas selain mengajar, terkadang memanen sawit, bekerja di kebun orang atau di kebun miliknya sendiri.
"Mau minum apa, Dim?" sapa Susui yang baru saja selesai melayani pelanggannya yang lain.
Susi sengaja menyelesaikan pesanan pelanggan yang lain agar dia dapat mengobrol dengan Dimas.
Dimas menoleh menatap janda tanpa anak itu dengan mata saya, ada pesona yang mulai menarik mata Dimas.
Dimas tersenyum.
"Kopi aja, Sus," jawab Dimas tersenyum.
Hatinya yang terluka karena prasangka buruk terhadap sang istri membuatnya mulai melirik Susi.
Susi yang memiliki tubuh aduhai bagaikan gitar spanyol dengan pakaian minim bahan dan membentuk lekuk tubuhnya membuat mata pria-pria pelanggan di warungnya semakin betah berada di sana.
Di tambah polesan make up yang tak pernah luntur dari wajahnya membuat pria-pria itu semakin enggan melepaskan mata dari janda tanpa anak itu.
Begitu juga dengan Dimas, dia mulai tertarik dengan sosok Susi yang mulai menggoda imannya.
"Gimana sama istrimu?" tanya Susi sambil meletakkan secangkir kopi di atas meja di hadapan Dimas.
"Mhm, begitulah. Dia tidak mengaku kalau memiliki selingkuhan, tapi ayahku bilang dia sering keluyuran saat aku tak berada di rumah," jawab Dimas.
Dia semakin menjadi menjelek-jelekkan istrinya di hadapan wanita lain.
"Dim, jangan bicara seperti itu," bisik Yanto yang tidak enak mendengar sahabatnya mengungkap aib rumah tangganya.
"Ish," bantah Dimas.
"Benar kata ayahmu, Dim. Aku juga sering liat dia pergi ke luar, kadang dia pergi sendiri. Kadang dia bawa anakmu, jangan-jangan dia ada janjian di luar sana tanpa sepengetahuan kami," ujar Susi menambah panas hati Dimas.
Rasa kecewa Dimas terhadap istrinya semakin menjadi, sehingga dia lupa setiap langkah istrinya dari rumah selalu atas izinnya.
Fitri yang selalu keluar mengambil pesanan barang-barang elektronik yang dipesan oleh beberapa pelanggannya.
Begitulah Fitri mencari uang, karena kehidupan di kampung membuat para ibu-ibu di sana tak seberapa yang mampu mengendarai sepeda motor, jadi mereka meminta Fitri untuk membelikan apa yang mereka mau.
Bersyukur Fitri memiliki toko langganan yang baik hati sehingga setiap dia mengambil barang di toko tersebut selalu diberi harga grosir.
Dengan itu Fitri dapat menjual dengan harga pasaran, makanya banyak ibu-ibu memilih belanja dengan Fitri dari pada pedagang yang datang ke kampung karena harga yang terpaut jauh dari toko.
Tangan Dimas mengepal, matanya merah menahan amarah di hatinya.
Yanto kesal melihat sikap Dimas, dia pun pergi meninggalkan Dimas di sana.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments
Yulay Yuli
b*go Dimas
2024-09-01
0
☘️BILAA☘️
dasar pelakor mulai adu domba ini
2022-09-13
1
Az-Zahra
perbanyak sabar ya fit
2022-09-10
1