Zahra berjalan cepat meninggalkan kelasnya saat bel berbunyi, hal itu tentu bukan hal yanh.lumrah karena biasanya Zahra akan menunggu hingga Bayu menghampirinya ke kelas.
Jika hari Jum'at seperti ini, Zahra jarang barengan dengan nur. Selain sebagai petugas OSIS, ia juga aktif di ekstra pramuka. Apalagi saat awal-awal kelas tiga seperti ini, akan ada pergantian kepengurusan membuat nur sedikit sibuk.
"Zahra!" panggil Bayu yang Sudja menyusul Zahra keluar, tadi Bayu sudah menemui Zahra di kelasnya tapi kata beberapa teman Zahra yang masih di kelas, Zahra sudah pulang.
Zahra menghentikan langkahnya, menoleh ke sumber suara,
"Bay!"
"Tumben kamu nggak nungguin aku, ada apa?"
"Maaf, Bay! Aku hari ini pulang duluan ya!"
"Kenapa?"
"Bapak aku sakit!"
"Hahhh, sakit?" tanyanya terlihat terkejut, "Semalam terlihat baik-baik saja!"
"Setelah itu, semua gara-gara aku bay. Mungkin kedepannya kita nggak bisa ketemuan kayak dulu lagi."
"Kenapa? Gara-gara bapak kamu?"
"Iya, Bay! Bapak sakit gara-gara aku!"
"Baiklah, bagaimana kalau sekarang aku antar kamu pulang, sekalian aku minta maaf ke bapak kamu. Kan semua ini juga gara-gara aku!"
"Jangan aneh-aneh deh, bapak bisa tambah marah kalau lihat kamu!"
Tin tin tin
Suara klakson motor menghentikan perbincangan mereka,
"Siapa sih resek banget!" gerutu Bayu, ia sudah hampir marah tapi dengan cepat Zahra menahan tangannya agar tidak menghampiri pria yang duduk di atas motor itu.
"Jangan Bay!"
"Aku harus kasih pelajaran sama dia!" ucap Bayu kesal.
"Dia mas Imron, Bay! Mas ku!"
"Mas kamu? Bukankah katamu, masmu kerja di kota?"
"Aku juga nggak tahu, mas Imron pulang gara-gara bapak sakit deh kayaknya!"
Tin tin tin
Lagi-lagi Imron membunyikan klakson motornya melihat adiknya tidak segera menghampiri dirinya.
"Udah dulu ya Bay, kita ketemu lagi besok. Sampai jumpa!"
Zahra berlari cepat menghampiri masnya,
"Mas ini apa-apaan sih, nggak lihat Zahra lagi apa!?" protes Zahra sambil mengambil helmnya.
Tapi Imron tidak juga menjalankan motornya walaupun kini Zahra Sudja naik. Ia lebih tertarik untuk menatap anak laki-laki yang masih menatap ke arah mereka.
"Mas, ayo! Kenapa nggak jalan-jalan?"
"Jadi dia anaknya?" tanya Imron dengan wajah kesal.
"Maksude mas apa sih, sudah ayok!"
Walaupun kesal, tapi akhirnya Imron melajukan motornya meninggalkan gedung sekolah itu.
Tidak ada percakapan hingga mereka sampai di rumah.
"Untung mas jemput kamu, kalau tidak kamu pasti sudah pergi sama begundal itu!" gerutu Imron sambil masuk ke dalam rumah, Zahra pun mengikutinya di belakang.
"Dia punya nama mas, namanya Bayu. Dia anak baik mas, jangan sembarangan menilai orang!"
"Masih juga bela anak itu, pasti gara-gara dia kan bapak Sampek jatuh sakit?"
Perdebatan mereka langsung membuat Bu Narsih tertarik untuk mendekati mereka.
"Kalian ada apa, datang-datang kok langsung berdebat seperti ini. Nggak tahu bapaknya lagi sakit." hardik Bu Narsih.
"Ini Bu, anak kesayangan kamu itu Bu. Untung Imron jemput, kalau tidak sudah pasti nih anak pergi sama begundal itu lagi."
"Mas Imron ini ya, kalau ngomong di jaga dong. Dia itu punya nama, namanya Bayu. Zahra sudah mengenalnya, dia baik!"
"Baik kok nggak punya sopan santun!"
"Sudah-sudah, hentikan. Kalian membuat ibuk semakin pusing saja!"
Kemudian Bu Narsih beralih menatap Zahra.
"Zahra, mana obat bapak?"
Zahra bahkan hampir lupa dengan obat itu.
"Aku titipkan Bu!"
"Hahhh, titipkan. Titipkan sama siapa?"
"Sama ustad Zaki!"
...***...
Siang ini, setelah sholat Jum'at, ustad Zaki pergi ke kota. Selain karena ia juga ingin membelikan obat untuk pak Warsi, ia juga punya keperluan lagi.
Tepat ba'dha ashar, ustad Zaki kembali. Ia langsung mampir ke rumah pak Warsi untuk mengantarkan obatnya.
Baru sampai di depan rumah, ia sudah bisa mendengar keributan di dalam rumah itu, ustad Zaki sengaja memperlambat langkahnya takut merusak suasana dengan kedatangan nya.
Tapi begitu tahu perdebatan itu karena obat yang tengah ia pegang, ustad Zaki pun kembali melanjutkan langkahnya.
"Aku sudah menitipkan sama ustad itu, Bu!"
"Kenapa di titipkan? Memang kamu nggak bisa beli sendiri? Sukanya merepotkan orang saja!"
"Dia sediri yang menawarkan. Apa salahnya!"
"Zahra, kamu itu ya. Sudah mas bilang, jangan suka membatah ucapan ibu!"
"Mas Imron jangan ikut campur lagi deh."
Hampir saja Imron kehilangan kesabarannya atas saudarinya itu, ia sudah hampir melayangkan tangannya untuk menampar Zahra, tapi ustad Zaki lebih dulu memberi salam.
"Assalamualaikum!"
Seketika perdebatan itu terhenti, Bu Narsih langsung menoleh ke arah pintu masuk.
"Waalaikum salam, ustad! Silahkan masuk!"
Zahra yang terlanjur kesal segera masuk ke dalam kamarnya sedangkan Imron memilih menyusul ibunya.
"Terimakasih Bu, saya hanya ingin mengantarkan obat bapak. Maaf tadi saya dengan lancang menawarkan diri untuk membelikan ke kota karena apotek di pasar tutup kalau hari Jum'at!"
"Ya Allah, ustad. Saya malah berterimakasih sekali, Zahra benar-benar tidak bertanggung jawab dengan tugasnya!"
"Tidak, jangan menyalahkan dek Zahra, Bu. Saya tadi yang memaksa!"
Kemudian ustad Zaki tertarik dengan pria muda seumuran dengannya berdiri di samping Bu Narsih,
Bu Narsih pun menyadari arah tatapan ustad Zaki, begitu juga dengan Imron, tampak Imron tersenyum menatap ustad Zaki, juga mengangukkan kepalanya.
"Ohhh , dia putra saya ustad, namanya Imron!"
"oh yang katanya kerja di kota ya!"
"Kebetulan iya, ustad!" Imron mengiyakan, ia juga mengulurkan tangannya memberi salah, "Salam kenal, ustad_!"
"Saya Zaki, salam kenal juga mas Imron."
"Mari masuk dulu ustad, biar saya buatkan minum dulu."
"Tidak usah repot-repot Bu,"
"Tidak merepotkan kok ustad. Bagaimana kalau sekalian kita ngobrol, berbagi pengalaman?" ucap Imron memaksa.
"Baiklah!"
Akhirnya ustad Zaki menuruto permintaan Bu Narsih dan Imron. Ia berbagi pengalaman dengan Imron.
Sedangkan Zahra begitu kesal, ia harus terjebak di dalam kamar, mau keluar males harus bertemu dengan ustad Zaki, sedangkan perutnya sekarang begitu lapar minta di isi.
"Ya ampun, kapan sih tu orang pergi. Perutku sudah lapar!" keluhnya sambil memegangi perutnya yang keroncongan. Karena seluruh uangnya untuk saku hari ini ia berikan di pada ustad Zaki semua sama kertas resep tadi pagi.
Sedangkan dua pria yang seumuran itu masih terlihat asik mengobrol.
"Ahhhh, masak aku harus menahan lapar Sampek magrib sih!"
Benar saja, saat masjid sudah mengumandangkan taklim baru ustad Zaki berpamitan untuk pulang.
"Lain kali kita ngobrol lagi, kalah mas Imron tidak keberatan datang saja ke masjid kita bisa mengobrol banyak di sana!"
"Pasti!"
"Kalau begitu saya permisi dulu, assalamualaikum!"
"Waalaikum salam!"
Bersambung
Jangan lupa untuk memberikan Like dan komentar nya ya kasih vote juga yang banyak hadiahnya juga ya biar tambah semangat nulisnya
Follow akun Ig aku ya
IG @tri.ani5249
...Happy Reading 🥰🥰🥰...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 226 Episodes
Comments
Fhebrie
jngn benci benci zahra entar km bakalan jatuh cinta lho
2023-09-19
1
☠ᵏᵋᶜᶟ 𝕸y💞Sarinande⒋ⷨ͢⚤
maaf... banyak typo🙏🙏
2023-02-26
0
titiek
waduh ngomong ke ibu kok pakai kamu. pasti ni ke bawaan si bapak 😁😁
2023-02-24
1