SMA, Tapi Menikah
Menenggelamkan wajah pada kedua tangan yang dilipat rapih di atas meja, Aviola Azahra merenungi nasibnya. Baru sebulan dia naik kelas tiga SMA, dan pekan lalu dia menikah dengan anak teman ayahnya yang berstatus mahasiswa di kampus ternama di kotanya.
"Zahra, kamu kenapa? Pagi-pagi kok melamun" tegur Asna, sahabat Azahra yang paling perhatian.
Wanita berkerudung putih dengan pakaian seragam sekolah itu, mendongak sebelum menstabilkan cara duduknya. "Aku nggak enak badan, Asna ... Kepalaku sakit.
Asna menempelkan tangan pada jidat sang sahabat. Mengecek apa sahabatnya itu demam atau hanya sakit kepala biasa.
"Alhamdulilah, kau hanya sakit kepala saja" terlihat Asna bernapas lega.
Kembali menenggelamkan wajah, Zahra benar-benar ingin pulang. Tapi, dia juga tak ingin melewatkan mata pelajaran kesukaannya. Bingung, Zahra pun kembali mendongak. Beranjak dari kursi, gadis kecil itu menarik tangan sahabatnya.
"Kita mau kemana ...?" tanya Asna kesal saat dirinya dibawa pergi tanpa di tahu kemana.
"Temani aku ke water closet, Asna ... Setelah itu kita ke ruangan Ibu Nurdia. Aku mau minta izin, mau pulang istirahat" terang Azahra.
Asna menurut. Setelah dari dari water closet, keduanya keruangan Ibu Nurdia, guru mata pelajaran matematika. Di dalam ruang guru, terlihat Ibu Nurdia sedang mengerjakan sesuatu.
"Assalamualaikum, Ibu .." Azahra mengucap salam saat berdiri di depan ruangan Ibu Nurdia.
"Waalaikumsalam" Ibu Nurdia menghentikan pekerjaan yang belum lama ditekuninya. Menatap Azahra, guru cantik itu mengulas senyum. "Silahkan duduk" ucapnya mempersilahkan.
Azahra mengambil tempat di kursi depan meja kerja Ibu Nurdia. "Ibu, saya mau minta izin. Kepala saya sakit jadi saya mau pulang istirahat" terang Azahra menatap Ibu gurunya.
Ibu guru Nurdia mengangguk. "Ya sudah. Kamu hati-hati di jalan ya. Nanti kalau sudah sampai rumah, kamu makan dulu sebelum minum obat, setelah itu kamu istirahat.
"Baik, Buk. Saya pamit undur diri. Assalamualaikum" Azahra beranjak dari kursi. Lalu menarik langkah keluar saat Ibu Nurdia telah menjawab salamnya.
Di luar, Asna menunggunya. Melihat Azahra keluar, Asna kembali menempelkan tangannya pada jidat sang sahabat. "Astaghfirullah ... Zahra, kamu demam Beb"
"Iya, Asna. As, aku pulang duluan ya. Jangan lupa foto catatan mu nanti siang kalau udah pulang" terang Azahra sembari menarik langkah menuju kelas.
Setibanya di kelas, Asna masuk ke dalam mengambil tas sahabatnya. Sementara Azahra menunggu di ambang pintu. Samar-samar terdengar tanya dari beberapa teman yang ada di dalam kelas. Menanyakan perihal Azahra yang terlihat pucat. Semuanya menganggukkan kepala setelah mendengar jawaban dari Asna.
"Zah, jangan lupa minum obat ya. Kabarin kami jika butuh sesuatu" kata Gea, salah satu teman Azahra yang kini duduk di kursi.
"Iya" sahut Azahra.
Asna dan Azahra melenggang pergi menuju gerbang sekolah. Berhubung Azahra kurang sehat, dan Kontrakan juga lumayan jauh, Azahra memilih pulang menaiki ojek. Meninggalkan kendaraan roda dua yang kerap menemaninya selama ini.
Setibanya di kontrakan, tak lupa Azahra membayar tagihan sebesar 25 ribu pada tukang ojek sebelum mau masuk ke dalam. Lalu menggiring langkah hingga di depan pintu. Kedua kening gadis itu menukik naik saat melihat sepatu wanita di depan pintu. Terbesit tanya, sepatu siapa itu?
Mengeluarkan kunci yang diberikan Zul pagi tadi, Azahra mulai membuka pintu namun ternyata pintunya tidak terkunci sama sekali. Tak ingin berpikir keras, Azahra mengucap salam. Melewati ruang keluarga, gadis itu mendapati Zulfikar, suaminya sedang duduk bertiga dengan satu teman pria dan satu teman wanita.
"Kak Zul, aku tidur kamar mana?" tanya Azahra bingung. Sebelumnya mereka tinggal di rumah orang tua Zulfikar, di Maros. Jadi ni kali pertamanya dia ke kontrakan.
"Di kamar yang sana" sang pemilik nama Zulfikar kerap disapa Zul mengarahkan jari telunjuk pada pintu yang ada tulisannya angka satu di depan. "Pakaian kamu juga sudah Mama tata didalam lemari" sambungnya menjelaskan.
Segera Azahra ke kamar. Kepalanya yang sakit, juga tubuhnya yang demam, membuatnya tak ingin berlama lama di ruang keluarga. Yang dia inginkan hanyalah istirahat full.
"Zul, itu siapa?" tanya Qonita, teman sekelas Zul.
Zul menghela napas pelan. "Dia istri aku, wanita yang aku ceritain itu" ungkap Zul.
Assagaf mengangguk, begitu juga dengan Qonita. Saat ketiganya kembali mengerjakan tugas kampus, terdengar Azahra menangis di kamar.
"Zul, seperti dia menangis. Coba kamu cek dulu, jangan sampai dia kenapa napa" Assagaf memberitahu.
Zulfikar mengangguk, segera beranjak dari sofa. Dengan langkah dipercepat, Zul memasuki kamar Azahra. "Astaghfirullah ... Dek, kamu kenapa?" tanya Zul cemas.
"Kakak, kepalaku sakit. Aku juga demam" Azahra terisak.
"Kamu tunggu sebentar, aku belikan obat dulu" ucap Zul. Segera memutar badan. Belum selangkah, ia kembali memutar badan menatap Azahra yang meringkuk di dalam selimut. "Kamu sudah makan?" tanyanya.
"Belum .." jawab Azahra sekenanya saja..
Zulfikar segera keluar dari kamar, menemui temannya di sofa.
"Qonita, Asgaf, kalian tunggu sebentar ya, aku keluar dulu. Mau beli obat dan makanan, istri aku demam juga sakit kepala" ucap Zul mengambil kunci motor.
"Biar aku, Zul. Kamu kompres dia saja" ucap Assagaf.
"Kamu ke kamar saja, biar aku ambilkan air hangat" timpal Qonita.
Zul mengangguk lalu kembali ke kamar. Mengambil tempat di sisi tempat tidur, pria itu mengurut pelan kepala sang istri. Tak lama, Qonita masuk membawa air hangat tanpa handuk kecil.
"Zul, ini air hangat nya. Kamu ambil handuk kecil dulu, aku nggak tahu tempatnya dimana" kata Qonita sembari meletakkan baskom kecil di atas nakas.
Zul turun dari tempat tidur, membuka lemari kecil, ia mengeluarkan apa yang dimaksud Qonita. Kembali menghampiri Azahra, pria itu dengan telaten merawat sang istri.
Qonita kembali ke dapur saat mendengar kendaraan roda dua berhenti di depan kontrakan. Mengambil piring dan air di ceret. Lalu kembali ke kamar bertepatan dengan Assagaf yang juga akan masuk ke kamar.
"Zul, ini obat dan ini nasi goreng ampela" Assagaf menyodorkan kresek putih kecil berisi sebungkus nasi goreng dan obat.
Zul mengambil kresek tersebut. "Makasih ya, As, Qonita" ucap Zul.
Assagaf dan Qonita hanya menarik senyum. Keduanya pun kembali ke sofa meninggalkan Zul dan Azahra di kamar. Sepeninggal Assagaf dan Qonita, Zul kembali menatap Azahra yang menutup mata.
"Dek, makan dulu ya. Setelah itu minum obat baru istirahat"
"Hmm" Azahra mengangguk. Segera menarik diri dibantu oleh Zul. Bersandar pada headboard, Azahra menatap Zul yang dengan telaten mengeluarkan nasi goreng.
"Kak, sini .. biar aku aja" Azahra mengambil sepiring nasi goreng dari tangan Zul.
"Zul ... Kalsum kekasihmu menelepon ..."
"Zul ... Kalsum kekasihmu menelepon ..."
Dering ponsel Zulfikar dari arah ruang keluarga, mengalihkan konsentrasi sang pemilik ponsel. Pasalnya, si penelepon adalah Kulsum, kekasih Zulfikar yang kuliah di kampus yang sama dengannya.
.
.
.
Bersambung
Note Bagi Penulis Lain: Jika tak ingin membaca atau tidak sempat membaca, cukup like satu episode tiap harinya. Insya Allah saya akan mampir. Jangan bom like ya. Ingat!!! JANGAN BOM LIKE jika TIDAK membacanya.
Note Bagi Pembaca: Jangan lupa like setiap Episode yang dibaca ya, Kak. Jangan lupa komen 🤗🤗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
Alivaaaa
hai Thor aku mampir nih 😊
2023-01-07
3
T. L. Handayani
aku mampir dek...udah aku kasih like, tmbah favorit and tak lupa sekuntum bunga🌹🌹🌹♥️♥️👍👍
2022-11-15
0
Bunga Ajja
klo kta guru aku ya.....
pacar boleh banyak tapi istri cukup satu
2022-10-15
0