Akhirnya pagi ini setelah dari pasar barulah ustad Zaki bisa ke rumah pak Warsi.
Ia tidak tahu apa yang akan di bicarakan pak Warsi selanjutnya, tapi yang jelas sekarang ia harus memenuhi tanggung jawabnya untuk memenuhi undangan pria itu,
Langkahnya terhenti tepat di depan rumah, saat Zahra yang sudah memakai seragam sekolahnya siap untuk berangkat,
"Assalamualaikum, dek Zahra!"
Zahra mendongakkan kepalanya, menatap siapa yang datang.
Kenapa juga dia pagi-pagi ke sini? Zahra memicingkan matanya, tampak sekali jika dia tidak suka dengan kedatangan ustad Zaki.
"Waalaikum salam." jawabnya ketus hanya sebagai penggugur kewajiban untuk menjawab salam. "Ngapain kesini?"
Ketus sekali nih anak, ya Allah beri hamba kesabaran ..., batin ustad Zaki, ia berusaha untuk menahan amarah agar tidak bicara kasar pada Zahra.
"Maaf, saya mau ketemu pak Warsi. Deh Zahra mau berangkat sekolah ya!"
Sok ganteng banget nih ustad, pakek senyum-senyum lagi ...
Walaupun Zahra bersikap ketus, tidak mengubah ekspresi ustad Zaki. Ia masih tetap menunjukkan keramahannya.
"Eh ustad Zaki sudah datang." beruntung Imron datang tepat waktu sebel Zahra membuat ustad Zaki kesal.
Alhamdulillah ....
"Iya mas, bagaimana bapaknya ada?"
"Di dalam ustad, maaf saya nggak bisa nemenin, harus ngantar Zahra ke sekolah."
"Oh iya, tidak pa pa."
Akhirnya Imron pun berpamitan untuk mengantar Zahra setelah mengantar ustad Zaki ke kamar bapaknya.
"Memang mau ngapain sih tuh ustad ke rumah, mas?"
"Itu urusan bapak, nggak usah ikut campur." ucap Imron terdengar tidak mau berdebat panjang dengan adiknya.
Kini ustad Zaki sudah berada di kamar pak Warsi, walaupun baru satu Minggu tapi sudah terlihat banyak perubahan di tubuh pak Warsi, pak Warsi tampak lebih kurus dengan wajah pucatnya.
"Bagaimana kabar pak Warsi?"
"Masih seperti ini saja, ustad!"
"Kata mas Imron, bapak memanggil saya. Ada apa ya pak?"
"Saya benar-benar tidak tahu harus meminta bantuan pada siapa lagi, ustad. Saya merasa tidak punya daya untuk menjaga Zahra lagi!"
"Istighfar pak, insyaallah Allah yang akan menjaga Zahra."
"Saya hanya punya satu permintaan ustad, jaga Zahra."
"Insyaallah saya akan membantu, tapi pak Warsi juga harus terus berikhtiar untuk kesembuhan pak Warsi."
"Saya hanya punya sawah dan kebun, saya akan berikan jika ustad bersedia menjaga Zahra, atau ustad bisa mencarikan seseorang yang tepat untuk menjaganya."
"Insyaallah jika dek Zahra mau, saya siap membimbing dek Zahra. Masjid selalu terbuka untuk dek Zahra belajar!"
"Bukan itu maksud saya ustad, saya ini bukan kyai. saya hanya petani biasa, tapi apa salah jika saya bermimpi bisa menikahkan putri saya dengan seorang ustad seperti ustad Zaki."
Seketika ustad Zaki terdiam, akhirnya apa yang ia pikirkan beberapa hari ini menjadi kenyataan.
Zahra ....
Tentu bukan hal yang mudah. Zahra bukan wanita yang seperti yang ia harapkan menjadi istrinya, setidaknya wanita seperti Fatimah yang pantas bersanding dengannya.
Wanita berhati lembut, berperangai baik, mengerti agama. Tentu idaman setiap pria Sholeh seperti ustad Zaki bukan Zahra yang urakan, pembangkang, bahkan enggan mengaji.
"Maaf sekali lagi jika saya lancang ustad. Maaf!" tampak suara pak Warsi semakin lemah, jelas ustad Zaki tidak bisa langsung menolaknya. Bagaimana jika pak Warsi tiba-tiba drop karena jawabannya?
Tapi Zahra, dia tidak mungkin menerima ini ...
Akhirnya ustad Zaki mendapatkan ide penolakan secara halus,
"Insyaallah saya siap, tapi saya tidak bisa memaksakan diri pada dek Zahra, pak. Dia punya pilihannya sendiri, mungkin jika dek Zahra sendiri yang meminta, insyaallah akan saya pikirkan."
"Saya mengerti ustad, terimakasih atas kesanggupan ustad."
Setelah selesai perbincangannya dengan pak Warsi, akhirnya ustad Zaki berpamitan pulang.
ustad Zaki tampak terus memikirkan apa yang baru saja di bicarakan hingga ia tidak menyadari ada seseorang yang tengah memperhatikan langkahnya,
"Assalamualaikum, ustad!"
Ustad Zaki begitu terkejut, "Waalaikum salam!" jawab ustad Zaki sambil memegangi letak dadanya. "Deh Imah!"
"Iya ustad, Imah lihat dari tadi ustad melamun, apa ada masalah?" tanyanya sambil berjalan mensejajarkan dirinya dengan ustad Zaki, hal itu sedikit membuat ustad Zaki tidak nyaman.
"Dek Imah dari mana?"
"Itu dari rumah pak Rahmat. Aku lihat ustad Zaki baru dari rumah Zahra ya, kalau boleh tahu ada urusan apa?"
"Ustad Zaki tersenyum dan menoleh sebentar pada Imah, tapi kembali ia menatap ke depan, "Tidak pa pa, hanya menemui pak Warsi."
"Pak Warsi belum sehat ya ustad?"
"Hmm!"
"Zahra benar-benar keterlaluan ustad, dia itu anak perempuan pak Warsi tapi kelakuannya benar-benar tidak mencerminkan kalau dia anak perempuan, selalu saja bikin susah orang tua."
Ustad Zaki seketika mengentikan langkahnya, "Astaghfirullah hal azim, dek Imah! Kita tidak boleh menghakimi orang lain dengan apa yang terlihat dari luar, belum tentu kita lebih baik dari dek zahra."
"Maaf ustad, Imah kelepasan. Astaghfirullah hal azim!"
Ustad Zaki kembali tersenyum dan melanjutkan langkahnya. Imah masih terus mengikuti langkah ustad Zaki.
"Saya sekalian mau ke masjid ustad, kemarin kelupaan buku Imah tidak kebawa pulang." ucap Imah lagi sambil mengikuti langkah ustad Zaki.
Bersambung
Jangan lupa untuk memberikan Like dan komentar nya ya kasih vote juga yang banyak hadiahnya juga ya biar tambah semangat nulisnya
Follow akun Ig aku ya
Ig @tri.ani5249
...Happy Reading 🥰🥰🥰...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 226 Episodes
Comments
yuning
Imah,sifat aslinya keluar
2024-09-21
0
Hera Puspita Sari
meski Zahra nakal dan pacaran dgn Bayu tp Zahra gak mau di pegang² 😁😁😁
2024-02-07
1
Fhebrie
meskipun az-Zahra kelihatan urakan tp dia masih bisa menjaga dirinya
2023-09-19
0