Keesokan harinya
“Hari ini aku akan mengantarmu pulang.” ucap Andreas di sela-sela sarapan mereka.
“Pulang?” kening Naura berkerut dalam mencari tahu maksud ucapan suaminya.
“Maksudku kemasi barang-barangmu di rumah papa kita akan tinggal di rumah yang sudah aku beli. Karena aku tidak ingin tinggal di rumah orang tuamu atau rumah orang tuaku.” Jelasnya kemudian menyilangkan sendok dan garpu secara terbalik dan membersihkan mulut dengan sebuah tissue setelah memasukkan makanan untuk yang terakhir kali ke dalam mulutnya.
Naura menganggukkan kepala sebab mulutnya disibukkan untuk mengunyah makanan yang memenuhi rongga mulutnya.
Tidak ada percakapan selama perjalanan menuju rumah Naura. Wanita itu lebih memilih melihat kearah luar jendela daripada melihat wajah dingin suaminya. Setelah mengambil beberapa barang Naura pun memasukkan koper besar miliknya ke dalam bagasi mobil Andreas.
“Apa dia sama sekali tidak ada niatan untuk membantuku. Apa dia tidak lihat sebesar apa koper yang aku bawa?” gerutu Naura dengan kesal namun hanya di dalam hatinya.
Setelah Naura masuk ke dalam mobil Andreas pun melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Hingga mobil berhenti di sebuah rumah baru yang akan mereka tempati mulai hari ini.
“Apa hanya kita berdua yang akan tinggal disini?” kalau dilihat rumah yang Andreas beli terlihat cukup luas jika hanya mereka berdua yang menempatinya.
“Akan ada asisten rumah tangga besok.” ucap Andreas menurunkan koper Naura dari dalam mobil kemudian membawanya masuk ke dalam rumah.
“Tumben pengertian.” gumam Naura dalam hati melihat suaminya membawakan koper besar miliknya.
“Ini kamar kita.” Andreas membuka sebuah ruangan yang cukup luas di sana. Tepatnya di lantai dua karena rumah mereka terdiri dari dua lantai dengan dua kamar tidur.
“Kita?” ulang Naura.
“Rumah ini hanya memiliki satu kamar sedangkan kamar yang satunya belum direnovasi.”
“Tap-pi.” protes Naura namun tidak dihiraukan oleh Andreas. Lelaki itu lebih memilih mengangkat ponselnya yang sempat berdering untuk kedua kalinya.Andreas melangkahkan kakinya keluar dari kamar dengan ponsel yang menempel pada daun telinganya. Bertukar suara dengan orang dibalik sambungan ponselnya. Entah apa yang mereka bicarakan. Sampai meninggalkan Naura yang masih berdiri di dalam kamar.
***
Naura menuruni anak tangga satu per satu dengan santai setelah sebelumnya meletakkan semua pakaian yang sempat dia bawa ke dalam lemari.
“Apa kau bisa memasak?” suara Andreas membuat Naura memutar lehernya mencari dimana sumber suara itu berasal. Hingga pandangan keduanya pun bertemu.
“Apa kau lapar?”
“Kau bisa masak?”
“Mau ku masakkan apa?”
“Apa saja asal jangan udang.”
“Kau alergi seafood?”
Tanpa menjawab pertanyaan Naura lelaki itu berjalan menuju sofa yang berada tidak jauh dari dapur. Andreas melewati tubuh Naura begitu saja kemudian mendaratkan tubuhnya dengan sempurna di atas sofa. Tangannya mengambil sebuah buku tebal kemudian membuka halaman demi halaman untuk membaca buku itu sambil menunggu masakan tiba.
"Tidak dijawab dasar kulkas pintu dua." gerutu Naura.
Naura bergegas menuju dapur membuka lemari pendingin untuk melihat persediaan bahan makanan disana.
Beberapa menit berlalu Andreas menghampiri meja makan setelah Naura memberitahunya bahwa masakan sudah siap. Naura membuat pasta untuk Andreas karena hanya ada bahan makanan itu saja.
“Hanya ini?” tanya Andreas yang melihat dua buah piring berisi pasta di dalamnya.
“Tidak ada bahan makanan yang bisa kumasak selain ini.” Andreas ingat dia belum mengisi lemari pendingin selain dengan minuman.
Lelaki itu tidak protes atau berkomentar kembali dengan masakan Naura. Sedangkan wanita itu mendudukkan dirinya di kursi yang baru saja dia tarik di seberang suaminya. Keduanya pun menghabiskan pasta tanpa ada percakapan lain selama makan berlangsung.
Karena asisten rumah tangga baru datang besok maka Naura pun mencuci piring sendiri. Ini kali pertama dirinya melakukan pekerjaan tersebut. Karena terkejut dengan kedatangan Andreas yang tiba-tiba membuat Naura tanpa sengaja menjatuhkan piring yang dia pegang.
Prang!!!
Bunyi piring yang mencium lantai dengar kasar membuat bentuk piring terpecah menjadi kepingan-kepingan yang berserakan.
“Maafkan aku. Akan kubersihkan segera.” Andreas tidak menghiraukan ucapan Naura kedatangan dirinya hanya untuk mencuci tangan yang terkena saus pasta.
Berjalan terburu-buru membuat Naura tidak melihat pecahan kaca yang berserakan di lantai. Kakinya tanpa sengaja menginjak pecahan kecil yang berada di sudut lantai. Membuat dia meringis menahan sakit.
“Auh.” Darah mulai mengalir disana. Wanita itu menahan rasa sakit hanya demi segera membersihkan lantai. Tidak ingin melihat Andreas marah karena memecahkan piring miliknya.
“Noda apa itu?” tanya Andreas yang hendak mengambil minuman di dalam lemari pendingin.
Matanya kini mulai tertuju pada kaki Naura yang masih mengeluarkan darah.
“Kakimu luka?”
“Ini….” belum selesai berbicara Andreas sudah lebih dulu meninggalkan dirinya. Tersirat sedikit rasa kecewa di hati Naura atas sikap lelaki itu. Namun dia harus sadar bahwa ini hanya sementara dan mereka adalah orang asing yang bersatu dalam sebuah kontrak.
“Ah.” tubuh Naura melayang diudara saat seseorang mengangkat tubuhnya. Dan itu adalah Andreas
“Andreas.” ucap Naura saat melihat siapa yang sedang menggendong dirinya ala bridal.
Andreas meletakkan Naura di atas sofa kemudian mengangkat kaki Naura yang terluka dengan hati-hati. Mencabut serpihan beling yang masih menempel di kaki Naura.
“Tahan ya mungkin ini akan sedikit sakit.” Naura mengangguk. Wanita itu kini fokus menatap wajah Andreas dari dekat yang menurutnya begitu tampan.
“Ya Tuhan pahatanmu begitu indah.” gumam Naura mengagumi ketampanan suaminya.
“Auh.” Naura mengaduh sakit saat beling itu tercabut dengan sempurna.
“Aku akan membalut lukanya lebih dulu.” lagi-lagi Naura mengangguk pelan. Dia kembali menikmati ukiran Tuhan yang begitu sempurna dihadapannya
“Aku bisa melakukannya sendiri.”
“Diamlah, aku yang akan mengobati lukamu.” Sesaat Naura terdiam hatinya menghangat dengan perlakuan Andreas. Wanita itu memandang wajah serius suaminya yang sedang membalut kakinya dengan perban putih.
“Auh.” Naura mengaduh sakit saat lukanya beradu dengan kain perban.
“Apa terasa sakit?” tanya Andreas dengan lembut. Naura menggeleng menatap wajah Andreas yang berkali-kali lebih tampan saat seperti ini.
“Tahanlah sebentar lagi.” ucap Andrea, Naura pun mengangguk pelan.
“Maaf.” Tidak ada jawaban dari Andreas atas permintaan maaf Naura.
“Aku tidak sengaja menjatuhkan piring itu.” sambungnya.
Andreas masih sibuk membalut luka Naura. Tidak mendapat reaksi dari Andreas membuat Naura berpikir mungkin Andreas marah.
“Apa kau marah? Aku akan mengganti piring itu jika kau marah. Ini pertama kali aku mencuci piring dan tidak sengaja memecahkannya.” Andreas masih diam tidak ada jawaban atas ucapan Naura.
“Apa kau tidak mau memaafkanku.” Naura memandang lekat wajah Andreas yang sedang membereskan kotak P3K.
“Andreas.” panggil Naura.
“Kau itu cerewet sekali. Lain kali tidak perlu cuci piring lagi.”
“Lain kali aku akan lebih berhati-hati.”
“Tidak ada lain kali.” Naura terkejut dengan ketegasan Andreas. Naura menunduk tidak berani menatap suaminya. Matanya mulai berkaca-kaca ini kali pertama dirinya dibentak oleh seorang lelaki. Seumur hidup Naura, papanya sama sekali tidak pernah memarahi ataupun berbicara dengan nada tinggi. Begitupun Ben tidak pernah berkata kasar meskipun sahabatnya itu merasa kesal dengan dirinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments
Cunani Anu Mmh
ceritany menarik
tpi kenapa sepi komentar
2024-01-15
0