Sesampai di rumah, Zahra segera melepas helm yang di kenalannya. Dengan melempar sepatunya begitu saja Zahra dengan tidak sabar menghampiri kamar bapaknya,
Ia melihat bapaknya yang masih duduk di ranjang dengan wajah pucatnya,
"Pak, bapak tidak pa pa kan?" tanyanya setelah duduk di samping bapaknya. Ia memegangi tangan bapaknya, semenjak bapaknya sakit Zahra serap menghabiskan waktunya di kamar pak Warsi.
Sebenarnya Zahra adalah anak yang manja, tapi ia juga tidak suka di kekang, karena itulah ia kadang membangkang untuk protes.
"Memang kamu mau buat bapak mati dulu agar kamu mau berubah?" ucap pak Warsi membuat Zahra menatap kembali bapaknya.
"Bapak ini ngomong apa sih pak!? Zahra nggak kayak gitu, Zahra pengen bapak baik-baik aja." Zahra menciumi telapak dan punggung tangan bapaknya, rasanya begitu sakit saat bapaknya bicara seperti itu. Hampir setiap hari bapaknya mengatakan itu, "Maaf kan Zahra pak, tapi jangan ngomong kayak gitu lagi."
"Bapak nggak tahu akan sampai kapan umur bapak Zah!"
"Bapak pasti masih akan hidup sampai anak cucu Zahra!"
"Jangan terlalu yakin, Tapi sepertinya sebelum bapak meninggal, bapak pengen banget lihat kamu nikah sama ustad."
"Maksud bapak? Bapak jangan ngomong sembarangan dong, pak!"
"Ya bapak keadaannya kayak gini. Bapak tidak yakin akan bisa menunggu sampai kamu lulus SMA, bapak pengen banget kamu dapat suami kayak ustad Zaki. Ganteng, pinter, sopan sama orang tua dan yang paling penting dia ngerti agama. Kalau kamu dapat suami kayak ustad Zaki, bapak rela kamu nikah sekarang nggak usah nunggu lulus SMA."
"Pak, umur bapak masih akan panjang!"
"Siapa yang akan tahu soal umur, Zahra. Bapak sudah sakit begini, bapak tidak tahu sampai kapan bisa jagain kamu. Kalau kamu nikah, bapak bisa lega karena ada yang mengambil tanggung jawab bapak untuk menjaga kamu."
"Bapak ini, ngomong apa sih. Jangan buat Zahra takut, pak!" Zahra pun langsung memeluk bapaknya. Ia memang membangkang tapi sangat sayang pada kedua orang tuanya. Bahkan sekarang air mata Zahra tidak mampu terbendung lagi.
...Bagaimana kalau yang bapak katakan itu benar, bagaimana dengan aku? Ibu?...
Ternyata percakapan Zahra dan pak Warsi di dengar oleh istri dan anak laki-lakinya.
Zahra melepas pelukannya pada pak Warsi, ia juga mengusap air matanya.
"Ya udah bapak istirahat dulu ya, Zahra mau ganti baju." Zahra berdiri dan hendak meninggalkan bapaknya membuat dua orang yang ada di depan pintu segera pergi.
"Hmm!" wajah pak Warsi benar-benar tidak pernah menunjukkan ciri-ciri akan segera sehat, semakin hari tubuhnya semakin kurus dengan wajah pucat.
Zahra sudah duduk di dalam kamarnya, ia menatap layang ke arah jendela yang terbuka. Pikirannya tengah di penuhi dengan ucapan bapaknya, bohong jika dia tidak memikirkannya sama sekali.
Ia tidak bisa membayangkan bagaimana nasibnya nanti jika bapaknya sampai benar-benar tidak ada, ia masih sangat bergantung pada bapaknya.
Tok tok tok
Pintu kamarnya di ketuk membuat Zahra sejenak menatap ke arah pintu,
Kenapa sih mas Imron selalu datang di waktu yang kurang tepat ..., keluh Zahra dalam hati.
"Boleh mas masuk?"
"Masuk mas!" walaupun ia sedang tidak ingin berdebat, tapi ia juga tidak mungkin mengusir masnya itu.
Imron pun menghampiri adik perempuan satu-satunya itu, ia duduk di samping Zahra.
"Zah!?"
"Mas pasti mau menyalahkan semua apa yang terjadi karena Zahra." Zahra sudah berprasangka buruk dengan kakak laki-lakinya itu.
Imron dan Zahra memang jarang sekali akur setiap kali bersama. Mereka lebih sering berdebat di banding mengutarakan rasa sayangnya. Tapi justru itu yang membuat mereka dekat. Hubungan adik kakak itu menjadi tidak kaku.
"Kamu kok langsung su'uzhon gitu sih sama mas."
"Biasanya kan gitu."
Hehhhh ...
Tampak Imron menghela nafas panjang, kali ini ia sedang tidak ingin berdebat dengan adiknya,
"Mas mau bicara dari hati ke hati sama Zahra."
"Hmmm?" Zahra menoleh sebentar, ia tidak percaya kakak laki-lakinya tidak membuat masalah dengannya.
"Mas tadi dengar pembicaraan kamu sama bapak. Mas cuma mau kasih saran aja, kita tidak bisa menentukan umur manusia sampai kapan. Kita mati besok juga nggak akan tahu,"
"Jadi mas setuju sama bapak?"
"Ya kalau ini untuk kebaikan kamu sama bapak, mas setuju. Apa salahnya jika kamu nikah sama ustad Zaki, bapak suka sama dia, dia juga ganteng, pinter yang terpenting bisa ngemong kamu."
"Tapi masalahnya mas, siapa yang mau nikah sama Zahra mas. Jangankan ustad kayak ustad Zaki, mas Amir aja belum tentu mau sama Zahra, bahkan si brandalan Deri juga mungkin ogah nikah sama Zahra kalau tiba-tiba Zahra ajak nikah sekarang."
"Kamu belum mencobanya zah, jangan terlalu pesimis dulu. Takdir Allah tidak ada yang tahu." ucap Imron, ia Suan berdiri bersiap-siap untuk meninggalkan Zahra, "Pikirkan kata-kata mas, mas lusa juga sudah harus kembali ke kota. Bapak pasti semakin tertekan jika membayangkan kamu nggak ada yang jaga."
Akhirnya Imron benar-benar meninggalkan kamar Zahra, meninggalkan Zahra yang terdiam sendiri di tempatnya, memikirkan apa yang baru saja di katakan oleh kakak laki-lakinya.
Bersambung
Jangan lupa untuk memberikan Like dan komentar nya ya kasih vote juga yang banyak hadiahnya juga ya biar tambah semangat nulisnya
Follow akun Ig aku ya
IG @tri.ani5249
...Happy Reading 🥰🥰🥰...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 226 Episodes
Comments
Nur Kapiani
klau Q diposisi Zahra g kebayang sieh gimana dilemanya 😌
2023-08-26
1
Jeni Karlina
ustadz zaki udah ganteng,sholeh,baik ,penyabar duh idaman
2023-07-05
1
Ayuk Vila Desi
pikirkan baik baik zah
2023-07-01
0