"Sungguh?"
Mendengar ucapan Arthur, Reyna tampak terkejut. Meski penampilannya masih terlihat dingin, mata gadis tersebut tidak bisa menyembunyikan kegembiraannya.
"Untuk apa aku berbohong kepadamu?"
"Syukurlah." Reyna tampak lega.
"..."
"Ternyata kamu orang yang baik, Arthur."
"..."
Sementara Reyna berbicara, Arthur memilih diam. Dia malah lanjut berjalan sambil melamun. Tampaknya sedang memikirkan sesuatu. Benar-benar mengabaikan setiap perkataan gadis yang saat ini menyusul dan berjalan di sampingnya.
Lelaki dan perempuan berjalan bersama melewati jalan dengan pohon persik penuh dengan bunga di kanan-kiri jalan. Gadis itu tersenyum ringan dan tampak malu-malu.
Jika bukan karena lelaki yang menatap kejauhan dengan ekspresi melamun dan tampak linglung, keduanya pasti tampak seperti sepasang kekasih yang menikmati masa muda.
Menikmati musim semi mereka!
"Maaf. Kamu tadi bilang apa?"
Arthur menoleh ke arah Reyna sambil terus berjalan. Gadis itu tertegun sejenak, kemudian menatap ke arahnya dengan ekspresi tidak percaya.
"Kamu tidak mendengar apa yang aku katakan sebelumnya?" tanya Reyna.
"..."
"Aku bilang, aku sudah menentukan rutenya. Setelah pergi ke kota terdekat, kita akan ikut kereta dan bepergian antar kota.
Butuh waktu sekitar sepuluh hari untuk sampai di lokasi."
"Kita akan membahasnya di kota berikutnya. Jaraknya cukup jauh karena kita berada di pegunungan yang jauh terpencil. Jadi ...
Apakah kamu mau meningkatkan kecepatan?
Jika kamu merasa itu merepotkan, kita juga bisa berjalan santai dan—"
"Tenang saja. Kamu bisa bergegas dan aku tidak akan menghambat mu. Lagipula, aku cukup percaya diri dengan teknik gerakan kakiku."
Reyna berkata dengan nada dingin. Tampak tenang, tetapi masih menampakkan sedikit kebanggaannya.
"Oh ... Ok~"
Setelah mengatakan itu, Arthur segera menambah kecepatan. Reyna juga segera menyusulnya.
...***...
Sore harinya.
Di atas perbukitan yang tidak begitu tinggi, Arthur menatap kota yang berada di kejauhan. Meski tidak terlalu dekat, jelas mereka bisa segera mencapainya.
"Kamu cukup cepat," puji Arthur dengan senyum hangat di wajahnya.
"..."
Reyna tidak sempat menjawab karena kehabisan napas. Dia bersandar di pohon dekat jalan dengan napas naik-turun. Gadis itu menyeka keringatnya sambil menatap ke arah Arthur dengan ekspresi terkejut, heran, dan marah.
Dia terkejut karena kecepatan Arthur, heran karena pemuda itu bisa berlari dengan cepat dan stabil, serta marah karena Arthur benar-benar tidak mempedulikannya.
Selain beberapa kali istirahat untuk menarik napas, mereka terus bergerak. Jadi mereka bisa sampai kota pertama dengan cepat. Namun ...
Reyna merasa kalau dirinya benar-benar sedang digertak!
"Kenapa kamu tampak marah? Tenang saja, kita akan mengganti makan siang setelah sampai di kota. Tentu saja, aku akan mentraktir kamu makan.
Jadi, mari kita lanjutkan."
Setelah mengatakan itu, Arthur langsung berlanjut pergi.
Reyna menatap punggung pemuda itu dengan ekspresi penuh kebencian. Namun dia masih memaksakan diri untuk mengikuti.
Sampai di depan gerbang kota, mereka mengantre untuk masuk. Keduanya sama sekali tidak bertindak dengan tidak sabar dan berpura-pura menjadi sosok jenius tak tertandingi dimana orang lain harus menyingkir jika mereka lewat.
Setelah menunggu cukup lama, mereka masuk ke kota setelah membayar biaya.
Di dunia ini, sistem pembayaran menggunakan koin tembaga, perak, dan emas. Ada juga yang menggunakan koin platinum, tetapi karena langka, transaksi jarang dilakukan.
Arthur langsung mengajak Reyna pergi ke restoran terbaik di kota.
"Menurut penjaga, tempat ini adalah restoran terbaik. Ayo masuk!"
Arthur masuk ke dalam, memesan tempat, makanan, dan minuman.
Setelah menunggu cukup lama, mereka pun makan bersama. Hanya saja, setelah makan, Arthur memasang ekspresi buruk. Dia bahkan menghela napas panjang.
"Bukankah ini enak?" tanya Reyna dengan nada bingung.
"Memang enak, tetapi tidak seenak masakan di Dojo Naga. Namun, bukan itu masalahnya."
"Lalu?"
"Hidangannya terlalu monoton."
Meski rasanya enak, Arthur merasa bosan karena tidak ada banyak masakan di dunia ini. Cara pengolahannya cukup sederhana dan hampir sama. Tampaknya mereka lebih mengembangkan teknik meramu pil daripada mengurus resep masakan atau semacamnya.
"Bagaimana soal rute perjalanan?" tanya Arthur.
"Semuanya telah direncanakan dengan baik."
Reyna mengeluarkan peta lalu membukanya di atas meja. Dia melingkari lokasi Desa Batu Putih dengan warna merah. Gadis itu juga telah memilih rute dengan baik. Namun, tampaknya pemuda di seberang meja tidak setuju dengan rencananya.
"Kita akan lewat jalur air." Arthur menunjuk ke salah satu sungai besar di peta. "Seharusnya ada perahu yang akan lewat. Kita bisa menaiki perahu tersebut daripada mengambil jalan memutar."
"Bukankah itu terlalu beresiko?" tanya Reyna heran.
"Aku kaptennya, Gadis Kecil. Lebih baik kamu ikuti saja perintahku."
"Hmph!"
Reyna menghentakkan kaki. Dia menatap ke arah Ark dengan tatapan dingin, tetapi masih tidak berani menolak.
"Omong-omong, aku akan pergi ke pasar untuk membeli berbagai bahan. Apakah kamu akan ikut atau tidak?"
"Tentu saja aku ikut!"
"Tampaknya kamu cukup waspada.".
"Aku tidak akan memberimu resep secara cuma-cuma."
"Apakah kamu begitu tidak percaya denganku?"
"Hmph!"
Setelah makan bersama, Arthur dan Reyna pergi ke pasar untuk membeli berbagai bahan.
Reyna terus melihat Arthur ketika pemuda tersebut mengambil banyak bumbu. Bahkan sebagian dari mereka tidak dia kenal.
Selain sayur dan bumbu, Arthur membeli banyak jeroan ayam yang masih berdarah. Hal tersebut membuat Reyna semakin bingung, tetapi dia masih tidak bertanya.
Setelah dari pasar, mereka mencari agen untuk membeli tiket kapal. Namun mereka akhirnya harus bermalam di penginapan karena kapal berikutnya akan berangkat keesokan paginya.
...***...
Pagi di hari berikutnya.
Setelah sarapan, Arthur dan Reyna langsung pergi ke pelabuhan kecil di pinggir kota yang dekat dengan sungai besar. Selain mereka, tampaknya cukup banyak orang yang sedang mengantre untuk naik kapal.
Sekitar pukul 08.30 pagi, sebuah kapal dagang besar akhirnya tiba.
Arthur, Reyna, dan para penumpang lain naik ke kapal setelah mengalami pemeriksaan tiket. Mereka kemudian pergi ke kamar masing-masing untuk merapikan merapikan barang bawaan dan memeriksa tempat tidur.
Setelah orang-orang selesai memindahkan barang yang akan dijual ke kota lain, kapal pun akhirnya berangkat.
Usai berlayar cukup lama, mereka akhirnya melewati sungai yang lebih luas dan lebih tenang. Mereka bisa melihat hutan di kanan atau kiri sungai.
Saat itu, Arthur akhirnya memutuskan untuk keluar dari ruangannya.
Sampai di geladak kapal, Arthur melihat banyak pasangan muda yang tampak romantis. Dia mengabaikan mereka, langsung pergi untuk mencari posisi di dekat tepi geladak yang sepi.
Klang!
Arthur langsung mengeluarkan kursi kayu, sebuah pancing bambu berwarna ungu, dan seember penuh hati ayam yang masih berdarah.
Di depan tatapan tercengang semua orang, Arthur memasang umpan pada kail lalu langsung melemparkannya ke sungai.
Benar-benar membuat semua orang merasa sedang melihat pemandangan yang salah!
Arthur kemudian mengeluarkan topi besar yang terbuat dari anyaman bambu. Merasakan tatapan orang-orang, dia menoleh tanpa malu-malu. Pemuda itu menatap mereka lalu berkata.
"Apa yang kalian lihat?!"
Melihat orang-orang memalingkan wajah mereka. Arthur kembali fokus pada pancingnya. Dia memakai topi untuk mencegah panas sambil bersiul dengan santai.
Benar-benar menikmati dirinya sendiri dan mengabaikan orang-orang di sekitarnya!
^^^>> Bersambung.^^^
---
Bantu Author Kei dengan vote, like, dan komentar. Kalian juga bisa memberikan gift agar author lebih semangat.
Terima kasih!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 210 Episodes
Comments
Prabu Astrajingga
udah ada jam juga ya di dunia kultivasi
2024-03-01
2
Luthfi Afifzaidan
up lagi
2023-11-30
0
John Singgih
rupanya sengaja pilih jalur air untuk memancing
2023-05-14
0