Bab 4

Dimas menautkan kedua alisnya, dia heran melihat Fitri yang tiba-tiba memohon maaf darinya.

"Ada apa?" tanya Dimas datar.

Dimas masih bersikap dingin pada Fitri, dia masih kesal mengetahui bahwa istrinya masih berkomunikasi dengan mantannya.

Padahal sejak Fitri menikah, dia tak pernah berkomunikasi lagi dengan Rayhan walaupun Fitri sengaja tidak pernah mengganti nomor ponselnya agar Rayhan masih bisa menghubungi dirinya.

"Maafkan aku, Bang," lirih Fitri lagi.

Kali ini Fitri mulai menangis, dia menyesal sudah menduakan hatinya. Tanpa sengaja rasa rindunya pada sang mantan membawa petaka dalam rumah tangganya yang susah payah diperjuangkannya.

"Kamu ada masanya apa? Tiba-tiba minta maaf, aneh. Suami datang itu disambut dengan segelas air, ini malah bikin suami bingung," gerutu Dimas kesal.

Sebenarnya dia penasaran dengan alasan Fitri yang tiba-tiba meminta maaf, tapi karena lelah dia tidak ingin banyak bicara.

Dimas duduk di sebuah bangku plastik yang ada di teras rumah kontrakannya.

Rumah kontrakan kecil dan masih berbahan dasar sebagian batu dan papan. Rumah yang sangat-sangat sederhana.

Terlihat sang suami tidak tertarik membahas alasannya meminta maaf, Fitri mengurungkan niatnya untuk memberitahukan apa yang sudah terjadi.

Fitri melangkah ke dapur yang hanya beberapa langkah dari pintu masuk rumah kontrakannya itu, Ibu satu anak itu pun mengambilkan segelas air pada sang suami.

Dengan tatapan tak suka Dimas menerima segelas air yang diberikan oleh sang istri.

Fitri tahu saat ini sang suami masih marah padanya perkara masalah tadi pagi. Akhirnya Fitri memilih untuk bersiap-siap shalat maghrib berjama'ah, hal yang belum pernah dilakukannya semenjak dia menetap di desa Dimas.

Keluarga Dimas tergolong keluarga menengah ke bawah, orang tua Dimas memiliki beberapa bidang tanah, tapi kini lahan itu sudah menjadi hutan belantara yang di sana tumbuh pohon karet.

Semenjak harga karet tak lagi berharga, mereka tak lagi memanen hasil karet, mereka memilih mencari usaha yang lain untuk kehidupan sehari-hari.

Meskipun kedua orang tua Dimas memiliki satu hektar lahan sawit tapi hasilnya tak seberapa karena mereka yang sudah tua tak sanggup lagi memanen dan melangsir hasil panen ke seberang jalan besar.

Bisa dibilang hasil panen mereka dibagi dua dengan pekerja dan pelangsir, sehingga mereka hanya mendapatkan setengah saja dari hasil kebun sawit tersebut.

Ibu mertua Fitri adalah teman kuliah ibu Fitri. Mereka sangat akrab, sehingga mereka berniat untuk menjodohkan putra putri mereka.

Ibu Fitri tidak pernah menilai seseorang dari harta tapi dari pendidikan makanya saat Fitri memberi tahu hubungannya dengan Rayhan, ibunya langsung menolak karena Rayhan hanyalah seorang yang tidak bersekolah.

Jangankan dia tamat SMA, SMP saja tidak sampe duduk di kelas 2 karena saat itu Ayah Rayhan meninggal dunia sehingga dia sebagai anak laki-laki pertama harus membantu kehidupan keluarga.

Rayhan bekerja banting tulang hanya demi menyekolahkan adik-adiknya dan mencukupi biaya hidup mereka tiap harinya.

Ibu Fitri yakin, kehidupanku akan terjamin jika menikah dengan seorang sarjana oleh karena itu Ibu Fitri memaksa putrinya menikah dengan Dimas, putra sahabatnya.

Kebetulan saat mereka berkenalan, Dimas langsung tertarik dengan Fitri, dia jatuh cinta pada pandangan pertama sedangkan Fitri harus menguburkan rasa cinta terhadap Rayhan.

"Kamu tidak akan bahagia jika menikah dengan Rayhan yang tak berpendidikan itu, yang ada kamu akan dijadikan pemulung atau pengemis. Kamu itu sarjana jadi harus menikah dengan seorang sarjana juga," ujar Ibu yang selalu terngiang jelas di benak Fitri.

Satu tahun Fitri menjadi istri Dimas, kehidupan mereka masih bisa tercukupi dari honor Dimas yang mengajar di sebuah Sekolah negeri di desa tempat tinggal Fitri.

Di tahun kedua, Dimas memberanikan diri untuk mengkredit sebuah sepeda motor dengan alasan dia malu menggunakan sepeda motor butut pemberian orang tuanya, sehingga keuangan hari-hari mulai susah dikendalikan.

Fitri sebagai seorang istri berusaha menerima nafkah yang pas-pasan dari sang suami, karena Dimas pemuda yang jujur masalah gaji, dia selalu memberikan semua gajinya pada Fitri tanpa dikuranginya sedikitpun.

Biaya hidup yang semakin besar, ditambah Fitri mulai mengandung membuat ekonomi rumah tangga mereka semakin sulit.

Akhirnya Fitri pun mencoba mencari lowongan mengajar yang kebetulan Fitri juga seorang sarjana fakultas pendidikan.

"Alhamdulillah, Nak. Ibu senang kamu bisa jadi guru, di sekolah populer lagi di desa kita ini," ucap Ibu Rusda saat mengetahui bahwa putrinya diterima mengajar di SMP favorit di desanya.

Kebahagiaan Ibu Fitri tak berlangsung lama, karena setelah melahirkan putrinya Rasya, Dimas meminta Fitri berhenti mengajar. Bahkan Dimas mengajak Fitri untuk tinggal di kampungnya karena biaya hidup di kampung Dimas lebih sedikit dari pada di desa Fitri.

Di kampung, Dimas mengajar di sebuah sekolah swasta lalu merintis kebun bersama ibunya.

Ibu Dimas memang sempat kuliah tapi tidak sampai selesai sehingga dia tidak bekerja apa-apa kecuali berkebun bersama ayah Dimas, dan kini dia pun mengajak Dimas untuk merintis kebun agar Dimas dan Fitri memiliki pemasukan di kemudian hari.

Hingga 7 tahun pernikahan mereka, Fitri hanya bekerja di rumah saja sambil mengasuh putrinya. Sesekali Fitri mencoba jualan online walaupun pendapatannya hanya lepas makan sehari-hari karena dia tidak memiliki modal untuk usaha jualan onlinenya.

"Fit, ambilkan aku handuk!" teriak Dimas setelah dia beristirahat sejenak.

Saat itu Fitri hendak berangkat ke mesjid, Fitri kembali masuk ke dalam rumah lalu mengambilkan handuk untuk sang suami.

"Ini, Bang," lirih Fitri sambil mengulurkan handuk pada sang suami.

Dimas merebut kasar handuk yang ada di tangan sang istri. Lalu menaiki sepeda motor bututnya untuk pergi ke sungai.

Begitulah di desa Dimas, untuk mandi, mencuci dan yang lainnya kebanyakan penduduk memilih pergi ke Sungai karena jarang rumah di kampung itu memiliki sumur.

Beruntung di rumah mertua Fitri ada sumur, jadi Fitri yang tidak terbiasa pergi ke sungai bisa mandi dan mencuci di rumah mertuanya. Sedangkan mencucui piring di rumah kontrakannya ada air Pamsimas yang terletak di luar rumah yang hanya ditutupi dengan plastik.

Fitri berangkat ke Mesjid, kali ini Fitri melaksanakan shalat magrib dengan khusyuk begitu juga dia tidak lupa untuk untuk melaksanakan shalat sunat.

Di sana Fitri kembali memohon ampun pada Allah atas dosa-dosa yang sudah diperbuatnya. Fitri juga memohon pada Allah untuk menghapuskan rasa yang masih tersisa untuk sang mantan kekasih.

Setelah selesai shalat magrib, Fitri pulang ke rumah. Kini jantungnya mulai berdegup kencang. Dia takut untuk memberitahukan apa yang sudah terjadi, tapi dia tidak mungkin menyembunyikan peristiwa itu.

Sesampai di rumah, Dimas sudah duduk bersiap untuk makan malam. Bergegas Fitri membuka mukenanya dan menghidangkan makan malam untuknya.

"Ada apa? Kenapa kamu meminta maaf padaku?" tanya Dimas setelah dia menyelesaikan makan malamnya.

Bersambung...

Terpopuler

Comments

🍭ͪ ͩ✹⃝⃝⃝s̊S𝕭𝖚𝖓𝕬𝖗𝖘𝕯☀️💞

🍭ͪ ͩ✹⃝⃝⃝s̊S𝕭𝖚𝖓𝕬𝖗𝖘𝕯☀️💞

Jujur saja... Ntah apa nanti yg akan d katakan suami mu...

2022-10-03

2

R. Yani aja

R. Yani aja

aduh... gimana cara ngomongnya ya... belum apa-apa udah takut dimarahin.. 🤭

2022-10-03

1

🔵🍭ͪ ͩ🥜⃫⃟⃤SUHU🍀⃟🐝⁶⁹

🔵🍭ͪ ͩ🥜⃫⃟⃤SUHU🍀⃟🐝⁶⁹

knp tdk jujur aja sama suami sih... duh fitri ya

2022-09-13

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!