Setengah jam kemudian.
Setelah berganti pakaian, Arthur yang telah selesai berganti pakaian langsung mulai proses berikutnya.
Di ruang luas yang biasanya digunakan untuk bersantai, Arthur telah memasang alat berupa kompor dan perlengkapan masak. Dia merebus dua panci air yang akan dijadikan sebagai kuah.
Untuk luah mala, Arthur memanaskan minyak dalam panci, tumis bawang putih, jahe, cabai kering, dan merica sichuan hingga harum. Tambahkan doubanjiang, kemudian mengaduknya sampai aroma gurih dan pedas tercium di udara.
Kemudian, dia menuangkan kaldu, lali kembali mengaduknya. Setelah itu, masukkan cengkeh, pekak (bunga lawang) dan garam. Rebus hingga mendidih, lalu angkat.
Untuk kuah ayam jamur, Arthur merebus ceker dan tulang ayam bersama air hingga mendidih. Tidak lupa, dia membuang beberapa kotoran yang mengapung.
Setelah itu, dia menambahkan bawang putih, jahe, angco, goji berry dan jamur. Rebus hingga mendidih, tambahkan garam dan daun bawang, lalu mengaduknya. Setelah matang, tinggal diangkat.
Untuk isian, Arthur menggunakan wortel yang diiris serong tipis, bawang bombai, pok choy, jamur, dan daging buaya yang telah diiris sangat tipis. Tentu saja, daging telah dibersihkan dan diberi potongan jahe yang sangat tipis untuk menghilangkan bau amis.
Sedangkan untuk penyajian, Arthur menuangkan kuah mala dan kuah ayam jamur di kedua sisi panci hot pot, kemudian mulai memanaskannya dengan api kecil.
Setelah menyingkirkan semua alat memasak yang tidak lagi dibutuhkan, Arthur menyiapkan isian di atas meja dekat panci hot pot yang mengepul. Pemuda itu kemudian mengeluarkan beberapa mangkuk porselen, sendok, sumpit, dan peralatan makan lainnya.
Di depan mata banyak orang, pemuda itu mulai merebus daging buaya, jamur, dan sayur. Dia mulai makan dengan sumpit. Tidak lupa, pemuda itu menuangkan kuah pedas dengan aroma rempah sambil ke mangkuk.
Memakan masakan panas dan pedas sambil melihat hujan, rasanya benar-benar nikmat.
Glup!
Suara menelan ludah terdengar.
Arthur melihat Reyna yang tampak linglung. Memiringkan kepalanya, pemuda itu berkata.
"Duduk dan makan, tidak perlu sungkan."
Reyna tampak ragu. Namun setelah beberapa saat berpikir, dia akhirnya memilih untuk ikut makan. Dikarenakan penasaran, gadis itu langsung merebus daging buaya yang diiris sangat tipis ke dalam kuah mala.
Setelah agak ragu, Reyna kemudian mengambil daging yang telah matang dengan sumpitnya. Gadis itu akhirnya memberanikan diri untuk memasukkan daging tersebut ke mulutnya.
Saat itu juga, mata Reyna langsung terbelalak.
"Rasanya ... benar-benar mirip daging ayam? Meski sedikit alot, tetapi tidak begitu terasa karena diiris sangat tipis. Terlebih lagi, berbeda dengan daging lain, daging ini benar-benar minim minyak?"
Daging buaya dalam kuah pedas memang nikmat. Melihat ke arah kuah ayam jamur dan memikirkan rasa daging buaya yang mirip ayam, Reyna tidak bisa tidak mencobanya.
"..."
Melihat ke arah Reyna yang makan hot pot seperti reinkarnasi hantu kelaparan, Arthur benar-benar terdiam. Dia jelas melihat kalau gadis tadi tampaknya enggan, bahkan sedikit jijik. Sedangkan sekarang ...
"Tidak perlu terburu-buru. Dagingnya masih sangat banyak. Kamu tidak akan bisa menghabiskannya bahkan jika menjejalkan semuanya ke mulutmu."
Mendengar ucapan Arthur, Reyna yang fokus makan akhirnya sadar. Menyadari betapa banyaknya dia makan, gadis itu merasa malu. Dia memelototi Arthur dengan ekspresi marah di wajahnya.
Arthur sendiri mengabaikan Reyna dan malah melambai ke arah anak-anak kecil yang menonton sampai ngiler.
"Kemarilah, Anak-anak. Tenang saja, kakak ini bukan orang jahat.
Kakak adalah pemuda baik hati, tidak sombong, dan rajin menabung. Hanya seorang koki pengembara yang tidak berbahaya."
"..."
Semua orang terdiam. Memikirkan bagaimana pemuda "tidak berbahaya" itu menarik buaya dan menghancurkannya, semua orang jelas tidak akan percaya.
Reyna juga tercengang. Dia belum pernah melihat lelaki tidak tahu malu yang senang memuji diri sendiri dengan senyum di wajahnya. Kulitnya benar-benar terlalu tebal!
Anak-anak lebih polos. Karena ingin, mereka semua menarik pakaian ibu atau ayah mereka. Menatap orang tua mereka dengan mata bulat, tampak menyedihkan tetapi juga imut.
Pada akhirnya, para orang tua mengizinkan anak-anak untuk pergi.
Jika bukan karena melihat pakaian Reyna, mereka jelas tidak akan setuju. Apa yang dilakukan Arthur jelas-jelas seperti paman berminyak berpikiran kotor yang mencoba menculik anak-anak dengan permen di tangannya! Meski ramah, jelas tidak terlihat seperti orang baik!
"Kalian makan dengan kuah ayam jamur saja. Kuah yang merah terlalu pedas untuk kalian." Arthur mengingatkan.
"Baik!" jawab anak-anak itu serempak.
Melihat anak-anak makan dengan ekspresi bahagia di wajah mereka, para orang tua tampak senang. Di sisi lain, mereka juga agak iri.
Saat itu, suara Arthur kembali terdengar.
"Kalian sudah tahu cara menyajikannya. Ambil kuah dan rebus sendiri. Ada banyak daging, kalian boleh mengambilnya."
"..."
Melihat semua orang diam tak bergerak, Arthur mengangkat alisnya.
"Tenang saja, aku tidak akan meminta bayaran! Ambil peralatan makan kalian sendiri!
Para penjaga atau siapapun itu, ambil saja. Aku tidak membatasi siapa saja yang ingin mencobanya. Habiskan makanan dan jangan sia-siakan!"
Mendengar ucapan Arthur, mereka semua saling memandang. Setelah itu, akhirnya mereka memberanikan diri untuk ikut makan.
Pada akhirnya, ruang santai akhirnya dipenuhi orang seperti sedang melakukan jamuan makan prasmanan.
Tampak agak berantakan, tetapi juga lebih harmonis daripada sikap dingin dan saling menjauhi satu sama lain sebelumnya.
...***...
Siang di hari berikutnya.
Arthur akhirnya tiba di dermaga sebuah kota yang menjadi tujuannya. Dari sana, mereka akan pergi menggunakan kereta ke kota berikutnya sebelum berjalan menuju ke Desa Batu Putih.
Sebelum turun dari kapal, Arthur terkejut ketika melihat banyak anak kecil yang berlari ke arahnya.
"Anu ... Kakak! Ini ... ini tidak mahal, tapi saya harap kakak menerimanya!"
"Punyaku juga!"
"Aku juga!"
"..."
Beberapa anak kecil memberi hadiah Arthur. Ada yang memberi gelang, penjepit rambut dengan motif bunga, dan beberapa pernak-pernik kecil lainnya. Tidak begitu mahal, tetapi jelas dianggap cukup berharganya oleh anak-anak itu.
Arthur melihat ke arah para orang tua anak-anak kecil tersebut di kejauhan. Melihat mereka semua mengangguk dengan ramah, dia tersenyum dan memutuskan untuk menerima semuanya.
"Terima kasih, Anak-anak!"
"Sama-sama, Kak!" jawab mereka secara seragam.
Setelah turun dari kapal, Arthur tak lupa melambaikan tangan kepada mereka dengan senyum di wajahnya.
"Sampai jumpa lagi, Kak!"
"Sampai jumpa!"
Setelah itu, Arthur dan Reyna pun pergi.
Dalam perjalanan menuju ke penginapan, Reyna tidak bisa tidak bertanya.
"Apakah kamu akan menyimpan semuanya?"
"Yap!" balas Arthur singkat.
"Meski memakan tempat dan tidak kamu gunakan? Aw!"
Reyna terkejut ketika Arthur tiba-tiba mengetuk kepalanya.
Arthur menatap ke arah gadis itu dengan ekspresi serius.
"Terkadang, nilai suatu barang bukan dari harga jualnya, Reyna.
Daripada dibayar dengan koin emas, aku lebih suka seseorang memberiku barang acak dengan ketulusan mereka. Mungkin tidak begitu berharga jika dinilai dari harga jual, terbuat dari bahan apa, atau semacamnya. Namun ..."
Arthur tersenyum lembut.
"Terkadang, hal-hal kecil semacam ini malah membawa kepuasan tersendiri."
^^^>> Bersambung.^^^
---
Bantu Author Kei dengan vote, like, dan komentar. Kalian juga bisa memberikan gift agar author lebih semangat.
Terima kasih!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 210 Episodes
Comments
Luthfi Afifzaidan
lanjut
2023-11-30
0
suka komen
kalau author nya kak kei banyak kata kata yg bisa di ambil
2023-06-01
0
John Singgih
banyak yang puas dengan masakan Arthur
2023-05-14
0