Teman-teman baca sampai selesai, ya. Jangan lupa kasih like dan komentar. Semoga hari kalian menyenangkan dan bahagia selalu.
***
BAB 3
Setelah Jelita dan Erlangga sah menjadi suami istri. Maka Jelita harus ikut ke rumah orang tua Erlangga. Jelita merasa tidak masalah mau tinggal di mana pun nanti. Dia juga sudah mengenal baik kedua mertuanya. Ayah Aditama dan Ibu Wulandari, kedua orang tua dari Erlangga. Mereka juga sangat mengenal baik Jelita, bahkan sudah sayang kepadanya dari dulu.
Rumah Aditama berukuran kecil, jauh sekali dengan rumah milik keluarga Dharmawangsa. Namun, rumah sederhana itu sangat asri dan nyaman untuk dihuni. Rumah itu hanya memiliki dua kamar tidur. Itu juga ukurannya sepertiga dari ukuran kamar Jelita.
Jelita Putri Dharmawangsa, duduk di atas ranjang yang berukuran single size. Hari ini adalah malam pertama baginya, setelah status dia menjadi seorang istri dari Erlangga Dwi Kusuma, guru magang di sekolahnya, sekaligus putra dari sopir dan orang kepercayaan Dharmawangsa, kakeknya. Pesta pernikahan yang dia bayangkan akan seperti di dalam negeri dongeng, harus hancur. Dia dipaksa nikah sama kakeknya, alasannya karena sudah menyerah dalam mendidik dirinya. Tentu saja pernikahan mereka hari ini, tidak dipublikasikan. Mereka akan mengadakan pesta pernikahan, saat Jelita sudah lulus sekolah nanti.
Jelita yang bagaikan tuan putri, kini harus hidup sederhana mengikuti suaminya. Tinggal bersama di rumah mertua. Selain belajar menjadi seorang istri, dia juga harus belajar mengejar ketertinggalan dalam pelajaran. Tugas Erlangga 'lah mendidiknya agar menjadi istri yang baik dan siswa berprestasi.
"Kenapa kamu belum ganti baju?" tanya Erlangga begitu masuk ke kamar dilihatnya Jelita masih memakai baju kebaya.
"Aku lupa bawa baju ganti," jawab Jelita dengan mimik yang cemberut.
"Bukannya tadi sudah dibawakan satu koper baju?!" Erlangga merasa heran.
"Mana mungkin aku pakai baju seperti itu! Bisa masuk angin nanti!" Suara Jelita meninggi dengan wajah yang memerah.
"Nggak boleh berbicara dengan nada tinggi kepada orang tua dan juga suami," balas Erlangga sambil mendekatkan wajahnya ke arah Jelita, dan memberikan satu kecupan.
"Kak Erlang." Jelita menutup wajahnya karena malu sudah dicium sama suaminya.
"Apa? Mau lagi?" Erlangga tersenyum senang karena menjahili Jelita.
"Kamu mencuri ciuman pertamaku!" kata Jelita yang masih menutupi wajahnya.
"Aku 'kan sudah jadi suami kamu. Jadi, boleh mencium kamu. Lagian tadi itu namanya kecupan! Bukan ciuman!" Erlangga menekan di bagian kata-kata tertentu. Senyum jahilnya tercipta di wajahnya yang tampan.
Erlangga pun membuka koper baju milik Jelita, ternyata semua isinya baju tidur yang menerawang, dengan berbagai warna dan model. Itu malah membuat Erlangga malu.
"Ya, sudah. Pakai baju Kakak, saja!" Erlangga memberikan kaos oblong dan traning miliknya.
***
Saat mau tidur, Jelita merasa bingung lagi. Sebab ukuran kasurnya kekecilan kalau dipakai tidur berdua.
"Kakak, aku tidurnya di mana?" tanya Jelita.
"Ya, di sini." Erlangga menepuk kasurnya.
"Tidak mau, ah. Sempit!"
"Kalau begitu tidur di lantai saja."
Mau tidak mau akhirnya Jelita, tidur satu kasur dengan Erlangga. Dia bergumam, 'nggak apa-apa karena sekarang sudah menjadi suami-istri.'
Saat tengah malam Jelita, terjaga. Dia merasa sesak, ternyata Erlangga tidur dengan memeluknya. Jelita yang tidak pernah tidur dipeluk seperti itu, terasa berat oleh tangan suaminya. Jelita yang merasa kesal, maka langsung saja dia dorong tubuh Erlangga, sampai jatuh ke lantai. Sementara Jelita pura-pura tidur.
"Aaaw, sakit. Ini anak main dorong saja."
Maka Erlangga pun ambil tikar dan memilih tidur di lantai, dengan tambahan alas selimut miliknya. Jadinya, tidur tanpa selimut.
Cuaca malam menjelang dini hari, kebetulan sangat dingin dan membuat Jelita masuk angin. Perutnya menjadi kembung. Maka, dia beberapa kali mengeluarkan gasnya. Masih mending kalau tidak bersuara ini, ini bunyinya membuat Erlangga dan penghuni kamar sebelah terbangun.
"Ini anak, kentut bunyinya nyaring dan nggak ada hentinya, apa!"
Erlangga juga merasa seluruh badannya kaku karena kedinginan. Maka, dia pun memutuskan naik lagi ke atas kasur. Kali ini di tidak memeluk Jelita. Justru sebaliknya, Jelita menjadikan Erlangga sebagai ganti guling.
***
Saat pagi harinya, Jelita belajar membuat sarapan dengan ibu mertuanya. Tadinya Jelita, tidak tahu bentuk jenis-jenis bumbu, yang dia tahu hanya namanya saja, tanpa tahu rupa atau wanginya.
"Bu, sekarang aku sudah bisa membedakan mana jahe, lengkuas, kunir, kencur dan salam," kata Jelita penuh bangga.
"Baguslah. Anak, ibu pintar sekali. Dalam waktu singkat sudah bisa belajar membedakan semuanya sekarang," puji Wulandari sambil mengacungkan jempolnya.
Jelita merasa senang dan terharu sudah dipuji sama ibu mertuanya. Jelita yang sudah menjadi yatim piatu semenjak masih balita, tidak mengenal sosok ibu dan ayahnya. Dia dibesarkan oleh kakek dan neneknya. Neneknya juga kini, sudah meninggal saat dia masih duduk di bangku SMP kelas VII.
"Uh … baru tahu segitu saja sudah senang! Coba kamu bisa buatkan kakak sarapan. Baru kamu menjadi anak yang pintar," kata Erlangga, menantang Jelita.
Jelita melihat ke arah Erlangga yang sedang duduk manis di kursi meja makan, sambil bertopang dagu. Jelita yang kesal karena suaminya sudah merusak moodnya. Berani menerima tantangan untuknya.
"Oke. Siapa takut?" Jelita berkata dengan penuh keyakinan kalau dia pasti bisa membuat sarapan untuk suaminya.
"Erlang, kamu itu jangan meminta hal yang aneh-aneh!" Wulandari menatap tajam sambil mengacungkan spatula ke arah putranya.
"Buatkan kakak telur mata sapi saja!" pintanya kepada jelita.
Maka Jelita pun memasak telur mata sapi. Saat mau membalikan telurnya, minyak di wajan muncrat ke tangan Jelita. Sehingga Jelita, mengaduh kesakitan.
"Kamu, kenapa?" tanya Erlangga dan mendekati Jelita.
Wulandari yang sedang menata piring dan gelas pun dibuatnya terkejut. Dia menghampiri menantunya yang sedang memegang tangan karena terkena cipratan minyak.
"Terkena cipratan minyak," jawab Jelita.
Erlangga pun melihat tangan Jelita yang memerah, "sini, kakak obatin dulu!"
Maka dengan cepat dan telaten, Erlangga memberikan salep untuk mengobati luka bakar. Jelita yang memang sudah suka sama Erlangga, dari dulu jadi semakin jatuh hati kepada suaminya.
"Terima kasih, Kak." Jelita mencium pipi Erlangga.
"Kenapa tidak di sini menciumnya?" Erlangga menyentuh bibirnya.
"Kak Erlang, mesum!" teriak Jelita sambil berlari ke arah dapur.
Erlangga malah tertawa senang karena berhasil menjahili Jelita. Hal yang paling menyenangkan baginya adalah menjahili Jelita. Sampai gadis itu merona wajahnya karena merasa malu.
***
Erlangga pun sarapan dengan telur mata sapi yang tadi dimasak oleh Jelita. Dia menghargai usaha dari istrinya. Tentu saja Jelita sangat senang, masakan dia dimakan oleh suaminya. Ada rasa bahagia dan kebanggan tersendiri bisa melakukan pekerjaan sebagai seorang istri. Walau baru belajar dan hasilnya belum memuaskan.
Pagi itu pun acara sarapan keluarga Aditama diwarnai dengan tawa kebahagiaan. Walau hanya dengan melakukan hal sederhana.
"Assalammu'alaikum!" Terdengar suara salam di depan pintu rumah.
"Siapa, Yah? Pagi-pagi sudah bertamu," tanya Erlangga.
***
Akankah kehidupan Jelita dan Erlangga menemui badai disaat usia mereka masih terlalu muda untuk membina rumah tangga? Tunggu kelanjutannya, ya!
Sambil menunggu up Jelita bab berikutnya. Baca juga karya teman aku ini. Ceritanya kalah bagus, loh. Cekidot novelnya, yuk!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
Andi Fitri
dalam rmh tangga tdk ada yg mulus yg bikin seru itu yg ada cek-cok nya..
2023-12-01
1
Tiahsutiah
jelita oh jelita awal yg baik perubahan mu dikit sedikit nanti juga lancar😁
2022-09-21
2
Susilawati Rela
masakan pertama, telor mata sapi, jangan bilang kuningnya pecah, jadi telor mata sapi picek....🤭
2022-09-02
3