Kualat Di Gunung Keramat
“Di! Naik gunung yuk! Suntuk tahu di rumah terus kalau libur kuliah.” ujar Rita, ia yang ingin menyegarkan pikiran dengan melihat pemandangan Asri pun mengajak sahabatnya mendaki.
“Ke gunung mana?” tanya Dia, sebab ia belum pernah naik gunung mana pun.
“Gunung monyet!” ujar Rita.
“Gunung monyet? Dimana itu?” Dia makin bingung di buat Rita.
“Kau enggak tahu ya? Itu ada di daerah Abcd! Pokoknya gunungnya indah, pemandangannya juga bagus, banyak gosip yang beredar, kalau disana kita bisa cari ilmu dan juga gunung itu adalah gunung keramat,” terang Rita.
“Kau gila ya! Masa mau pergi ke gunung keramat seperti itu? Enggak ah, takut!” Dia menolak pergi karena takut, terlebih ia sering melihat konten creator para yutuber yang menceritakan banyak misteri di setiap gunung-gunung yang di datangi oleh para narasumber.
“Hahaha.... aku hanya bercanda, itu cuma gunung biasa, tinggi hanya 3.025 mdpl, nanti disana mata mu akan di manjakan pemandangan indah, pokoknya kau enggak akan menyesal pergi kesana.”
Rita mempengaruhi Dia agar mau ikut mendaki dengannya.
“Bukan kita berdua sajakan?” ucap Dia.
“Enggak dong, karena aku sudah mengajak Angga dari jurusan teknik, Meli, Reza, Ali dan juga Heru.” Rita mengatakan satu persatu yang ia ajak untuk pendakian nanti.
“Wah! Kau gesit juga, tapi hanya Angga yang bukan dari jurusan kita ya,” ucap Dia.
“Iya, karena saat kami ngobrol di kantin kemarin, dia minta ikut,” terang Rita.
“Oh, gitu ya, enggak apa-apa sih, makin ramai horornya akan hilang.” Dia menghela napas panjang, karena ia masih teringat setiap penuturan para narasumber di yutube dan juga blog-blog kisah horor pendakian.
Saat mereka berdua masih mengobrol, teman-teman mereka yang lainnya pun dagang.
“Hei, lusa jadi naikkan?” ujar Reza.
“Iya, kita berangkat Kamis sore saja, biar langsung mendaki Jumat paginya,” ucap Rita.
“Apa tidak apa-apa jalan hari Jumat?” Meli merasa ngeri kalau harus jalan di hari itu.
“Ya ampun Mel, memangnya ada apa di hari jumat?” Rita yang tak ada takutnya membangkitkan energi positif bagi semua teman-temannya.
Setelah itu mereka bertujuh pun melakukan diskusi terkait persiapan yang harus mereka lakukan di pendakian lusa.
🏵️
Malam harinya, Reza yang akan bersiap-siap tidur tiba-tiba melihat jendelanya kamarnya yang terbuka.
“Bukannya tadi sudah ku tutup ya?” Reza ingat betul kalau ia telah mengunci jendela kamarnya sebelum ia pergi sholat Isa.
”Mungkin memang belum.” kemudian Reza berjalan menuju jendela yang pemandangan luarnya adalah perkebunan pisang dan juga ubi jalar.
Saat kedua tangannya akan menutup jendela, tanpa sengaja ia melihat daun sebuah pohon pisang bergoyang seperti di tiup angin, pada hal jika ia perhatikan tidak ada angin sama sekali malam itu.
Dan yang paling membuat Reza merasa aneh, hanya pohon pisang itu saja yang daunnya bergerak kencang.
Berrr!!!
Seketika bulu kuduk Reza berdiri, ia pun segera menutup jendela kamarnya.
“Sialan! Bikin merinding saja!” ia yang lelah pun masuk ke dalam selimutnya, karena kebetulan cuaca malam itu sangat dingin sekali.
Saat Reza akan memejamkan mata, tiba-tiba ada yang mengetuk jendela kaca yang baru saja ia tutup.
Tuk, tuk, tuk!
“Ya Tuhan, ada saja ya yang iseng malam-malam begini! Awas saja kalau itu si Heru!”
Reza mengira itu kelakuan sahabatnya yang sering menginap di rumahnya.
Reza yang ingin mengacuhkan suara ketukan di jendela kamarnya kembali memejamkan matanya.
Namun sayang, ketukan itu tak kunjung berhenti, Reza yang merasa terganggu bangkit dari ranjang dan menuju jendela.
Saat tangannya akan membuka engsel jendela, tiba-tiba ada sebuah tangan yang memegang pundaknya.
Tab!
Deg! Reza yang terkejut merasa deg degan.
“Jangan di buka...” ucap seseorang dengan suara yang lirih di telinganya.
Sontak Reza menoleh ke sumber suara, namun tak ada siapa-siapa.
“Sialan! Kenapa kamar ku tiba-tiba jadi horor?!” Reza yang ketakutan pun memilih kembali ke ranjang, ia yang biasa tidur dengan mati lampu, kali itu membiarkan kamarnya terang benderang.
🏵️
Dia yang baru selesai sholat melihat ibunya melintas ke arah dapur dengan memakai pakaian serba hitam-hitam.
“Bu.” Dia memanggil nama ibunya.
Namun Martini tak menjawab, ia terus saja berjalan tanpa menoleh ke arah putrinya.
Dia yang merasa aneh dengan tingkah ibunya mencoba menyusul ke dapur.
Apa ibu bertengkar lagi dengan ayah? batin Dia.
Sebab ibunya akan sering melamun jika ada masalah dengan sang ayah.
Setelah melipat mukenanya dan menyusul dengan rapi di atas bufet, Dia menyusul sang ibu ke dapur.
“Hum?” Dia mengernyitkan dahinya.
Sebab pintu dapur tertutup dengan sangat rapat.
“Aku enggak dengar ibu mengunci pintu, apa aku yang enggak fokus ya?” gumam Dia.
Saat Dia membuka handle pintu, ia pun mendapati kejanggalan, karena pintu dapur yang ia pegang tersebut malah terkunci.
“Dia!”
“Akh!!” Dia berteriak kencang saat ia melihat ibunya telah berdiri di sebelahnya dengan memakai piyama serba ungu.
“Ada apa? Kenapa muka mu syok begitu?” Martina merasa heran dengan putrinya, ia yang ingin minum pun membuka pintu dapur dengan kunci yang ia bawa ke kamar tadi.
Tek tek! Retek!
“Kenapa ibu mengunci pintu dapur?” tanya Dia, karena ibunya tak biasa melakukan itu.
“Ibu baru membasmi tikus, dan mulai sekarang kalau sudah selesai dari dapur, kau wajib menguncinya.” Martini mengatakan aturan barunya pada Dia sang putri semata wayangnya.
“Iya bu, aku mengerti,” ujar Martini.
“Iya bu,” sudat Dia.
“Kalau begitu kau tidur sekarang, kau tahukan ini sudah jam 00:00?!” ucap Martini.
“Iya bu.”
Dia yang masih takut mutuskan untuk tak cerita pada ibunya. Karena ia khawatir kalau ibunya yang penakut akan kepikiran.
Akhirnya Dia kembali ke kamarnya, meninggalkan sang ibu yang sedang menyeduh kopi.
“Tumben ibu minum kopi, apa lambungnya sudah sehat?” meski merasa janggal, namun Dia tak mau memikirkan yang aneh-aneh soal ibunya.
Mungkin tadi aku hanya berhalusinasi, batin Dia.
Ia yang menuju kamarnya harus melewati kamar ibu dan ayahnya terlebih dahulu.
Ia yang akan melintas melihat pintu kamar kedua orang tuanya yang terbuka separuh.
“Ya ampun ibu, tikusnya memang enggak akan ke dapur, tapi ku rasa akan beralih ke kamar ibu.” saat Dia akan menutup pintu kamar orang tuanya menyempatkan diri untuk mengintip sang ayah.
“Kalau masih bangun aku mau minta uang jajan, mumpung ibu enggak lihat.”
Martini yang pelit membuat Dia sering meminta uang pada sang ayah tanpa sepengetahuan ibunya.
Krieett!!
Dengan perlahan Dia mendorong pintu kamar orang tuanya agar terbuka lebih lebar.
Deg deg deg!
Jantungnya berdebar dengan sangat kencang , saat Dia melihat ibu dan ayahnya sedang terlelap seraya berpelukan.
...Bersambung......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
Altaf Suaib Ahmad
datang bukan dagang
2024-06-04
0
Herlina Lina
seru dan seram
2024-04-28
0
Abi Zar
keren kak,lanjut kak seru bangets,memang ya dihutan itu mesti angker karena ya di alas
2024-04-03
0