💌 HUJAN DAN KAMU 💌
🍀 HAPPY READING 🍀
.
.
Alessa memeluk ibunya dengan erat. Walau ini adalah kemauannya sendiri, tapi ada rasa sedih yang tak bisa Alessa tutupi. Sesungguhnya ia berat meninggalkan ayah dan ibunya. Tapi demi masa depan, Alessa harus bisa berjuang sendiri.
"Bu..." Alessa semakin memeluk ibunya dengan erat di bahunya.
"Sudah, Alessa. Jangan menangis. Nanti ayahmu bisa curiga." Bisik Jenny sambil membelai rambut Alessa dengan lembut.
Alessa melepaskan pelukan dan menatap Jenny dengan wajah mengerut. Alexander yang sejak tadi memperhatikan istri dan putrinya mulai curiga. Dahinya mengernyit. Alessa pun sedikit menunduk. Gelagat Alessa membuat Alexander makin mengerutkan dahi. Ia mendapati ada sesuatu yang dirahasiakan dua wanita itu.
"Ada apa ini? apa ada sesuatu yang tidak aku ketahui?" Mata Alexander memicing menatap Jenny dan Alessa bergantian.
Jenny tersenyum sambil mendekat ke arah suaminya. "Sesuatu apa? Kau seperti tidak mengenal Alessa. Dia memang seperti itu, terkadang seperti anak kecil." Ucapnya seraya duduk di samping suaminya.
Alexander yang tengah menyeruput kopi panasnya, segera meletakkan cangkir ke atas meja. Ia bangkit dan mendekat dengan langkah pelan yang mengintimidasi.
"Apa itu benar, Alessa? Kau tidak merahasiakan sesuatu dari ayah, kan?" Alisnya menukik tajam, ia menatap mata Alessa seakan mencari jawaban.
"Ah..." Alessa melepaskan tawanya. "Rahasia apa, yah? aku tidak merahasiakan apa-apa." Jawabnya tenang. Alessa bahkan sudah mempersiapkan kalimat dalih. Ia tahu seperti apa Alexander. Dengan hanya melihat gelagatnya saja ayahnya bisa tahu.
"Sungguh?" Alexander mencari kebenaran dari wajah Alessa.
Alessa tertawa lagi, "Tentu saja. Tujuanku hanya melanjutkan pendidikan di kota A. Tidak lain dari itu."
Alexander menarik napasnya. "Baiklah, belajar yang benar. Aku berharap kau bisa menggantikan posisi ayah secepatnya. Jangan menunda-nunda lagi."
Alessa meremas tangannya. Wajahnya berubah saat ayahnya kembali membahas itu lagi. "Aku akan belajar sungguh-sungguh." Jawabnya lembut. Suara itu nyaris tak terdengar saking pelannya.
"Jangan mengecewakan daddy." Alexander membelai lembut rambut di samping kepala Alessa.
Jenny tersenyum dan mendekat ke arah putrinya. "Hati-hati sayang, langsung hubungi kami saat kamu sudah mendarat."
Alessa mengangguk. "Baik bu,"
Mereka pun melangkah mengantarkan Alessa sampai di teras rumah.
"Alessa pergi dulu."
"Jaga dirimu baik-baik." Alexander kembali mengingatkan saat melihat Alessa masuk ke dalam mobil. Edwin supir keluarga Charlett pun ikut masuk ke dalam mobil dan duduk di kursi kemudi. Alessa membuka kaca mobil pada sisinya dan melambai terus ke arah Alexander dan Jenny, hingga bayangan itu mengecil dan menghilang di balik pagar kediaman Charlett.
Dengan senyuman tipis, Alessa menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi sambil menatap ke arah jalanan. Alessa larut dalam pikirannya. Ia tidak akan menyesal dengan keputusannya.
⭐⭐⭐⭐⭐
Pengumuman itu terdengar begitu merdu di telinga Alessa. Alessa perlahan-lahan membuka matanya. Ia menyisihkan cardigan yang dikenakannya untuk melihat jam. Pukul 12 siang. Alessa menarik napas panjang dan mengembuskannya kembali.
"Untuk keselamatan dan kenyamanan Anda, mohon tetap duduk dengan memakai sabuk pengaman Anda."
Kata-kata yang biasa diucapkan oleh salah satu pramugari jika pesawat akan landing. Semua hening menunggu saat pesawat mendarat dengan sempurna. Dengung pesawat mulai terdengar jelas. Lampu-lampu di kabin mulai dipadamkan sebagian, sebagai prosedur standar keselamatan untuk membuat mata para penumpangnya menyesuaikannya dengan keadaan dan para awak kabin dapat lebih jelas memantau keadaan di luar pesawat.
Setelah penerbangan tiga jam, mereka akhirnya mendarat dengan selamat.
Alessa menghembuskan napas lega. Penerbangannya aman dan tidak kurang suatu apapun.
"Atas nama seluruh kru, saya ingin berterima kasih kepada Anda atas ikut sertanya dalam perjalanan ini. Kami berharap bisa berjumpa dengan anda lagi dalam penerbangan dalam kesempatan yang akan datang. Semoga hari Anda menyenangkan!”
Alessa berjalan ke depan pintu, terdengar sapaan ramah terima kasih dan sampai jumpa dari dua orang pramugari yang berdiri di dekat pintu keluar. Alessa terus berjalan di ujung pintu pesawat yang terhubung dengan pintu terowongan menuju airport. Ia terus berjalan mengeluarkan handphonenya dan mengaktifkannya. Banyak panggilan WhatsApp dan pesan notifikasi beruntun masuk. Ia mencari pesan yang lebih penting. Membuka pesan dari Jordan. Ia tersenyum membuka lebih dulu pesan dari kekasihnya itu.
"SAYANG, MAAFKAN AKU TIDAK BISA MENJEMPUTMU. TIBA-TIBA ADA PASIEN YANG HARUS OPERASI HARI INI. AKU SUDAH KIRIM ALAMAT YANG AKAN KAU TUJU. NANTI KALAU OPERASINYA SUDAH SELESAI, AKU AKAN SEGERA MENEMUIMU."
"Heeeehhh." Alessa membuang napas singkat dan langsung menekan tombol tanda panggil kepada Jordan. Tak menunggu lama, terdengar suara Jordan dari seberang.
"Iya, sayang? kamu sudah sampai?" Terdengar suara Jordan di balik telepon.
"Aku baru saja sampai," Ucapnya.
"Syukurlah, aku minta maaf tidak bisa menjemputmu. Ini benar-benar mendadak sekali. Maafkan aku." ucap Jordan dengan hati-hati.
"Tidak apa-apa, sayang." Sahut Alessa tak bersemangat.
"Sekali lagi aku minta maaf. Aku sudah memberi alasan tapi pihak rumah sakit meminta aku menangani operasi hari ini. Aku tidak bisa berbuat apa-apa karena pimpinan rumah sakit yang menghubungiku."
Alessa tersenyum samar mendengar perkataan Jordan. Ia juga tidak bisa marah karena Jordan tidak bisa menjemputnya. Ya semua itu karena pekerjaan. Alessa mengerti karena ia juga seorang dokter.
"Sayang, kau masih di sana?"
"Ah, maaf, aku menunggu barang dari bagasi."
"Permisi dok, operasinya sudah bisa dimulai." Terdengar suara seorang perawat berbicara dibalik telepon.
"Oke, tunggu lima menit lagi." ucap Jordan diujung telepon.
"Baik dok." ucap perawat itu menutup kembali pintu ruangan.
"Sayang...." panggil Jordan beberapa saat kemudian.
"Hmm."
"Aku tutup teleponnya dan sekali lagi aku...."
"Oke. Semoga operasinya berjalan lancar." potong Alessa sebelum Jordan melanjutkan kalimatnya.
"Ah, terima kasih, sayang. Sampai bertemu nanti."
"Baik. Sampai bertemu nanti."
TUT
Panggilan terputus.
Alessa mengembuskan napas panjang dan melangkah menuju tempat pengambilan bagasi untuk mengambil barangnya. Ia sudah berdiri di samping conveyor untuk menunggu koper keluar. Barang bagasi itu keluar satu per satu dan ia tidak harus menunggu lama. Alessa langsung mengambil barangnya.
Alessa terus berjalan ke depan. Ia mengembuskan napas panjang karena mobil taksi tidak ada satu pun yang parkir di depan pintu kedatangan. Ia terpaksa berjalan mencari taksi.
"Taksi!" panggil Alessa.
"Sudah ada penumpang non, anda ke sebelah taksi saya saja."
"Ah...maaf!" Alessa mengangguk dan melangkah ke mobil taksi seperti yang dikatakan pria tadi. Ia langsung duduk dan memerintahkan supir taksi untuk memasukkan kopernya.
"Pak, tolong masukkan barang-barang saya ke bagasi ya!" Ucap Alessa tanpa melihat di dalam sudah ada penumpang. Alessa sibuk membalas pesan masuk di handphonenya.
Supir taksi terlihat bingung, namun tetap keluar memasukkan koper Alessa ke dalam bagasi.
"Kenapa kamu di sini?"
Alessa terkejut melihat seorang pria berpakaian rapi berbicara dan menatapnya dengan tajam.
"Nah ...kamu sendiri ngapain di sini?" Balas Alessa menatap heran ke arah pria yang duduk di sampingnya.
"Naik pesawat. Ya...naik taksi lah." Pria itu mendengkus kesal. Ia mulai jengkel.
"Siapa yang suruh kamu naik ke sini, sekarang kamu keluar!" Alessa berucap ketus.
"Jelas-jelas aku naik duluan." protes pria itu tak mau kalah.
"Gak bisa. Aku terburu-buru. Sekarang kamu yang turun dan cari taksi sendiri."
"Eh...siapa kamu ngatur-ngatur. Aku lebih dulu masuk. Dan itu artinya kamu yang harus keluar dan cari taksi sendiri!"
"Astaga, ini lelaki kok gak bisa ngalah sih..." umpat Alessa dalam hati.
"Kamu gak mau keluar?"
"Enggak!" jawab Alessa melipat tangannya di depan dada sambil menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi.
"Permisi, tuan, nona. Sekarang tujuan kalian kemana? Saya bisa mengantar kalian ke tempat tujuan, tanpa harus berdebat seperti ini."
Kedua penumpang itu saling menatap ke arah supir. "Ke perumahan Flower." Ucap mereka serentak.
"Heuh?" Alessa melotot menatap tajam ke arah pria itu. "Kamu sengaja mengikutiku?"
"Siapa juga mengikutimu? Aku sudah dua tahun tinggal di sana dan aku tak pernah melihatmu."
Alessa tersenyum sinis memalingkan wajahnya. Ia tak menghiraukan ucapan pria itu.
"Bagaimana? tujuan kalian sama. Apa salah satu dari kalian masih minta turun?"
"Yang waras ngalah pak. Kita bisa jalan." Ucap pria itu menatap ke arah jalanan.
"Begitu dong," ucap supir taksi tersenyum. Mobil taksi pun melaju meninggalkan bandara.
"Oke, karena saya berbaik hati, saya yang akan membayar uang taksimu." Ucap Alessa berniat meminta maaf karena ini memang kesalahannya. Ia juga tidak mau berdebat dengan orang yang baru dikenalnya.
"Kamu mencoba merayuku?"
"Merayu?" Alessa memutar bola matanya. Ia jengah melihat sikap pria itu. "Siapa yang merayumu. Maaf, aku gak tertarik dengan cowok model kayak kamu."
"Yang nyuruh tertarik dengan aku siapa? gak ada kan?"
"Oh my God. Aku bisa gila. Mimpi apa aku sampai bertemu dengan pria aneh seperti ini?"
Alessa lagi-lagi mengembuskan napas kesal. Baru kali ini ia bertemu dengan pria aneh yang mulutnya melebihi perempuan. Tak ada lagi pembicaraan setelah itu. Mobil melaju membawa dua penumpang yang larut dalam pikirannya masing-masing.
BERSAMBUNG.....
^_^
Tolong dukung ya my readers tersayang. Ini Novel kedelapan aku 😍
Salam sehat selalu, dari author yang cantik buat my readers yang paling cantik.
^_^
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
💢 Vanie Joe 💢
semangat kakak author
2022-12-21
0
💢 Vanie Joe 💢
Keren keren keren
2022-12-21
0
Cheryl Emery
semangat ya
2022-10-16
0