Dalam rumah kepala desa.
Arthur dan Reyna duduk di kursi kayu tua. Di depan mereka, ada meja sederhana dengan tiga cangkir teh yang mengepul. Aroma teh dan bunga menyebar di udara, tetapi bukan hal tersebut yang menjadi fokus mereka.
Di seberang meja, tampak kepala desa yang duduk dengan ekspresi serius di wajahnya.
"Dahulu kala, desa dibangun di tanah subur dekat hutan. Orang-orang yang tinggal di sini hidup dengan mudah karena bisa menanam berbagai sayur dan umbi-umbian. Meski tidak kaya, orang-orang hidup berkecukupan. Tidak kekurangan makanan.
Akan tetapi, suatu hari ada sebuah kejadian yang merubah segalanya. Seseorang dari desa telah membuat penjaga hutan marah. Karena itu, desa ini akhirnya dikutuk.
Baik tegalan atau sawah yang cukup jauh dari desa menjadi gersang. Setiap kali ditanami, tanaman tersebut akan mati entah karena kekeringan atau penyakit. Bahkan setelah mengaliri sawah dengan air sungai, tetap saja ada masalah.
Menurut tradisi leluhur, agar tanah bisa ditanami, sebelum mulai bertani, orang-orang harus mengorbankan seorang gadis remaja dari desa. Gadis yang dipilih tidak boleh dari luar, dan harus menjadi gadis paling cantik di desa."
Mendengar dongeng dari kepala desa, Arthur dan Reyna saling memandang.
Reyna menggelengkan kepalanya. Gadis tersebut tidak begitu mengerti. Dia juga setengah percaya dan setengah tidak percaya dengan ucapan kepala desa.
Arthur sendiri masih tersenyum ramah. Meski ekspresinya tidak banyak berubah, tetapi tidak ada yang tahu dia sedang memikirkan apa.
Setelah itu, mereka pun bercakap-cakap sebentar dengan kepala desa sebelum diantar ke rumah kosong tempat mereka bisa tinggal sementara.
Arthur, Reyna, dan kepala desa sampai di rumah kosong setelah berjalan beberapa waktu. Lokasinya berada di area pinggiran desa, cukup dekat dengan hutan.
Melihat ke arah rumah kayu tua yang tampak lusuh dan reyot seolah bisa roboh kapan saja membuat Reyna merasa tidak nyaman. Saat itu, suara kepala desa terdengar.
"Kalian berdua pasangan muda, bukan?"
Kepala desa mengelus jenggotnya. Meski keduanya tidak memperkenalkan dengan cara seperti itu. Menurutnya dua orang itu cocok. Belum lagi, di desa, banyak kasus dimana orang-orang menikah di usia muda.
Ucapan kepala desa membuat Reyna merasa malu. Hanya saja, rona merah di wajahnya langsung sirna ketika mendengar suara Arthur.
"Ayolah, Pak Kepala Desa. Kami masih terlalu muda. Kami bukan pasangan seperti yang anda pikirkan.
Saya hanya dibayar untuk menemaninya menyelesaikan tugas."
"..." Reyna menatap Arthur dengan mata menyipit. Tampak dingin dan tidak menyembunyikan amarahnya.
"Apakah begitu?" Kepala desa kemudian menggelengkan kepalanya. "Jika seperti itu, sebagai kepala desa, aku tidak bisa mengizinkan kalian tinggal bersama."
"Tidak apa-apa, Pak! Anda bisa santai karena saya bisa tidur di mana saja. Biarkan Reyna yang tinggal di sini." Arthur tersenyum ramah.
"Kalau tidak keberatan, kamu bisa tinggal di rumahku, Tuan Muda. Namun tidak bisa menerima Nona ini karena bisa menimbulkan rumor-rumor buruk."
"Kalau begitu terima kasih banyak."
Melihat ke arah Arthur dan kepala desa, lalu mengalihkan pandangannya ke rumah tua yang tampak mengerikan.
"Anu ... Saya pikir lebih baik kalau saya tinggal di rumah Momo."
"Oh?" Kepala desa tampak terkejut. "Itu memang tidak masalah. Mereka pasti senang menerima tamu."
"Mereka?"
Arthur dan Reyna saling melirik.
Kepala desa kemudian mengantar keduanya menuju ke sebuah rumah tidak terlalu besar yang tidak jauh dari rumah kosong. Lokasinya juga berada di area pinggir desa. Meski dihuni, rumah tersebut hanya sedikit lebih baik dibandingkan dengan rumah kosong.
Tok! Tok! Tok!
Setelah menunggu sebentar, pintu rumah sedikit terbuka. Tampak sosok gadis yang berusia satu atau dua tahun lebih muda dibandingkan Reyna dan Arthur.
"Apakah ada yang bisa saya bantu, Kepala Desa?"
"Aku mengantar tamu untukmu. Mereka bilang, mereka mengenal kakak perempuanmu."
Mendengar ucapan kepala desa, gadis itu tampak terkejut. Dia kemudian membuka pintu lebih lebar dan melihat sosok Arthur serta Reyna di belakang kepala desa.
"Apakah kalian benar-benar mengenal Kak Momo?"
"Aku tidak mengenalnya, tetapi gadis ini mengenalnya." Arthur berkata sembarangan sambil menunjuk Reyna. "Dia murid inti dari Pilar of Snake, tempat kakakmu berada."
Perkataan Arthur membuat gadis itu sedikit terkejut. Dia kemudian menatap ke arah Reyna dengan mata penuh harap.
"Perkenalkan, nama saya Murasaki. Terima kasih telah menjaga kakak saya selama ini."
"Tidak." Reyna buru-buru menggelengkan kepalanya. "Momo yang selama ini telah merawatku. Jadi seharusnya aku yang berterima kasih."
"..."
Suasana menjadi agak canggung. Saat itu, suara kepala desa datang memecahkan keheningan.
"Kalau begitu aku akan kembali terlebih dahulu."
"Terima kasih atas bantuan anda, Kepala Desa."
Mereka sedikit membungkuk sambil mengucap terima kasih. Saat itu, kepala desa melambaikan tangan sebelum pergi.
"..."
Murasaki menatap ke arah Arthur dengan ekspresi gugup.
Melihat sikapnya, Arthur mengangkat bahu dengan ekspresi santai. Dia kemudian memperkenalkan diri.
"Arthur. Seorang koki pengembara."
"Eh? Koki?"
Murasaki tampak bingung. Menyadari sesuatu terlambat, gadis tersebut buru-buru berkata.
"Silahkan masuk. Saya akan membuatkan teh terlebih dahulu."
"Tidak perlu. Kami telah minum teh di rumah kepala desa. Kalau bisa, bisakah kita berbicara terlebih dahulu?" Arthur menjawab santai.
"K-Kalau begitu silahkan masuk."
"Baik."
Duduk di ruang tamu, mereka bertiga kemudian mulai berbicara. Pada awalnya terasa agak canggung, tetapi menjadi lebih baik kemudian.
Reyna menceritakan soal sahabatnya, Momo di Dojo Ular. Ketika membicarakan gadis itu, dia dan Murasaki menjadi lebih akrab.
"Alasanku datang ke sini adalah ... untuk memecahkan kutukan desa ini!" ucap Reyna tegas.
"..."
Murasaki tampak terkejut. Gadis itu kemudian menyeka sudut matanya.
"Ternyata Kak Momo sama sekali tidak melupakannya."
"Bahkan jika dia tidak melupakannya, semuanya tidak akan berubah! Orang itu telah meninggalkan kita dan fakta tersebut tidak akan pernah bisa diubah!"
Suara laki-laki yang kekanak-kanakan terdengar. Sosok anak berusia sekitar sepuluh tahun dengan tubuh kurus, pakaian penuh tambalan, dan agak kotor masuk ke dalam rumah lewat pintu depan. Dia membawa keranjang bambu kecil berisi beberapa sayur dan jamur.
"Midorima! Kak Momo tidak pernah meninggalkan kita! Dia ... dia hanya pergi untuk belajar sementara!"
"Dia telah pergi selama dua tahun! Orang itu bahkan tidak kembali padahal mengetahui kalau kamu akan dikorbankan!"
Bocah bernama Midorima itu berkata dengan nada kasar. Tampaknya membenci kakak tertuanya sendiri.
"Kak Momo telah meminta bantuan Nona Reyna dan Tuan Muda Arthur! Mereka pasti bisa menyelesaikan masalah desa kita."
"Lalu kenapa dia tidak kembali? Jika memang benar dua orang asing ini bisa menyelesaikan semuanya, seharusnya orang itu juga ikut kembali!
Namun apa yang dia lakukan? Dia jelas bersembunyi di sekte besar dan takut kembali karena tidak ingin dikorbankan!"
"..."
Mendengar teriakan Midorima, Murasaki tercekat. Dia sama sekali tidak bisa membalas. Gadis tersebut hanya menunduk tanpa mengatakan apa-apa.
"Eeeemm ... kenapa rumah sangat ramai?"
Saat itu, gadis kecil berusia empat atau lima tahun muncul dari dalam rumah sambil menggosok matanya. Tampaknya baru saja bangun tidur.
Suasana langsung menjadi sunyi. Semua orang di ruang tamu benar-benar bingung harus mengatakan apa untuk menjawab gadis kecil tersebut.
^^^>> Bersambung.^^^
---
Bantu Author Kei dengan vote, like, dan komentar. Kalian juga bisa memberikan gift agar author lebih semangat.
Terima kasih!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 210 Episodes
Comments
Luthfi Afifzaidan
lanjut up
2023-11-30
0
Z3R0 :)
beda tipis, midoriya
2023-07-01
0
John Singgih
orangtuanya kemana ya ? kok isinya bocil semua ?
2023-05-15
0