“Maksud nenek kesalahan apa? Kami enggak melakukan apapun nek, aku juga belum mengambil emas itu,” ucap Angga.
“Sompral dan penzinah! Itulah yang telah kalian lalukan!” pekik si nenek.
Saat Angga masih memikirkan apa yang di katakan si nenek, Purwati datang dari dapur dengan membawa teh hangat yang gelasnya terbuat dari bambu.
“Minum dulu.” Purwati meletakkan teh itu di hadapan Angga.
“Purwati, setelah hujan reda, suruh pemuda ini pergi, aku tidak mau karena dia, kita juga ikut kualat!” si nenek tak ingin kena getah jika ketahuan menyembunyikan Angga di rumahnya.
“Baik, nek.” Purwati yang patuh menganggukkan kepalanya.
Setelah itu si nenek masuk ke dalam kamarnya.
Purwati yang tahu jika Angga sedang gelisah mulai menenangkan pria tampan itu.
“Sudahlah, lagi pula sudah terjadi, hadapi saja, semua masalah pasti ada solusinya.” Purwati yang manis tersenyum pada Angga.
“Kata nenek sudah terlambat, apa masih ada yang bisa ku lakukan, Purwati?” Angga berharap Purwati dapat membantunya.
“Ada, jika kau ingin menyelamatkan dirimu, menikahlah dengan ku.” pilihan gila yang di berikan Purwati membuat Angga syok.
“Menikah?” Angga mengernyitkan dahinya.
“Iya, kalau tidak, kau akan mati, karena perbuatan yang telah kalian lakukan sudah melanggar tatanan penghuni gunung ini, kau tahu, kalau banyak lelembut yang sedang mencari mu? Kau bisa aman, karena nenek menyembunyikan bau manusia mu,” terang Purwati.
Angga yang belum siap menikah jelas tak bersedia, belum lagi incaran hatinya adalah Dia, bukan Purwati.
“Maaf, aku masih kuliah, jika aku menikah sekarang, orang tua ku akan marah, karena jelas aku mengecewakan mereka yang telah banting tulang untuk mendukung cita-cita ku,” ucap Angga.
“Intinya uang kan? Aku akan memberi kemauan orang tua mu, jika kau mau menikah dengan ku.” Purwati yang jatuh hati pada Angga, terus berupaya agar lelaki tampan itu mau padanya.
“Purwati, aku menghargai niat baik mu, tapi sungguh, aku belum siap menikah, carilah laki-laki lain yang lebih baik dari ku, aku ini pengangguran Purwati, tidak akan bisa menafkahi mu nanti.” Angga menolak dengan halus lamaran Purwati.
Purwati yang tak dapat membujuk Angga pun merasa sedih.
Angga yang melihat hal itu merasa tak enak hati, ia yang tak ingin berhutang budi memutuskan untuk pergi, agar tak ada jalan bagi purwati untuk meminta ia nikahi.
“Maaf, aku harus pergi sekarang, aku tidak ingin membebani mu.” Angga berpamitan pada Purwati.
“Di luar banyak yang menunggu mu, apa kau benar-benar ingin keluar?” tanya Purwati.
“Iya.” jawab Angga dengan yakin.
“Baik, tapi sebelum itu, coba kau lihat dari celah pintu, karena sekali kau membuka pintu ini, maka mantra yang telah nenek ucapkan tidak akan mampu melindungi bau manusia mu,” ujar Purwati.
Angga yang ingin melihat kebenaran dari yang Purwati katakan berjalan ke pintu.
Lalu matanya yang indah mengintip dari celah pintu, seperti yang Purwati katakan.
“Astaga!” ia pun melihat, telah banyak makhluk tak kasat mata di depan rumah gubuk Purwati.
Mulai dari kuntilanak, pocong, genderuwo, manusia setengah ular, dan manusia berkepala kuda.
“Kampret! Bagaimana ini?” Angga yang ingin pergi menjadi ragu, sedang tinggal ia harus menikahi wanita yang sama sekali tak ia cintai.
“Kau tidak akan selamat, kalau sampai keluar, jika sudah siap mati, silahkan saja.” Purwati mengatakan resiko yang akan Angga hadapi kedepannya.
Masa aku harus menikah dengan demit? batin Angga.
Ia tahu, jika Purwati sejenis dengan yang ada di luar sana.
Angga yang serba salah mulai memutar otak untuk dapat menyelamatkan diri dari kedua pilihan yang memberi resiko besar untuk kelangsungan hidupnya.
“Baiklah, aku akan menikah dengan mu, jika kau bersedia tinggal bersama orang tua ku, karena bagaimana pun di daerah ku, terutama keluarga ku, istri harus ikut suami, bukan suami yang ikut istri,” terang Angga.
Ia memberi pilihan itu, dengan harapan setelah sampai ke kota, Purwati dapat di usir oleh orang pintar.
“Baiklah.” Purwati yang terobsesi ingin menikah dengan Angga pun menyanggupi syarat dari pujaan hatinya.
“Apa kau juga bisa membantu teman-teman ku?” Angga ingin mereka semua kembali dengan selamat.
“Tidak! Terlalu berat, takdir mereka sudah di tentukan,” ucap Purwati.
“Apa? Tolonglah! Aku tak ingin mereka terluka.” Angga memohon pada Purwati.
“Maafkan aku, kalau bisa, pasti sudah ku lakukan.” Purwati tetap tak bisa membantu calon suaminya.
Karena tak ada yang bisa di lakukan, Angga hanya diam tak bersuara.
“Minumlah, agar badan mu hangat,” ucap Purwati.
Angga yang haus pun meminum teh buatan calon istrinya, tak lupa ia membuang sedikit dari sudut bibirnya air yang ia minum.
Tujuannya agar ia tak bisa terpengaruh oleh kekuatan sihir yang di miliki oleh Purwati.
“Aku akan tidur dengan nenek, kau bisa istirahat di kamar ku,” ucap Purwati.
Angga yang lelah pun hanya menganggukkan kepalanya.
Semoga kau baik-baik saja Dia, batin Angga.
Ia pun bangkit dari duduknya menuju kamar Purwati, yang bersebalahan dengan kamar si nenek.
Dan kamar sederhana itu hanya di tutup dengan tirai.
“Jangan begadang, karena hari esok sangat penting.” Purwati mengingatkan rencana pernikahan mereka.
“Iya.” sahut Angga.
Setelah itu, Purwati masuk ke dalam kamar neneknya.
Begitu pula dengan Angga, ia pun mulai merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur yang terbuat dari bambu, dan memiliki kasur kapas yang di balut dengan kain berbagai jenis dan bentuk.
Mirip seperti beberapa baju yang di jahit menjadi satu.
Dinginnya malam itu membuat Angga menggigil, ia pun mengambil selimut Purwati yang ada di dekat kepalanya.
“Aku tidak bisa memikirkan segalanya sekarang, lebih baik aku tidur dulu.” Angga pun memejamkan matanya.
30 menit kemudian, Angga terbangun dari tidurnya karena mendengar suara perdebatan dari Purwati dan neneknya dari kamar sebelah.
“Nenek sudah bilang, tidak bisa! Pemuda itu akan membawa petaka untuk kota Purwati!” si nenek begitu marah pada cucunya yang menginginkan Angga.
“Tapi aku mencintai Angga nek, tolong restui hubungan kami.” Purwati memohon pada neneknya.
“Kau tidak bisa tinggal di alam manusia, karena kita itu berbeda! Dan kita biasanya memakan manusia-manusia itu!” perkataan si nenek membuat Angga ketakutan setengah mati.
Ia pun menyadari, bahwa kain pembalut kasur yang ia tiduri adalah bekas baju korban Purwati dan neneknya
“Ya Tuhan! Disini juga enggak ada bedanya, sama-sama mengancam nyawa, apa yang harus ku lakukan?” Angga bingung harus berbuat apa.
“Pokoknya bunuh pemuda itu, kalau kau memang menginginkannya, ikat Dia, buat Dia menjadi bangsa kita,” ucap si nenek.
“Baik, aku mengerti nek.” Purwati memenuhi permintaan neneknya.
“Kau yakin kalau dia tidak akan kabur?” tanya si nenek.
“Iya nek, karena aku sudah memberikan dia teh pelupa ingatan itu.” Purwati tak tahu jika calon suaminya lebih pintar darinya.
“Lalu gadis itu? Kapan kau akan membunuhnya? Bukankah calon suami mu itu mencintainya?” tanya si nenek.
“Besok nek,” jawab Purwati.
...Bersambung......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
Mami Mara
sampe disini masih aja sempat misuh2 😑
2022-11-27
1
Fitriah
purwati yg sudah sembunyikn dia
2022-11-22
0
Aqiyu
berarti Dia ada disana dekat dengan Angga
2022-11-08
1