Teman-teman baca sampai selesai, ya. Jangan lupa untuk selalu kasih like, komentar,dan bintang 5. Semoga hari ini kalian bahagia dan dimudahkan rezekinya.
***
Bab 16
Jelita berlari ke arah ruang guru untuk menemui Erlangga. Dia lupa saat ini sedang di sekolah saking merasa senang dirinya.
"Kak, lihat rangking raport aku!" seru Jelita dengan senyum manis menghiasi wajahnya yang cantik.
"Sayang, ini sedang di sekolah," bisik Erlangga dengan menutup mukanya dengan sebuah map laporan nilai siswa.
"Maaf, aku lupa," balas Jelita sambil cengengesan.
"Bapak tahu kamu bisa mendapatkan nilai bagus, jika kamu rajin belajar dan memperhatikan saat guru menerangkan," ucap Erlangga tiba-tiba dan Jelita mengerutkan keningnya karena tidak mengerti kenapa suaminya bicara dengan nada seperti itu.
"Kamu, sedang apa di sini?" tanya Kenanga pada Jelita begitu sampai di meja milik Erlangga.
"Jelita hanya sedang menunjukan nilainya sama aku. Dia takut aku salah memberikan nilai," serobot Erlangga agar tidak di curigai.
"Oh." Reaksi dari Kenanga sambil manggut-manggut dalam hatinya dia merasa senang. Dia takut kalau Jelita punya hati pada Erlangga. Bisa-bisa dia kalah sama muridnya itu dari segi apapun.
"Erlangga, kita makan siang di cafe "ABC", yuk!" ajak Jenia yang mendatangi meja guru sang idola itu.
Melihat Jelita melotot kepadanya, Erlangga menolak ajakan kedua wanita itu. Dia tidak mau kalau istrinya marah lagi.
"Maaf, ya. Aku sudah punya janji dengan kekasihku," ucap Erlangga dan itu membuat Jelita tersenyum senang.
Tingkah Jelita yang tersenyum malu-malu dengan kedipan mata lucunya. Sebelah kaki yang ditekuk dan digerak-gerakkan, membuat Erlangga ingin menciumnya saat itu juga.
"A-pa?" Kenanga dan Jenia terkejut dan shock setelah mendengar pengakuan laki-laki yang menjadi pujaan hatinya itu memiliki seorang kekasih.
***
"Kak, sebagai hadiah karena aku berhasil mendapatkan rangking lima. Maka sesuai janji Kakak harus mengikuti keinginan aku," kata Jelita yang kini duduk di pangkuan Erlangga karena di kamar itu hanya ada satu kursi di meja kerja.
"Tentu saja, Sayangnya aku. Kamu ingin pergi ke mana?" tanya Erlangga sambil menangkup wajah Jelita dan menggesekkan hidung mancung mereka.
"Aku ingin pergi ke taman hiburan. Kita kencan seharian di sana sampai tutup arenanya," jawab Jelita.
"Sekarang memasuki waktu liburan sekolah. Pasti akan banyak orang di tempat itu. Apa tidak mau pergi ke tempat yang tidak ada orangnya?" Erlangga membelai lembut rambut panjang milik istrinya.
"Besok pas hari Senin saja kita pergi. Saat itu paling anak-anak muda yang datang. Kalau anak kecil dan keluarganya pasti waktu akhir pekan," kata Jelita memberikan usulnya.
"Baiklah, hari Minggu kita ke Taman Hiburan. Hari minggunya kita lihat rumah, ya!" ajak Erlangga.
"Apa sudah selesai diperbaiki?" tanya Jelita.
"Iya. Tidak banyak yang berubah. Hanya memperbaiki bagian yang rusak dan mencat dinding. Lalu, halaman juga sudah banyak pohon dan rumput liar tinggal dibersihkan," ucap Erlangga.
***
Hari Minggu kedua muda-mudi itu pun mendatangi rumah yang akan mereka tinggali nanti. Rumah sederhana dengan halaman luas. Bahkan pagarnya juga dari tanaman. Nuansa rumah zaman dulu berasa sekali. Katanya rumah itu dibangun sewaktu Indonesia di jajah oleh Belanda. Ciri khas rumah dengan jendela menjulang tinggi dengan dua sisi dan teralis besi. Dinding-dinding batu di bagian bawahnya.
"Pak, ini sudah berapa persen pengerjaannya?" tanya Erlangga pada mandor yang memimpin perbaikan rumahnya.
"Sekitar delapan puluh persen. Bulan depan sudah bisa di tinggali," ucap Mandor itu.
"Boleh kita masuk ke dalam untuk lihat-lihat?" tanya Erlangga.
"Boleh. Bagian dalam rumah semua sudah selesai diperbaiki. Sekarang kita mau memperbaiki bagian luar dan taman. Juga gazebo yang ada dibelakang," balas Mandor.
Erlangga dan Jelita berkeliling rumah dua tingkat itu. Meski jauh sekali ukurannya dibandingkan rumah kakek Darmawangsa. Jelita sangat senang. Tidak terlalu banyak ruang karena setiap ruangan ukurannya luas.
"Kamar tidur kita ada dilantai atas. Kita lihat ke sana!" ajak Erlangga sambil menggandeng tangan Jelita. Keduanya menaiki anak tangga yang pegangannya sudah diganti dengan yang baru karena kayunya sudah lapuk.
Ruang kamar tidur yang akan mereka tempati nanti lebih luas dari dua kamar lainnya yang ada dilantai dua. Jendela kamar menghadap ke halaman depan dan samping. Nanti cahaya matahari akan banyak masuk ke sana.
"Dari sini kita bisa melihat pohon-pohon rindang berjajar dan udara terasa sejuk. Jika, kita berdiri di jendela itu taman buka yang akan kita lihat. Aku suka sekali, Kak," kata Jelita sambil mengarahkan kepalanya ke samping. Tepat ke wajah suami yang sedang memeluknya dari belakang.
"Syukurlah kalau kamu suka," ujar Erlangga ikut tersenyum senang.
"Tapi, beli tempat tidurnya jangan yang kecil. Tapi yang besar, ya. Kasihan Kakak sering kena sikut dan tonjokan tangan aku," ucap Jelita sambil tertawa renyah karena semalam dia dua kali menonjok muka suaminya.
"Tidak. Bahkan Aku berencana beli kasur yang ukurannya kurang dari satu meter. Biar kamu tidurnya di atas tubuhku. Jadi, tidak akan bisa menonjok wajah aku," bisik Erlangga menggoda istrinya.
Otak Jelita yang sudah terkontaminasi oleh suami dan teman-temannya, kini memikirkan sesuatu yang tidak-tidak. Muka dia langsung memerah membayangkan sesuatu yang belum pernah dia dan suaminya lakukan.
"Ada apa, Sayang? Kenapa muka dan telinga kamu merah sekali? Pasti memikirkan sesuatu yang enggak-enggak," tanya Erlangga menggoda Jelita.
"Apaan, sih!" Jelita yang sangat malu karena ketahuan sedang memikirkan hal itu langsung pergi menjauh dari suaminya.
Mereka di sana sampai sore hari. Membicarakan sesuatu yang sesuai dengan keinginan Jelita baik itu warna cat tata letak pohon yang terlalu banyak dan lebat yang ada di bagian halaman belakang.
***
Hari Senin Jelita dan Erlangga siap-siap mau kencan ke taman hiburan. Biasanya Jelita akan pergi ke sana bersama teman-temannya di hari akhir masa liburan.
"Kak, aku sudah siap," kata Jelita yang memakai baju terusan di bawah lutut dan tas selempang. Rambut panjangnya di gerai dan dihiasi bando mutiara. Wajahnya di kasih make up sederhana agar tidak terkena iritasi sinar matahari dan polusi.
Melihat Jelita yang cantik dan anggun membuat Erlangga ingin mengurungkan niatnya pergi ke sana. Dia merasa tidak rela jika kecantikan istrinya itu diperlihatkan pada orang lain. Terutama para lelaki, apalagi kalau laki-laki hidung belang.
"Sayang, kita liburan di rumah saja, ya?" Erlangga menatap Jelita dengan mohon.
"Apa maksud Kakak? Kakak ingin ingkar janji padaku. Katanya mau pergi ke taman bermain itu, sebagai hadiah." Jelita memasang wajah marah dengan kedua tangannya di pinggang.
"Tidak. Bukan begitu," bantah Erlangga. Dia memegang kedua tangan Jelita dan menciumnya agar istri kecilnya tidak marah.
"Kita pergi ke villa saja. Bagaimana?" tanya Erlangga.
***
Apakah mereka akan ke Villa atau ke Taman Hiburan? Tunggu kelanjutannya, ya!
Sambil menunggu up bab berikutnya baca juga karya aku yang lainnya, yuk.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments