Semakin malam suasana semakin mencekam. Bukan mencekam karena ada kejahatan, tapi mencekam karena hati yang tak karuan akibat sebuah godaan.
Malam ini, di kamar seorang pria, yang statusnya sudah sah secara agama menjadi suami dari tiga belas wanita, di buat gelisah oleh salah satu istrinya yang tidur bersamanya. Rasa kantuk pria itu menguap begitu saja gara gara melihat daster istrinya yang tersingkap. Pria itu mendadak sesak nafas dibuatnya.
Meski pria itu bukan pria polos tapi dia memang tidak pernah sekalipun satu kamar bersama wanita lain. Selama ini dia hanya bisa membayangkan saat sedang menonton video. Dan pemandangan yang ada dihadapannya adalah pemandangan pertama yang dia lihat secara langsung dan cukup lama.
Berkali kali pria bernama Jiwo itu hanya bisa menelan ludahnya dengan susah. Dia juga berusaha mengontrol keadaan dirinya agar tidak melanggar perjanjian. Jiwo mati matian berusaha meredam gejolaknya. Dia memilih berbaring miring membelakangi istrinya. Hingga lama kelamaan, rasa kantuk menyerang matanya. Jiwo akhirnya terlelap dan berhasil meredam gejolaknya.
Waktu masih berjalan seperti biasa. Pagi kini kembali menyapa jiwa. Rumah Jiwo yang dulu sepi kini tiap pagi sudah terlihat ramai. Apalagi semua wanita disana bangunnya begitu pagi saat langit masih gelap.
Pagi ini, Jiwo juga terlihat sudah terbangun dari tidurnya. Setelah menjalankan ritual pagi, Jiwo langsung mempersiapkan segala sesuatu yang biasa dia gunakan untuk berangkat jualan. Di bantu oleh dua istrinya membuat pekerjaan Jiwo terasa lebih cepat. Jiwo mengatur daganganya di kendaraan roda tiganya yang biasa digunakan untuk jualan.
Sambil menunggu sarapan, Jiwo menyeruput kopinya yang hampir dingin. Tentu saja kopi yang Jiwo minum adalah hasil tangan dari salah satu istrinya.
"Gimana, Wo, rasanya menikah?" tanya Emak yang baru saja duduk datang dari arah dapur dan duduk bersama anaknya di teras depan.
"Untuk saat ini masih menyenangkan, Mak. Mungkin karena masih baru," jawab Jiwo sambil cengengesan.
"Ya syukurlah, apa lagi mereka kayak kompak gitu. Emak juga banyak terbantu."
Jiwo kembali mengulas senyum. Matanya memandang dua istrinya yang sedang menyapu halaman depan. "Sebenarnya mereka sangat kasian, Mak. Mereka benar benar berjuang disini."
"Semoga kedepannya nggak ada masalah berat yang menimpa istri istrimu, Wo."
Jiwo mengamini ucapan Emaknya. Entah nantinya akan ada cinta atau tidak, tapi yang pasti Jiwo berharap semuanya akan berjalan dengan baik baik saja.
"Emak kapan mulai dagang?"
"Mungkin besok, Wo. Emak akan ngajak istrimu ke pasar, biar mereka ngggak jenuh di rumah terus. Apa lagi mereka juga akan ikut dagang Emak."
"Baguslah, Mak, biar mereka ada kegiatan. Apalagi mereka katanya ingin usaha jualan juga."
"Jualan apa, Wo?"
"Nggak tahu, belum dibahas lebih sih. Nanti coba aku tanya saat sarapan."
Pas saat itu juga, salah satu istri memanggil Jiwo karena sarapan telah siap. Jiwo dan Emak langsung menghentikan obrolannya dan bangit lalu beranjak ke dalam rumah.
Tak terasa waktu sudah menunjukan jam delapan pagi. Kini Jiwo sedang bersiap diri untuk berangkat keliling. Sedangkan salah satu istrinya yang mendapat nama panggilan Arum, telah siap dan sedang menunggu di depan rumah.
"Mak," panggil Jiwo saat keluar kamar.
"Iya," sahut Emak yang masih duduk di depan televisi.
"Nih, Mak. Buat beli keperluan istri istriku," ucap Jiwo sambil menyerahkan amplop berisi uang hasil kondangan orang orang yang hadir pada pernikahan Jiwo kemarin.
Uang amplop yang diterima Jiwo memang lumayan banyak. Kebanyakan tamu yang datang dan memberi sumbangan adalah tamu yang penasaran dengan pernikahan yang unik itu. Makanya meski acara sederhana tapi amplop yang Jiwo terima, mengisi satu karung penuh.
"Ngapain diserahin ke Emak. Ya serahin ke istrimu lah, Wo."
"Mereka kan belum mengerti harga sama uang negara kita, Mak. Biar nanti aku nyuruh mereka mencatat, barang apa saja yang ingin dibeli."
"Oh, gitu? Baiklah."
Setelah memberi amplop, Jiwo langsung menyuruh seluruh istrinya berkumpul. Dia menyampaikan beberapa pesan, dan para istri mengerti dan akan mematuhi pesan suami mereka. Setelah itu, Jiwo pamit berangkat bersama salah satu istrinya yang dipangil Anum.
"Mak kita ke pasar jam berapa?" tanya salah satu menantunya. Tentu saja dia bertanya menggunakan bantuan alat penerjemah di ponselnya dan Emak menunjuk angka jam sembilan. Semuanya mengangguk dan langsung bersiap diri.
Tak lama kemudian setelah waktu yang ditentukan tiba, mereka segera saja berangkat ke pasar dengan jalan kaki menuju jalan raya. Meski hanya memakai sandal jepit dan pakaian pakaian bekas, mereka nampak senang menikmati keadaannya saat ini. Tanpa mereka sadari, di tengah jalan, ada yang memandang sengit ke arah rombongan Emak dan para menantunya.
"Lihat saja, sebentar lagi, kalian pasti akan hidup susah."
...@@@@@@...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 239 Episodes
Comments
Okto Mulya D.
Jiwo, jangan didiemkan istrinya saat tidur bareng, kasihan dia merasa tidak dihargai.. dan kamu memang kuat nahannya dan malah dosa kalau kamu bersolo karir setelah ituuu..mungkin pakai pengaman kalau tidak ingin hamil dulu.
2024-07-08
0
Nurul Azizah
susah tidur kali,,, 🤭
2024-01-24
1
。.。:∞♡*♥
pasti si darmi nih
2023-11-05
1