Menikah?" tanya Jiwo nampak terkejut.
"Itu solusi terbaik menurut aku, Wo."
Jiwo terdiam. Seketika pikirannya meroket kemana mana. Bagaimana bisa menikah jadi satu satunya solusi? Apa lagi mereka ada tiga belas wanita? Bukankah mereka juga pasti masih punya keluarga?
"Kenapa Pak Rt ngomong itu adalah solusi terbaik?" kini Paman Karyo yang melempar pertanyaan. Dan pastinya pertanyaan itu mewakili Jiwo juga.
"Begini, Mas Karyo dan Jiwo. Menurut saya, dengan menikahi mereka, maka akan ada yang melindungi mereka. Seenggaknya mereka punya tempat untuk berlindung. Sambil menunggu waktu sampai mereka bisa dipulangkan ke negaranya, kamu bisa membimbing mereka untuk mencari penghasilan disini. Kamu coba baca berita deh, Wo. Banyak warga pengungsi yang kebutuhannya tidak terpenuhi. Mereka bingung, mau kerja, kerja apa? Pergerakan mereka terbatas. Mereka banyak yang tergantung dengan bantuan. Maka itu, daripada nasib mereka nggak nentu, apa salahnya untuk sementara kamu melindungi mereka. Besar kemungkinan, oknum yang menculik mereka pasti saat ini sedang mencari mereka juga."
Jiwo lagi lagi terdiam. Hatinya menjadi gusar. Niat hati hanya ingin menolong, malah dirinya seperti terjebak dalam situasi yang rumit.
"Apa yang dikatakan Pak Rt ada benarnya juga Wo, lagian lihat usia kamu, Emak juga udah tua. Apa kamu masih betah melajang? Kali aja salah satu dari mereka memang ada jodoh buat kamu."
Ucapan Paman Karyo semakin membuat hati Jiwo gusar. Lagi lagi dia dihadapkan dengan kenyaatan tentang pernikahan.
"Nanti aku coba pikir dulu lah, Pak Rt. Sekalian aku minta ijin buat nampung mereka semalam. Soalnya dari mereka ada yang sakit."
"Baiklah, saya ijinkan, dan coba pikirkan solusi dari saya. Mungkin Emak juga setuju."
Jiwo hanya mengiyakan. Kemudian dia langsung pamit dan di tengah jalan Pamannya juga pamit pulang. Dengan gontai Jiwo melangkah menuju rumahnya. Hingga matanya tak sengaja menangkap sosok wanita yang sedang berbahagia bersama suaminya. Wanita yang pernah merancang hari indah untuk menghalalkan sebuah hubungan. Nyatanya rencana tinggal rencana. Dengan mudahnya wanita itu membuka paha demi mendapat status mantu Pak lurah.
Jiwo ingin menghindar, tapi terlanjur Titin dan suaminya melihatnya. Jiwo sudah tahu apa yang bakalan terjadi.
"Eh ada Jiwo, dari mana, mau kemana nih?" tanya Malik, suami wanita yang sedang berada di jok belakang motor suaminya. Jelas sekali dari nadanya, kalau pertanyaan itu cuma basa basi dan mengandung unsur penghinaan.
"Mau pulang aja," jawab Jiwo santai, dan sebenarnya males menghadapi mereka.
"Oh, kirain mau ke rumah calon istri," celetuk Malik. Seperti biasa dia selalu memancing suasana agar terlihat buruk.
"Aku permisi dulu, masih banyak kerjaan," ucap Jiwo.
"Halah, jualan celana kolor keliling aja sok sibuk. Pantas aja nggak ada cewek yang mau sama cowok yang ngandelin jualan celana kolor keliling," ejek Malik, tapi Jiwo tidak peduli.
Dan untuk kesekian kalinya, Jiwo hanya mampu memendam amarahnya. Dia terlalu jengah menghadapi laki laki yang hidupnya hanya modal nempel pada nama orang tua. Jiwo berlalu meningggalkan Malik begitu saja.
"Lihat tuh, mantan kamu, belagu amat," cibir Malik yang merasa kesal sendiri karena selalu saja gagal membuat Jiwo marah.
"Udah ayok jalan. Ngapain juga diurusin," balas Titin nampak biasa saja. Dia memang tidak pernah merasa bersalah telah mengkhianati Jiwo. Dia malah merasa senang bisa melepas Jiwo. Karena seperti yang Malik bilang, Titin malu menikah dengan Jiwo karena pria itu akan tetap memilih jualan celana kolor setelah menikah nanti.
Berbagai macam pikiran kini bercokol dalam pikiran Jiwo sepanjang perjalanan menuju rumah. Walau jarak rumah Pak Rt hanya jeda ujung saja, tapi karena banyak hal yang dipikirkan, membuat langkah kaki terasa berat untuk melangkah hingga rumah seakan jauh letaknya.
Akhirnya langkah kaki Jiwo sampai di halaman rumahnya. sebelum melangkah masuk ke dalam, Jiwo memilih menurunkan barang dagangannya terlebih dahulu. Karena biasanya petang nanti, mobil akan diambil oleh pemiliknya.
Jiwo menaruh dua karung barang dagangannya di teras rumah. Matanya melongok sekilas ke arah para wanita yang ada disana. Lagi lagi pikirannya teringat tentang usulan Pak Rt. Jiwo langsung mengacak rambutnya merasa frustasi. Dia kembali melangkah untuk membereskan terpal dan membersihkan mobil sejenak.
Setelah bersih bersih mobil selesai, Jiwo duduk termenung di tepi belakang bak mobil. Pikirannya kembali memikirkan segala hal yang baru dia alami. Keadaan tamunya, Saran Pak Rt, bahkan ejekan Malik yang biasa tidak Jiwo pikirkan, kali ini malah jadi memikirkannya. Lagi-lagi Jiwo hanya mengacak rambutnya, lalu dia memilih masuk ke dalam rumah lewat pintu samping.
Saat langkah kali Jiwo melangkah masuk rumah, matanya membelalak saat melihat apa yang terjadi di hadapannya. Hingga tanpa sadar, mulut Jiwo berkata, "Cantiknya."
...@@@@@@...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 239 Episodes
Comments
Okto Mulya D.
Siapa tuhhh
2024-07-07
0
Achmad Rony Ubaidillah
wkwkwkw
2023-12-10
0
。.。:∞♡*♥
setuju banget pasti, mampir kak
2023-11-05
0